Kita tahu
bahwa hanya bayi dan orang-orang yang sakit dan tak lagi mampu
bergerak yang disuap. Dengan kata lain, hanya mereka yang tidak
berdaya harus disuap agar dapat tetap bertahan untuk hidup. Maka
mereka yang disuapi sesungguhnya adalah orang-orang yang tak berdaya,
sakit dan sama sekali tak mempunyai kemampuan untuk berbuat apa-apa
selain dari hanya ingin menerima dan menerima. Bahkan walaupun
ternyata dia pun dapat bermurah hati memberi, tetapi pemberian itu
bersumber dari ketidak-mampuan untuk menghasilkan sesuatu dari akal
budi dan pekerjaannya secara mandiri.
Suap adalah
tanda ketidak-berdayaan seorang manusia untuk berupaya dengan
tenaganya sendiri. Mereka yang lumpuh, tidak berdaya, malas dan hanya
ingin mencari kemudahan tanpa perlu berpikir dan berbuat sesuatu.
Maka jelas bahwa, mereka yang disuap adalah mereka yang telah lumpuh
dalam segala aspek, tak berdaya atau sekedar malas, dan enggan untuk
mempergunakan kemampuannya sebagai manusia untuk berkarya dan
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dunia. Bagi sesama.
Maka ketika
suap marak di negeri ini, tiba-tiba kita dihadapkan pada suatu
kesimpulan yang pahit: ketidak-berdayaan dan kemalasan kita untuk
berbuat sesuatu sesuai dengan apa yang menjadi tugas kita. Suap
mematikan keadilan. Suap meninggalkan kebenaran. Suap menciptakan
khaos yang sangat merusak. Dan saat hanya suap dapat memecahkan
sebuah persoalan, saat itu pula yang ada hanya ketidak-adilan, dimana
hanya kekuasaan-kekayaan-kekuatan yang menjadi satu-satunya kebenaran
dan keadilan yang sesungguhnya salah dan tidak adil. Dan sangat
merusak. Tetapi mengapa kita tidak menyadarinya?
Tetapi
sesungguhnya kita semua menyadari hal itu. Hanya sering kita tak
berdaya untuk menghindarinya. Karena itu dapat merusak kepentingan
kita. Itu dapat membuat hidup kita yang terasa nyaman terusik. Dan
kita enggan untuk meninggalkan zona aman keseharian kita. Kita hanya
mau menikmati dan selalu ingin memudahkan hidup kita. Maka kita pun
disuap dan menyuap. Kita pun berkompromi dengan kenyataan yang ada,
walau salah tetapi karena terasa jamak, lalu perlahan terasa menjadi
kebenaran bagi kita.
Demikianlah,
kita semua berubah bukan menjadi bayi yang polos dan tak berdaya,
tetapi menjadi manusia-manusia sakit tanpa menyadari akan penyakit
kita. Menjadi manusia lemah tanpa menyadari kelemahan kita. Menjadi
manusia yang lumpuh tetapi mampu untuk bergerak. Menjadi robot,
bergerak secara mekanis, tanpa perlu berpikir dan tanpa hati nurani
yang kian dilupakan jauh di dalam kegelapan kenikmatan badaniah kita.
Kita adalah manusia-manusia malang tanpa menyadari kemalangan kita
sendiri. Menyedihkan.....
Tonny
Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar