12 November 2013

DUA DUNIA

Orang dewasa jelas sangat aneh” (Pangeran KecilAntoine de Saint-Exupéry)

Orang dewasa memang terkadang aneh. Ada yang sering nampak aktip dalam kegiatan sosial dan keagamaan tetapi memperlakukan buruhnya sendiri seperti budak. Ada yang demikian pemurah bahkan boros saat mentraktir teman-temannya tetapi begitu pelit memberikan pinjaman bagi pegawai dan keluarga sendiri. Ada yang demikian hebat saat memberikan petuah kepada mereka yang punya masalah tetapi dia sendiri tak mampu menyelesaikan persoalannya sendiri.

Orang dewasa nampaknya selalu atau bahkan senang hidup di dua dunia yang berbeda, dunia yang saling bertentangan. Antara kepentingan diri dan kepentingan lingkungannya. Antara apa yang dikatakannya dengan apa yang dilakukannya. Seakan-akan dia hidup di dua dunia yang berbeda, yang bertentangan dan tidak saling menyapa. Tidak saling berhubungan satu sama lain. Betapa seringnya kita merasakan hal itu. Bahkan dengan diri kita sendiri. Dan hampir setiap saat kita mempergunakan topeng untuk menutupi diri kita yang sesungguhnya. Diri kita yang mungkin bahkan kita sendiri tidak mengenalnya.

Manusia melompat ke dalam kereta ekspres,” kata Pangeran Kecil, “tetapi mereka tak tahu lagi apa yang mereka cari. Maka mereka menjadi gelisah dan berputar-putar.” Demikian tulis Antoine de Saint-Exupéry dalam novel mininya yang indah, The Little Prince. Demikianlah, setiap saat kita selalu menghadapi dilema dalam hidup. Antara apa yang menjadi keinginan kita dengan apa yang harus kita tampilkan demi membuat kita tetap eksis di mata masyarakat. Dua dunia yang saling bertolak belakang.

Kemenduaan itulah yang sering membuat kita merenungkan tentang makna kemunafikan dalam hidup. Tetapi jika kita ingin jujur kepada diri sendiri, jujur kepada dunia, haruslah kita akui bahwa ternyata kita, ya kita semua, sering atau bahkan setiap saat melakukan hal yang sama. Hidup kita selalu bertopeng. Apa yang tampak diluar ternyata bertentangan dengan diri kita yang sesungguhnya. Semua kenyataan yang nampak adalah semu. Dan kita memiliki rahasia masing-masing, yang kadang dapat dirasakan tetapi enggan diakui.

Maka ketika kita memandang sekeliling, ketika kita merenungi kehidupan, akan nampaklah bahwa hidup ini sesungguhnya sebuah panorama yang sangat indah sekaligus sangat menyedihkan. Sebuah kisah di atas panggung sandiwara dengan banyak rahasia yang tersembunyi di balik layar. Dan Sang Sutradara kehidupan telah membebaskan kita untuk melakoni peran apa saja yang kita sukai. Tetapi kelak, kita semua dituntut untuk bertanggung-jawab atas peran tersebut. Dituntut untuk Dan ketika saat itu tiba, kita tak bisa menciptakan alibi. Semua topeng harus ditanggalkan. Dan dunia akan menyatu kembali. Menjadi satu.

Orang dewasa memang aneh. Mereka bermain dengan hasratnya. Dengan keinginan dan kesenangannya. Dengan kepentingan dan ambisinya. Seakan tak ada hal lain yang tersisa selain dirinya sendiri. Dan setiap pemikiran yang berbeda dengannya mesti dilawan, disingkirkan bahkan dihancurkan. Tetapi apakah kepentingan itu? Apakah ambisi itu? Siapakah kita? Bukankah pada akhirnya kita semua menjadi gelisah dan berputar-putar tanpa arah walau tetap ingin berkeras bahwa kebenaran ada di genggaman kita? Apakah Kebenaran (dengan K besar) yang kita yakini dapat dipastikan? Kita bukanlah Sang Pencipta Kebenaran. Kita hanya senoktah debu di samudra ketidak-pastian. Bagaimana kita bisa memikirkan dan melakukan hal yang seakan-akan kitalah Sang Penentu Kebenaran itu? Dan karena itu merasa berhak memaksa orang lain mengikuti keinginan kita?

Orang dewasa jelas sangat aneh. Sungguh aneh. Karena dia mengakui Sang Kebenaran sekaligus menciptakan kebenarannya sendiri. Dua dunia. Topeng. Wajah kehidupan kita semua. Kita semua.


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...