Dapatkah
dibenarkan bahwa demi suatu tujuan yang baik dan mulia, kita
melakukan perbuatan yang salah? Dapatkah dibenarkan bahwa demi suatu
penolakan terhadap keputusan kenaikan BBM yang merugikan orang
banyak, para mahasiswa/i melakukan pemblokiran jalan sehingga membuat
kemacetan yang menyiksa juga banyak orang dan bahkan lebih
memboroskan BBM itu sendiri? Dapatkah dibenarkan bahwa demi mendukung
seorang yang diperlakukan tidak adil akibat perlakuan terhadap
seorang pasien, maka para dokter melakukan pemogokan yang kemungkinan
dapat membahayakan jiwa-jiwa orang lain yang harus dirawatnya?
Dapatkah dibenarkan bahwa, demi melaksanakan apa yang dipikirkan
sebagai keinginan yang Ilahi, maka orang-orang melakukan kekerasan
bahkan pembunuhan sekalipun terhadap ciptaan-Nya sendiri? Dan sekali
lagi, dapatkah dibenarkan jika demi apa yang dinamakan tujuan yang
baik dan mulia, kita menghalalkan segala cara untuk mencapainya?
Demikianlah
akhir-akhir ini yang demikian terasa di tengah masyarakat kita.
Segala cara ditempuh demi menegakkan apa yang kita sebut kebenaran
dan keadilan, segala cara sekalipun kita harus melakukan
ketidak-benaran dan ketidak-adilan. Dan anehnya, mereka yang
melakukan hal yang sama dapat saling mempersalahkan terhadap pihak
lainnya. Padahal, bukankah esensinya sama saja? Baik pemblokiran
jalan, pemogokan maupun tindakan kekerasan, sama-sama mungkin bisa
merugikan siapa saja yang tidak terkait sama sekali dengan tujuan
yang ingin kita perjuangkan tersebut. Kita tidak dapat menolak
perbuatan yang satu sementara menerima perbuatan yang lain hanya
karena kita merasa ikut terlibat di dalam persoalan tersebut. Logika
kebenaran adalah, jika kita menolak sikap pemaksaan dengan kekerasan
dan pelanggaran terhadap kepentingan orang lain, seharusnya kita juga
menolak melakukan hal yang sama jika persoalan itu melibatkan diri
kita, atau kelompok kita sendiri.
Tetapi
nampaknya virus egosime dan individualisme telah kian menggerogoti
masyarakat yang membuat masing-masing kelompok hanya bisa membenarkan
dirinya sendiri sementara menolak jika hal yang sama dilakukan oleh
kelompok lain. Semakin luas jaringan, semakin berkembang cakupan
komunikasi, semakin mudah pula terjadi saling keterpengaruhan
sehingga setiap peristiwa lokal yang terjadi di pelosok terpencil
tiba-tiba menjadi problem bersama dalam kelompok yang sama, sering
tanpa ingin mencari tahu apa latar belakang dari peristiwa tersebut.
Kita ingin mencari cara yang mudah, mendukung dan melawan, tanpa
ingin mencoba memahami dan mencari-tahu latar belakang kejadian
tersebut. Lawan ketidak-adilan! Sebuah seruan yang demikian gagah
terdengar, padahal bagaimana jika ketidak-adilan itu disebabkan oleh
ketidak-adilan lain? Bagaimana jika mempertahankan subsidi BBM dapat
membuat ekonomi negeri ini menjadi minus sehingga banyak orang yang
harus dikorbankan? Bagaimana dengan para pasien yang ditelantarkan
atau ditolak padahal dia dalam kondisi yang demikian gawat hanya
karena mereka tidak punya dana? Bagaimana jika orang-orang yang
didakwakan hidupnya bertentangan dengan keinginan Ilahi terpaksa
melakukan demi untuk mempertahankan keberadaannya agar tidak mati
kelaparan? Bagaimana? Apakah mereka-mereka yang kecil, tidak berdaya,
miskin papa dan tidak punya kekuasaan-kekuatan-kekayaan harus
disisihkan? Kemanakah mereka harus mengadu jika kebenaran bahkan Sang
Pencipta sendiri seakan-akan telah dan hanya dimiliki oleh yang
merasa dirinya bersih, suci dan benar?
Sudah saatnya
kita semua merenungkan segala pemikiran dan perbuatan kita sendiri,
dan tidak hanya menjadi manusia-manusia yang enggan untuk
mempergunakan satu anugerah terbesar dari Sang Pencipta kepada kita.
Kita semua. Berpikir dan merenungi segala kemungkinan yang terjadi.
Mencari-tahu penyebab peristiwa tersebut dan mencoba untuk memahami
apa yang sesungguhnya telah terjadi. Lalu bertindak dengan lebih
bijaksana tanpa terikat dengan kepentingan individu atau kelompok
yang seringkali bias dan hanya mementingkan diri dan kelompoknya
masing-masing. Dan, jika pun nyata tujuan kita benar dan adil,
janganlah melawan dengan berbuat sesat dan tidak adil, terlebih
kepada mereka yang sama sekali tidak ada sangkut paut dengan
persoalan tersebut. Tujuan tidak layak menghalalkan segala cara.
Tidak layak sama sekali.
Tonny
Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar