22 November 2008

BERANGKATLAH MISS PEGGY

Akhir datang juga. Sebuah kepastian. Ujung kehidupan duniawi. Saat kabar berpulangnya Miss Peggy, guruku, kuterima menjelang sore hari, rabu 19 November 2008 lalu, sejenak aku terpaku. Tidak, tak ada kesedihan dalam hatiku. Dia telah berjuang untuk hidup. Dan ketika semuanya selesai, ketika sebuah riwayat usai, sesungguhnya ini adalah kabar kemenangan seorang manusia. Kemenangan melawan rasa sakit. Kemenangan melawan pergulatan batin. Kemenangan atas kehidupan yang nisbi. Maka yang dapat dilakukan, bagi kami, hanyalah menyiapkan dan menyelesaikan segala prosesi yang sesuai dengan adat istiadat dan aturan manusia. Prosesi yang sebenarnya hanya demi kenyamanan kehidupan kita sebagai manusia yang masih ada di dunia ini. Selebihnya, bagi dia, apapun yang terjadi setelah dia melewati titik akhir ini, tinggal menjadi kenangan, satu jejak hidup yang telah dituntaskannya, dan kini hanya dia yang tahu apa yang dihadapinya sendiri.

Maka saat kami, mantan murid-muridnya, mengangkat tubuhnya yang tak lagi bergerak ini, suatu beban kehidupan telah menjadi suatu kenangan atas riwayat yang ditinggalkannya. Hidup, pada akhirnya adalah pergulatan menghadapi diri sendiri. Apakah kita hidup dalam kebersamaan dengan orang lain, atau pun dalam kesunyian seorang diri, semuanya hanya berarti bagi diri kita. Dan inilah tubuh, daging, yang ditinggalkannya, yang sebentar lagi akan lenyap setelah proses kremasi usai. Dia hidup sendiri tetapi tidak sendirian. Ada suatu ide, suatu pemikiran, suatu teladan, yang telah ditanamkannya kepada kami. Ya, kehidupan dalam dagingnya telah selesai, tetapi roh pengetahuan yang diturunkannya kepada kami akan tetap bersama kami, bersama cara kami berpikir, bersama corak kehidupan kami, yang akan kami turunkan kepada anak-anak kami, turun temurun. Dan dia telah menjadi suatu sejarah yang takkan bisa terhapuskan, walau waktu baginya telah berlalu.

Dia hidup sendiri tetapi tidak sendirian. Kesan itulah yang amat mendalam dalam hatiku saat ini. Tak seorang pun yang dapat mengatakan dirinya tak punya arti. Selalu, ya selalu ada hal yang dapat kita berikan kepada dunia ini. Sadar atau tidak, keberadaan kita adalah sesuatu yang pasti membuat kita selalu memiliki arti. "There are no more dancers, but only the dance" demikian kata sebuah pepatah. Tak ada lagi para penari, yang tersisa hanya tarian. Sebagai penari kehidupan, dia telah berlalu, namun tarian yang telah dipersembahkannya selama masa keberadaannya di dunia ini, akan tetap kekal dalam ingatan dunia. Selamat jalan ibu guruku. Selamat memasuki cahaya kehidupan barumu. Kami tidak bersedih. Kami takkan bersedih. Karena kami tahu bahwa, "kau takkan kembali lagi kepada kami, tetapi kami akan pergi kepadamu, kelak".

Tonny Sutedja

1 komentar:

jack iskandar mengatakan...

Turut berduka bro.

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...