“Kenalkah kau padaku? Sungguh-sungguhkah engkau mengenalku?” Dia memandangku dengan tajam. Aku terpana dan berdiam diri. Siapakah yang sungguh mengenal diriku? Aku tidak tahu. Sebab terkadang aku bahkan tidak tahu siapakah diriku sendiri. Mengapa aku berbuat ini atau itu. Mengapa aku berpikir begini atau begitu. Hidup sungguh sering terasa asing. Betapa banyak hal-hal yang tersembunyi dari pandangan orang lain. Seakrab dan sedekat apa pun hubunganku dengan mereka, tetap ada satu sudut dalam diriku yang tidak nampak. Tetap ada satu sisi yang berlainan antara kelompok teman yang satu dengan yang lain.
Jiwa yang satu sungguh menyimpan ribuan misteri. Dan kita hidup bersama misteri-misteri itu. Kebenaran seringkali mengabur dalam niat, nafsu dan ambisi kita. Kita hidup bersama topeng-topeng yang kita buat untuk melindungi diri kita dari pandangan orang lain. Kita takut terbuka. Kita takut dikenal. Karena kegagalan kita dalam menaklukkan segala hasrat dan cita kita. Maka kita tenggelam dalam kesalah-pahaman mengenai hidup ini. Kita bahkan menikmatinya sebagai suatu kemestian. Sering bahkan kita ngotot pada pendapat kita yang kita anggap sebagai suatu kebenaran yang mutlak benar.
Demikianlah perasaan itu bergejolak dalam diriku saat berhadapan dengan sahabatku itu. Aku mengenalnya sebagai seorang pria yang baik. Dengan istri yang cantik dan dua orang putranya yang lucu dan lincah. Tetapi saat ini, aku menemuinya di sebuah ruang tahanan kepolisian setelah beberapa malam lalu tertangkap tangan sedang melakukan transaksi narkoba dengan seorang wanita. Bahkan istri seorang aparat pula. Dijebakkah dia? Tetapi apa pun sebabnya, satu hal telah tersibak, kebenaran tidak selamanya sama dengan apa yang nampak dalam penampilan sehari-harinya di hadapanku.
Maka berapa banyakkah dari kita yang hidup bersama topeng-topeng indahnya? Berapa banyak dari kitakah yang menikmati hidup bersama bopeng-bopeng tersembunyi di balik pantulan wajah yang lugu dan nampak bersih? Berapa banyakkah? Aku bahkan berpikir bahwa kita semua memang hidup bersama topeng-topeng yang kita kenakan setiap saat, topeng-topeng yang sering berubah-ubah bentuk setiap saat dan setiap kesempatan. Tergantung pada siapa akan kita nampakkan wajah kita. Dan inilah misteri-misteri kehidupan di dunia ini.
Kita seringkali tenggelam dalam keasyikan kita terhadap diri sendiri. Kita menikmati hidup bahkan dengan melupakan segala apa yang berlangsung di sekeliling kita. Kita hidup bersama nafsu, hasrat dan ambisi kita masing-masing. Kita hidup bersama kebenaran kita sendiri. Hanya pada kebenaran kita. Pada batas itu, apa yang baik dan apa yang buruk pun mengabur. Kita hidup dalam bayang-bayang dengan selalu memakai topeng saat menghadapi kenyataan. Menyembunyikan diri kita yang sesungguhnya dari pandangan orang lain. Bahkan dari pandangan orang yang terdekat pada kita sekali pun.
Dengan dipenuhi perasaan kusut dalam hati, aku meninggalkan ruang tahanan itu. Siang dengan cahaya matahari yang terik sedang membakar bumi. Siang dengan cahaya terangnya yang amat menyilaukan mataku setelah meninggalkan ruang sempit yang gelap dan suram itu. Di luar, orang lalu lalang seakan tidak peduli dan tidak pernah peduli pada kekisruhan satu jiwa yang terkungkung. Orang-orang, yang seperti sahabatku dan aku sendiri, hidup dengan topeng kami masing-masing. Tenggelam dalam kehidupan dan diri kami masing-masing. Kebenaran, ah, barang apakah itu?
A. Tonny Sutedja
Vita Brevis. Hidup itu singkat. Maka jangan pernah berputus harap. Dum Spiro, Spero. Selama aku bernafas, aku berpengharapan. Tetaplah berjuang!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
WAKTU
Sering, saat malam kelam, aku menatap puluhan, ratusan bahkan ribuan bintang yang kelap-kelip di langit di atas kepalaku. Panorama yang ha...
-
Kita tahu bahwa kita ini hanya setitik debu di lautan sejarah yang tak terbatas Kita tahu bahwa rasa sering tak bisa kita sampaikan ...
-
Adalah menakjubkan, hanya dengan 26 huruf, begitu banyak kata dan kalimat tersusun, begitu banyak buku tercipta, begitu banyak kata terpaha...
-
Perlahan-lahan kendaraan yang kami tumpangi melewati jalanan yang berliku, rusak parah dan dipenuhi dengan lumpur kecoklatan. Di sebelah kir...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar