08 Juli 2013

SERBA SALAH

Setiap manusia pasti pernah mengalami perasaan serba salah. Atau bahkan mungkin sedang mengalami hal itu. Memang, sebagai manusia, kita tidak akan pernah luput dari pengharapan dan keinginan kita sendiri tetapi kepentingan itu pasti selalu berkaitan dengan kepentingan dan pengharapan orang lain. Dan di suatu titik ketika kepentingan kita dan kepentingan selain kita bertentangan, terjadilah konflik. Dan hal itu tak terhindarkan. Hanya bagaimana agar konflik itu tidak menjadi sumber kekerasan, semua tergantung pada bagaimana kita menerimanya. Kadang dibutuhkan pengurbanan untuk menghindari percekcokan yang keras atau mungkin malah mematikan.

Sesungguhnya ada banyak pertanyaan yang perlu kita renungkan manakala kita menghadapi perbedaan kepentingan dan tujuan hidup ini. Apalagi tentang kebenaran yang kita pikirkan. Apakah kebenaran itu? Sungguhkah kebenaran itu sesuatu yang bertautan dengan kepentingan seluruh manusia atau hanya bertautan dengan diri atau kelompok kita saja? Seberapa yakinkah kita bahwa kebenaran kita tidak disisipi dengan kepentingan diri kita sendiri? Bagaimanakah kepercayaan kita kepada Sang Pencipta dalam memandang, menerima dan menjalani hidup ini? Sebab bukankah kita sering, walau mengakui Sang Pencipta yang tunggal, tetap beranggapan bahwa manusia yang berbeda dengan kita, baik keyakinan, ras, pola pikir maupun adat kebiasaan, adalah seakan bukan ciptaan yang sama? Siapakah kita ini sesungguhnya?

Maka memang sulit untuk memaknai keberadaan kita dalam hidup jika kita tak mampu atau tak mau untuk memahami dan menerima perbedaan-perbedaan itu. Hidup ini memang sering terasa serba salah tetapi bagaimana pun juga, keberadaan yang lain dari kita adalah sesuatu yang nyata. Yang pasti. Dan tak dapat kita abaikan atau bahkan menihilkannya sama sekali. Kita harus menerimanya. Jika tidak, kita hanya akan menciptakan satu keyakinan bahwa kita percaya pada kebenaran yang tidak kita percayai. Kita tidak mungkin percaya pada satu Pencipta jika kita bersikap bahwa ciptaan lain yang berbeda mempunyai Penciptanya sendiri. Sebab jika demikian, itu berarti bahwa Pencipta yang kita junjung ternyata bukanlah Pencipta yang tunggal.

Asal mula dari semua konflik, kekerasan bahkan pembantaian sesungguhnya berawal dari perbedaan. Dan karena perbedaan itu adalah bagian dari kehidupan ini, dapatkah kita mengharapkan satu kesatuan tanpa bersikap seakan-akan kita sendirilah Sang Pencipta? Seakan-akan kita sendirilah yang menentukan benar atau salah, baik atau buruk sesuai dengan pemikiran dan kepentingan kita walau selalu atas nama Sang Pencipta kita? Tidak. Kita bukanlah Sang Pencipta dan jika kita sungguh percaya kepada-Nya, kita seharusnya percaya pula bahwa jika Dia mau, Dia dapat menyatukan seluruh ciptaan-Nya tanpa membuat perbedaan-perbedaan yang nyata ini. Tetapi Sang Pencipta kita seakan mencintai perbedaan yang telah diciptakan-Nya sendiri. Karena sungguh indah jika sebuah simfoni terdiri dari beraneka-ragam alat musik, apalagi dengan manusia yang hidup ini. Perbedaan itu indah. Walau kita selalu harus merasa serba salah dalam menjalani kepentingan hidup kita, kita pun selalu harus menerima atau bahkan harus mengurbankan kepentingan diri kita sendiri demi untuk keindahan itu. Sama seperti sebuah lagu beralun berdasarkan batasan pada notasi yang pasti, hidup kita pun harus beralun sesuai dengan batasan kepentingan diri orang lain. Mereka. Sesama kita.


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...