“Orang
dewasa jelas sangat aneh”
(Pangeran Kecil
– Antoine de Saint-Exupéry)
Orang dewasa
memang terkadang aneh. Ada yang sering nampak aktip dalam kegiatan
sosial dan keagamaan tetapi memperlakukan buruhnya sendiri seperti
budak. Ada yang demikian pemurah bahkan boros saat mentraktir
teman-temannya tetapi begitu pelit memberikan pinjaman bagi pegawai
dan keluarga sendiri. Ada yang demikian hebat saat memberikan petuah
kepada mereka yang punya masalah tetapi dia sendiri tak mampu
menyelesaikan persoalannya sendiri.
Orang dewasa
nampaknya selalu atau bahkan senang hidup di dua dunia yang berbeda,
dunia yang saling bertentangan. Antara kepentingan diri dan
kepentingan lingkungannya. Antara apa yang dikatakannya dengan apa
yang dilakukannya. Seakan-akan dia hidup di dua dunia yang berbeda,
yang bertentangan dan tidak saling menyapa. Tidak saling berhubungan
satu sama lain. Betapa seringnya kita merasakan hal itu. Bahkan
dengan diri kita sendiri. Dan hampir setiap saat kita mempergunakan
topeng untuk menutupi diri kita yang sesungguhnya. Diri kita yang
mungkin bahkan kita sendiri tidak mengenalnya.
“Manusia
melompat ke dalam kereta ekspres,”
kata Pangeran Kecil, “tetapi
mereka tak tahu lagi apa yang mereka cari. Maka mereka menjadi
gelisah dan berputar-putar.”
Demikian tulis Antoine de
Saint-Exupéry dalam novel
mininya yang indah, The Little
Prince. Demikianlah, setiap saat
kita selalu menghadapi dilema dalam hidup. Antara apa yang menjadi
keinginan kita dengan apa yang harus kita tampilkan demi membuat kita
tetap eksis di mata masyarakat. Dua dunia yang saling bertolak
belakang.
Kemenduaan
itulah yang sering membuat kita merenungkan tentang makna kemunafikan
dalam hidup. Tetapi jika kita ingin jujur kepada diri sendiri, jujur
kepada dunia, haruslah kita akui bahwa ternyata kita, ya kita semua,
sering atau bahkan setiap saat melakukan hal yang sama. Hidup kita
selalu bertopeng. Apa yang tampak diluar ternyata bertentangan dengan
diri kita yang sesungguhnya. Semua kenyataan yang nampak adalah semu.
Dan kita memiliki rahasia masing-masing, yang kadang dapat dirasakan
tetapi enggan diakui.
Maka ketika
kita memandang sekeliling, ketika kita merenungi kehidupan, akan
nampaklah bahwa hidup ini sesungguhnya sebuah panorama yang sangat
indah sekaligus sangat menyedihkan. Sebuah kisah di atas panggung
sandiwara dengan banyak rahasia yang tersembunyi di balik layar. Dan
Sang Sutradara kehidupan telah membebaskan kita untuk melakoni peran
apa saja yang kita sukai. Tetapi kelak, kita semua dituntut untuk
bertanggung-jawab atas peran tersebut. Dituntut untuk Dan ketika saat
itu tiba, kita tak bisa menciptakan alibi. Semua topeng harus
ditanggalkan. Dan dunia akan menyatu kembali. Menjadi satu.
Orang dewasa
memang aneh. Mereka bermain dengan hasratnya. Dengan keinginan dan
kesenangannya. Dengan kepentingan dan ambisinya. Seakan tak ada hal
lain yang tersisa selain dirinya sendiri. Dan setiap pemikiran yang
berbeda dengannya mesti dilawan, disingkirkan bahkan dihancurkan.
Tetapi apakah kepentingan itu? Apakah ambisi itu? Siapakah kita?
Bukankah pada akhirnya kita semua menjadi gelisah dan berputar-putar
tanpa arah walau tetap ingin berkeras bahwa kebenaran ada di
genggaman kita? Apakah Kebenaran (dengan K besar) yang kita yakini
dapat dipastikan? Kita bukanlah Sang Pencipta Kebenaran. Kita hanya
senoktah debu di samudra ketidak-pastian. Bagaimana kita bisa
memikirkan dan melakukan hal yang seakan-akan kitalah Sang Penentu
Kebenaran itu? Dan karena itu merasa berhak memaksa orang lain
mengikuti keinginan kita?
Orang dewasa
jelas sangat aneh. Sungguh aneh. Karena dia mengakui Sang Kebenaran
sekaligus menciptakan kebenarannya sendiri. Dua dunia. Topeng. Wajah
kehidupan kita semua. Kita semua.
Tonny
Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar