06 November 2013

YOU SIAPAKAH?

You tidak tahu siapa saya? You berani macam-macam dengan keluargaku? Awas kau....”

Suara yang meninggi itu kudengar di suatu pagi, diucapkan oleh salah seorang kenalanku ketika berbicara melalui handphone-nya dan membuatku terpana. Dan ketika, setelah dia selesai berbicara, aku menanyakan, ada apa?, dia menjawab bahwa ada adik perempuan-nya yang ditangkap karena ketika keluar rumah berkendara, ternyata adik perempuan-nya itu lupa membawa STNK mobil. Dan sebab dia melanggar lampu pengatur lalu lintas akibat sedang terburu-buru untuk mengurus sesuatu maka dia dihentikan oleh seorang polisi lalu lintas yang sedang dinas di perempatan jalan tersebut. Mereka adalah anak seorang pejabat yang cukup tinggi kedudukannya.

Saya, yang sering bercakap-cakap dengan dia tentang apa saja, tapi terutama mengenai situasi negeri, politik dan kasus-kasus korupsi yang telah terjadi, merenungkan sikapnya itu. Dan sadar bahwa ternyata sering terjadi, pendapat yang diutarakan berbeda dengan sikap yang ditunjukkan. Sungguh berbeda. Dan saya kira, itu tidak hanya terjadi padanya, tetapi pada saya, dia bahkan mungkin saja kita semua. Dalam masalah yang terjadi pada orang lain, orang yang tidak kita kenal, kita dengan mudah bersuara keras mengecam tetapi saat kita sendiri yang terkena masalah, saat kepentingan kita terusik, sungguh bisa sangat lain kelakuan kita. Kita semua. “You tidak tahu siapa saya?....”

Sebenarnya apa yang terjadi? Sungguhkah kita memang sudah kehilangan perasaan malu? Ataukah menurut kita, aturan dan hukum hanya bisa berlaku bagi orang lain, bukan bagi kita? Barangkali soalnya tidak sesederhana itu. Saya berpikir bahwa kita semua, saat kedapatan berbuat salah lalu membela diri seakan-akan tidak salah, karena merasa bahwa kita diperlakukan tidak adil. Karena melihat kenyataan sehari-hari, betapa banyaknya terjadi pelanggaran yang dibiarkan begitu saja, sementara hanya pelanggaran kita saja yang diproses. Pelanggaran kita saja yang dipermasalahkan. Ya, perasaan ketidak-adilan itulah yang sering menjadi sebab mengapa kita semua bersikap menolak bahkan melawan ketika ingin diproses atas pelanggaran dan kesalahan yang kita lakukan.

Kini kita semua hidup di tengah masyarakat yang sangat menomor-satukan materi. Dan dengan kekuasaan dan kekuatan itulah kita dapat meraup materi sebanyak-banyaknya. Bahkan tidak hanya hukum saja yang tergantung pada berapa banyak materi yang kita miliki dan mampu kita bagikan. Juga gelar, kedudukan dan kehormatan semuanya dapat dibeli dengan materi. Kebanggaan yang, walau terkadang sangat mahal harganya, selalu ingin kita raih sebagai manusia yang hidup di tengah masyarakat. Dan jika kita tahu atau bahkan mengenal mereka-mereka yang korup tetapi ternyata sangat dihormati, bagaimana kita dapat menerima saat kita dipersalahkan hanya karena kita merasa apa yang kita lakukan itu hanya soal yang sepele saja? Apalagi jika kita punya relasi yang mampu kita pergunakan juga? Relasi yang mungkin memiliki kekuasaan-kekuatan-kekayaan yang serupa?

Maka siapapun kita, pada akhirnya harus mengakui bahwa, kesalahan seseorang atau sekelompok yang lalu membela diri seakan-akan tidak bersalah merupakan cermin kondisi ketidak-adilan yang demikian nyata di sekeliling kita semua. Ketidak-adilan karena semuanya bisa dan tergantung pada materi. Pada kekayaan-kekuasaan-kekuatan yang kita miliki. “You tidak tahu siapa saya?...” Tetapi kita sendiri, tahukah kita siapa mereka? Mereka yang tak berdaya dan hanya bisa menerima saja ketidak-adilan yang terjadi. Karena mereka hanya orang-orang kecil, tanpa materi, tanpa kekuasaan dan tanpa kekuatan untuk membantah dan melakukan perlawanan. Mereka, orang-orang sederhana itu. Yang jujur, yang patuh terhadap hukum, yang sadar akan keterbatasannya sendiri. Siapakah mereka? Tahukah kita?


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...