12 November 2013

LURUS

Di jaman ini, mereka yang hidup lurus akan berjalan di lorong sunyi. Nyaris tanpa teman...” demikian kata seorang bapak padaku suatu ketika.”Entah kita meninggalkan atau kita ditinggalkan, kita menjadi orang aneh yang mengasingkan diri dari hiruk pikuk materi. Dan tak jarang membuat kita bertanya dalam hati, apa diri ini salah? Ataukan situasi dan kondisi kita yang salah urus?”

Saat merenungkan kalimat-kalimat itu, tiba-tiba aku sadar akan kebenaran yang terkandung di dalamnya. Paling tidak, jika dilihat sepintas. Kemajuan tehnologi telah menciptakan begitu banyak perubahan dalam diri kita. Benda yang bertaburan setiap saat dapat kita baca lewat iklan, dapat kita saksikan di layar kaca atau monitor, sungguh sangat menggoda hasrat kita. Sementara apa yang kita terima tidak dapat membeli segala yang tersaji di depan mata, maka kita mempergunakan segala cara, halal atau tidak, hanya demi dapat memiliki dan menguasai benda tersebut.

Demikian pula, percakapan dalam setiap pertemuan sering dibumbui dengan benda-benda yang ada di tangan kita, benda yang kita miliki dan kita pakai walau mungkin tidak sepenuhnya kita pahami. Maka mereka yang tidak mampu, tidak memiliki dan tidak tahu akan benda tersebut pada akhirnya akan tersisih. Mereka akan melalui lorong sepi dalam hidup yang jauh dari jalan raya yang bertaburan cahaya kemajuan. Tersisih dari pergaulan, tersudut dan hanya sekedar menjadi penonton dengan perasaan yang pahit. Tetapi juga rumit.

Tetapi haruskah hidup ini kita jalani dengan meninggalkan kesadaran hati nurani kita hanya demi agar dapat memasuki jalan raya yang demikian berkelimpahan cahaya gemerlap tetapi sesungguhnya belum sanggup kita pahami? Belum sanggup kita nikmati? Haruskah kita hanya dapat menjadi pembeli dan pemakai saja, dan tidak menjadi penjual dan pencipta yang jauh lebih memahami apa yang dapat kita peroleh? Mengapa kita lebih suka menjadi pengikut daripada menjadi perintis kemajuan?

Sungguh benar, mereka yang hidup lurus akan berjalan di lorong sunyi. Sebab hanya mereka yang berjalan dalam keheningan dapat menjadi pencipta yang kreatip, menjadi penemu karena perenungan yang dalam, menjadi pelopor kemungkinan-kemungkinan yang sebelumnya tidak terpikirkan. Sebab sesungguhnya, kemajuan jaman ini tidak di tentukan di jalan raya yang gemerlap dengan pasar jual-beli yang hiruk pikuk tetapi di ruang-ruang terpencil yang memunculkan segala ide dan pemikiran untuk membuat manusia lebih nyman dengan dirinya. Atau paling tidak, membuat sang penemu lebih nyaman menjalani hidupnya.

Maka mereka yang hanya dipenuhi hasrat untuk memiliki dan menguasai, sesungguhnya tidak akan mampu untuk menciptakan kebutuhannya sendiri. Tidak akan bisa memikirkan kemungkinan lain yang dapat dilakukannya dengan kemampuan yang dimilikinya. Mereka hanya membeli keinginannya, bukan menciptakan apa yang diinginkannya. Sebab mereka hanya mencintai keramaian pasar, hiruk pikuk jalan, cahaya iklan yang gemerlapan. Mereka enggan untuk menyepi memikirkan apa yang dapat menjadikan hidup lebih bermanfaat, segan untuk menaklukkan keinginannya. Karena mereka tidak menyukai jalan yang berliku, penuh kesulitan dan rumit. Dan malas untuk terus menerus belajar memperbaharui dirinya.

Begitulah, kemajuan telah menciptakan suatu kontradiksi yang aneh pada kita. Sebab seharusnya, dalam pemikiran, hidup lurus selayaknya jauh lebih mudah untuk ditelusuri. Jauh lebih nyaman dan aman untuk dilewati. Hanya perlu usaha dan kerja nyata, belajar dan berpikir, mempergunakan semua kemampuan yang telah kita miliki. Tetapi ternyata kita jauh lebih menyukai sikap duduk dan menerima. Tanpa mengeluarkan keringat dan berpikir dalam. Berharap semua hal datang sendiri. Bagaikan memegang pengatur jarak-jauh. Serba instan. Serba ringkas. Maka kita mempergunakan segala macam cara selain dari bekerja secara jujur dan keras. Jika harus korup maka korup-lah. Jika harus menendang sesama maka tendang-lah. Yang penting kita dapat membeli dan membayar apa yang kita inginkan. Jika harus bekerja dan berpikir? Jangan...... Sebab hidup bukan untuk dipikirkan tetapi dinikmati. Ahhhhh......


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...