31 Desember 2007

REMAJA

"Cobalah dibayangkan" kata remaja itu kepadaku, "Aku hidup di tengah sebuah keluarga yang pas-pasan. Rumahku kecil, tua dan kusam. Di musim hujan seperti saat ini, bocor kiri kanan. Dan kadang banjir datang dengan air yang kotor dan berlumpur menggenangi lantai rumah sehingga kami sekeluarga harus bekerja keras untuk membersihkannya. Aku seorang pengangguran, lulusan SMU, sedang seorang kakakku bekerja sebagai SPG di sebuah toko di Mal yang mewah. Lantainya amat bersih dan licin dengan udara yang sejuk karena ber-AC. Nah, bagaimana aku tidak ingin melarikan diri dari lingkunganku yang sempit ini untuk mencicipi kemewahan itu? Aku dikelilingi dengan kondisi hidup yang kontras dengan keadaan kami sehari-hari. Dengan penghasilan keluarga kami yang amat minim, bahkan kadang mesti gali lubang tutup lubang, bagaimana aku dapat sabar berproses? Kebaikan dan kejujuran di jaman ini hanya berujung pada penderitaan dan kemiskinan. Sementara itu, lihatlah, para pejabat, pengusaha serta orang-orang kuat itu. Mereka hidup enak walau kotor, tidak jujur dan KKN kiri kanan. Sebab itu aku memilih jalan pintas ini. Ya, memang aku salah, tetapi aku tidak peduli lagi. Aku frustrasi menjalani hidup ini......."

Aku memandang remaja itu. Dia baru saja tertangkap tangan menjambret di sebuah Mal yang ramai. Dan kini, dengan wajah morat-marit akibat digebuk ramai-ramai, dia menunduk sambil menangis. Perasaanku amat pahit. Suatu lubang hitam besar menganga dalam hatiku. Adakah jalan keluar baginya?

Demikianlah isi surat dari seorang temanku, seorang hakim negeri. Dan demikian pula situasi yang kini dihadapi oleh banyak remaja di negeri ini. Sadarilah bahwa perbuatan-perbuatan mereka tidaklah sederhana, hitam atau putih, baik atau buruk dan pantas atau tak pantas. Dalam banyak segi kita juga ikut bertanggung jawab atas segala tindakan mereka. Tetapi kebanyakan kita hanya diam, cuci tangan seperti Pilatus yang cuci tangan membiarkan orang-orang berbuat salah dengan menyerahkan Yesus untuk disalibkan. Kita merasa puas diri atas hidup kita tanpa memperdulikan lagi situasi orang-orang lain. Truth is not only violated by falsehood; it may outraged by silence (Kebenaran tidak hanya diperkosa oleh kepalsuan; tetapi juga oleh sikap berdiam diri) kata seorang filsuf Swiss, Henry Frederic Amiel (1821-1881). Semoga di masa pertobatan ini kita semua, sebagai umat Katolik, dapat saling memahami kondisi masing-masing tanpa saling menyalahkan tetapi dengan ikut serta berbuat untuk, paling tidak, dapat menata ulang kehidupan kita kembali.


A. Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...