16 Oktober 2013

SUAP

Kita tahu bahwa hanya bayi dan orang-orang yang sakit dan tak lagi mampu bergerak yang disuap. Dengan kata lain, hanya mereka yang tidak berdaya harus disuap agar dapat tetap bertahan untuk hidup. Maka mereka yang disuapi sesungguhnya adalah orang-orang yang tak berdaya, sakit dan sama sekali tak mempunyai kemampuan untuk berbuat apa-apa selain dari hanya ingin menerima dan menerima. Bahkan walaupun ternyata dia pun dapat bermurah hati memberi, tetapi pemberian itu bersumber dari ketidak-mampuan untuk menghasilkan sesuatu dari akal budi dan pekerjaannya secara mandiri.

Suap adalah tanda ketidak-berdayaan seorang manusia untuk berupaya dengan tenaganya sendiri. Mereka yang lumpuh, tidak berdaya, malas dan hanya ingin mencari kemudahan tanpa perlu berpikir dan berbuat sesuatu. Maka jelas bahwa, mereka yang disuap adalah mereka yang telah lumpuh dalam segala aspek, tak berdaya atau sekedar malas, dan enggan untuk mempergunakan kemampuannya sebagai manusia untuk berkarya dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dunia. Bagi sesama.

Maka ketika suap marak di negeri ini, tiba-tiba kita dihadapkan pada suatu kesimpulan yang pahit: ketidak-berdayaan dan kemalasan kita untuk berbuat sesuatu sesuai dengan apa yang menjadi tugas kita. Suap mematikan keadilan. Suap meninggalkan kebenaran. Suap menciptakan khaos yang sangat merusak. Dan saat hanya suap dapat memecahkan sebuah persoalan, saat itu pula yang ada hanya ketidak-adilan, dimana hanya kekuasaan-kekayaan-kekuatan yang menjadi satu-satunya kebenaran dan keadilan yang sesungguhnya salah dan tidak adil. Dan sangat merusak. Tetapi mengapa kita tidak menyadarinya?

Tetapi sesungguhnya kita semua menyadari hal itu. Hanya sering kita tak berdaya untuk menghindarinya. Karena itu dapat merusak kepentingan kita. Itu dapat membuat hidup kita yang terasa nyaman terusik. Dan kita enggan untuk meninggalkan zona aman keseharian kita. Kita hanya mau menikmati dan selalu ingin memudahkan hidup kita. Maka kita pun disuap dan menyuap. Kita pun berkompromi dengan kenyataan yang ada, walau salah tetapi karena terasa jamak, lalu perlahan terasa menjadi kebenaran bagi kita.

Demikianlah, kita semua berubah bukan menjadi bayi yang polos dan tak berdaya, tetapi menjadi manusia-manusia sakit tanpa menyadari akan penyakit kita. Menjadi manusia lemah tanpa menyadari kelemahan kita. Menjadi manusia yang lumpuh tetapi mampu untuk bergerak. Menjadi robot, bergerak secara mekanis, tanpa perlu berpikir dan tanpa hati nurani yang kian dilupakan jauh di dalam kegelapan kenikmatan badaniah kita. Kita adalah manusia-manusia malang tanpa menyadari kemalangan kita sendiri. Menyedihkan.....


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...