Apa yang
membuat kita hidup? Yang membuat kita memiliki arti dalam kehidupan?
Serta tidak merasa sia-sia dalam menjalani kehidupan ini? Renungan
ini saya tulis, setelah mendengar sebuah keluhan dari seseorang yang
berkata bahwa, betapa dia telah memberikan banyak sumbangan buat
mereka yang miskin tetapi tetap menjadi sasaran kemarahan saat
gejolak sosial timbul. Seseorang yang merasa sia-sia saja segala
kebaikan yang telah diberikannya selama ini. “Semuanya
tak berguna....” katanya
dengan penuh rasa sesal. Dan kesal.
Saya mengenal
dia sebagai seorang yang cukup berada, selalu siap menyumbang buat
kegiatan sosial dalam masyarakat, tetapi tak pernah aktip
bersosialisasi. Dikenal tetapi tak mengenal. Baginya, cukuplah dia
membantu dengan sebagian dana yang dimilikinya tanpa perlu terlibat
secara langsung dalam kegiatan-kegiatan yang berjalan. Mungkin karena
merasa bahwa lebih berguna waktu yang dimilikinya dipergunakan untuk
mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, agar sebagian dapat dibagikan,
daripada hanya membuang waktunya tanpa hasil yang nyata. Merasa bahwa
semua dapat diganti dengan materi, bahkan persahabatan sekali pun.
Entah
mengapa, kita seringkali menganggap bahwa semua persoalan dapat
diatasi dengan dana yang kita miliki. Dengan bantuan materi yang kita
siap bagikan. Tetapi kenyataannya hidup tidaklah demikian. Terkadang
materi saja tidaklah cukup. Bahkan sering bukan solusi sama sekali.
Perkenalan, persahabatan dan pergaulan tidaklah mungkin dibeli.
Selain dikenal dan terkenal, kita juga harus mengenal. Tanpa
mengenal, kita bagaikan hidup terasing di tengah masyarakat, mungkin
menjulang tinggi, tetapi hanya menjadi sekedar tontonan yang, jika
dalam situasi mendesak, dapat didaki dan dijarah. Hingga ke
puncaknya.
Bagaimana
pun, hidup kita ini tidak cuma sekedar materi belaka. Kita pun
memiliki perasaan yang mampu membuat kita merasa dekat, merasa intim
dengan mereka yang kita kenal, kita sayangi dan selalu ingin kita
raih dan kita rangkul. Perasaan demikianlah yang membuat kita lebih
dapat menerima mereka yang kita kenal secara langsung daripada mereka
yang hanya muncul dalam bentuk benda dan materi, berguna sesaat
tetapi kemudian mudah terlupakan. Sebab materi tidak berwajah. Tidak
berperasaan. Dan sering tidak menyentuh kehidupan kita senyata
kehadiran seseorang secara langsung.
Maka hidup
tidak cukup hanya dikenal saja. Kita pun harus mengenal. Sebab hidup
yang baik selalu berkomunikasi satu sama lain. Tidak cukup melalui
perantara materi, sebesar apapun materi itu. Tidak. Dan itulah arti
kehidupan ini. Setiap percakapan sesederhana apapun bentuknya, setiap
sapaan dan kunjungan satu sama lain, sering jauh lebih bernilai
daripada sekedar kiriman. Jauh lebih bermakna daripada sekedar
titipan. Bagaimana pun, materi tidaklah akan berbicara seindah suara
kita. Tidaklah akan semesra dengan kehadiran kita. Kita sulit
tersentuh oleh materi tetapi akan tersentuh oleh kehadiran
wajah-wajah yang hadir untuk tersenyum atau berbagi simpati di depan
kita. Secara langsung. Secara nyata. Suatu bukti bahwa kita ada. Kita
nyata.
Apa yang
membuat kita hidup? Yang membuat kita memiliki arti dalam kehidupan
ini? Bukankah itu karena kehadiran orang-orang saat kita membutuhkan
mereka? Maka sungguh mengherankan ketika kita merasa telah membeli
kebaikan dengan sumbangan. Telah membayar persahabatan dengan materi.
Telah berbuat baik hanya dengan sekedar membagikan amplop berisi
uang. Tanpa perlu tahu. Tanpa butuh mengenal. Saling mengenal. Saling
membantu. Saling melayani. Saling berkomunikasi.
Tonny
Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar