20 April 2008

MENAKJUBKAN

Menakjubkan. Milyaran manusia dengan milyaran hasrat, ambisi dan keinginan. Milyaran manusia dengan milyaran tabiat, pola pikir dan kelakuan. Bayangkan, bagaimana segala suara-suara kehidupan itu bercampur baur naik ke Sang Pencipta, bagaikan asap yang membubung memenuhi kediamanNya? Dan bahkan seringkali kita tak mampu menyadari keberadaanNya. Satu dunia dan satu bumi yang telah tercipta sejak berjuta-juta tahun lampau, dan masih akan menuju ke jutaan tahun ke depan, bagaimana caranya Dia mengatur semuanya itu? Menakjubkan.

Kesementaraan kita sungguh tak berarti disepanjang perjalanan waktu alam semesta. Bagaikan noktah-noktah kecil di tengah samudra luas tak terbatas. Yang bahkan jarang kita sadari keterbatasannya dalam hidup yang memanjang sepanjang waktu. Keabadian, barang apakah itu? Tidakkah seringkali hidup kita yang sedemikian terpencil di sudut galaksi maha luas ini, terasa bagaikan pusat kekuasaan kita semata? Kita bahkan jarang menyadari bahwa saat kita semakin sempit, semakin memendek, dan semakin terkucil di tengah hiruk pikuk kesibukan kita dalam menghidupi hidup yang hanya amat singkat ini.

Hidup ini sungguh rapuh. Berapa lamakah akan kita jalani dia? Berapa banyakkah denyut jantung kita akan berdetak? Berapa banyakkah udara yang akan kita hirup? Kita, diri kita, pemikiran kita, hasrat kita, ambisi kita, keinginan kita, semuanya akan menuju kemanakah? Dan tidakkah bahwa, di muka bumi yang serba terbatas di tengah lautan maha luas semesta alam, kita hanya secuil debu yang merasa menjadi pusat segala sesuatu? Hidup ini memang amat rapuh. Namun, di dalam kerapuhannya, seringkali kita merasa bahwa kitalah sang pusat itu. Kitalah sang penguasa tunggal kehidupan ini. Kitalah mahluk yang luar biasa tanpa menyadari kerapuhan kita sendiri.

Aku milik kita sendiri. Aku yang mutlak kita rasakan. Aku yang seharusnya bertugas untuk hidup dan memelihara hidup, kini bertindak sebagai penguasa mutlak yang membanggakan diri, atau melacurkan diri, atau menghancurkan diri, atau berbuat apapun yang kita inginkan tanpa mau tahu dan mau menyadari kewajiban-kewajiban kita untuk memelihara dan melindungi keberadaan kita yang hanya sebuah noktah kecil di alam raya. Sebab kitalah yang merasa menjadi pusat dunia. Pusat keinginan. Pusat segala-galanya.

Tetapi marilah kita coba merenungkan kembali keberadaan kita di tengah kemaha-luasan semesta alam ini. Kita membayangkan jarak yang panjang dan tak terjangkau jauh di luar planet kita yang mungil ini. Atau marilah kita coba merasakan kehadiran insan-insan lain di luar tubuh fisik kita. Milyaran sesama kita. Milyaran mahluk lain yang berada di tengah keberadaan kita di sini. Milyaran suka duka mereka. Milyaran harapan-harapan mereka. Milyaran alur kehidupan mereka. Ah, mampukah kita membayangkan semua itu dengan mudah? Mampukah kita merasakan kehadiran mereka dengan sadar? Mampukah kita menyadari betapa kecilnya hidup kita sendiri? Mampukah kita?

Menakjubkan. Ya sungguh menakjubkan jika kita mampu menyadari semua hal itu. Dan karena itulah, Dia yang menciptakan dan mengatur segala sesuatu di alam semesta ini, menjadi suatu sumber kekuatan yang amat Maha bagi diri kita sendiri. Terutama untuk menyadari dengan rendah hati pada keterbatasan kita menghidupi hidup. Dan pada akhirnya kita mesti mengakui bahwa kita sendiri bukanlah Sang Pusat yang terkucil dan dengan angkuh dapat menciptakan suka duka hidup ini. Bukan. Kita manusia yang lemah dengan hidup yang rapuh, kita dengan segala kesadaran dan perasaan kita, kita semua haruslah mengakui betapa kecilnya kita. Betapa miskinnya kita. Betapa tak berdayanya kita. Betapa tak berartinya kita jika hidup yang kita miliki ini adalah segala-galanya. Jauh, jauh di luar jangkauan kita, ada Dia yang tersembunyi, jauh namun dekat, tak nampak tetapi ada, sebagai sumber kekuatan agar kita mampu menerima dan menghadapi hidup kita sendiri. Dan jika kita sadari itu, maka dengan menunduk rendah, kita bisa mengguman dengan lirih, hidup ini ternyata sungguh menakjubkan di dalam dan bersama Dia. May The Power With You!

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...