16 April 2008

HANYA DIA TAHU

Sudah larut malam. Di luar, suasana terasa amat hening. Dengan perasaan yang hampa, aku memaksa diriku untuk menuliskan penggalan-penggalan pemikiranku. Kantuk belum juga datang. Sehari lewat dan sehari lagi akan datang. Apa yang masih tertinggal dalam perjalanan waktuku? Nampaknya segala hal normal saja. Rutinitas yang tak berujung. Kerja yang tak kunjung usai. Hidup melintas dalam waktu. Dan waktu memenggal kehidupan ini. Akan kemanakah aku?

Ya, seringkali aku tak tahu apa yang menjadi keinginanku. Seringkali aku tak tahu apa yang mengejar hidupku. Terkadang waktu terasa amat panjang. Tetapi sering pula terasa betapa singkatnya waktu berjalan sehingga tak cukuplah 24 jam sehari. Dalam kerja. Pun dalam senggang, hidupku mengalir begitu saja. Kadang terasa cukup dan menyenangkan. Namun kadang pula terasa demikian sempit dan menyusahkan. Inilah hidup dengan segala ironi-ironinya.

Mengapa kita harus ada? Mengapa kita harus merasa? Mengapa kita harus berpikir? Apakah arti keberadaan kita? Dalam rasa dan pikir, apakah artinya itu dalam sejarah riwayat kita? Berguna atau tidakkah keberadaan kita? Jangan-jangan segala yang kita rasakan, segala yang kita pikirkan, segala yang kita alami hanyalah sebuah kesia-siaan belaka. Dan pada saatnya nanti, kita akan lewat dan menghilang dalam udara yang senyap. Dan hampa. Dan kosong.

Sudah larut malam. Mendadak kudengar gonggongan seekor anjing. Suasana hening yang tiba-tiba pecah meghentakkan kesadaranku. Ah, aku sekarang ada dan hidup. Aku sekarang berpikir dan merasa gundah. Apakah artinya itu? Apakah kelak jika waktuku tiba, aku masih akan berpikir dan bisa merasa gundah pula? Mengapakah hidup ini sering terasa asing dan demikian tak kupahami? Aku merasakan denyut jantungku, denyut dari sumber kehidupanku. Inilah tubuhku. Inilah mesin yang membuatku ada dan bisa merasa dan berpikir. Mesin yang kian menua, menjadi usang dan akhirnya akan binasa lalu ditanam sebagai suatu barang tak terpakai di dalam tanah. Saat itu, kemanakah aku? Masih bisakah aku merasa dan berpikir seperti saat ini? Masih adakah aku saat itu?

Ada saatnya aku merasa bimbang. Ada saatnya suatu ketidak-pastian mengisi perenunganku. Aku menatap ke salib besar yang tergantung pada tembok di depanku. Aku menatap tubuh tak berdaya yang tergantung pada salib itu. Aku menatap pada tangan yang terentang, pada paku-paku yang menghujam di telapak tangan dan kakiNya. Pada wajahNya yang kelihatan memelas dan tak berdaya. "AllahKu, ya AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" Ya, bukankah demikian? Kadang aku merasa ditinggalkan seorang diri dalam ketidak-pastian. Dalam kesendirian. Dalam kehampaan hidup. Dalam kekosongan. Siapakah yang akan datang menghiburku? Siapakah yang mau datang membantuku? Siapakah yang sanggup datang menemaniku? Tidak! Pada akhirnya, segala sesuatu harus kuhadapi seorang diri. Segala tantangan, duka lara, kegamangan, rasa sepi, ketakutan ada dan hanya ada pada diriku sendiri. Tidak pada orang lain. Sebab setiap manusia hanya berpusat pada apa yang dimilikinya saja. Maka memandang pada salib besar itu, aku memandang pula segala kesepian, waktu-waktu yang telah terhambur sia, dan masa depan yang tak teraba, dengan keyakinan bahwa, aku bisa merasa ditinggalkan namun tak pernah akan dilupakan olehNya.

Sudah larut malam. Suasana kembali hening. Perlahan ada suara gerimis. Dengan rasa takluk, kututup renunganku sambil berdoa. Mengharapkan agar aku tidak hanya bisa berharap untuk diluputkan dari segala kemalangan dan kesedihan tetapi agar aku diberi kekuatan untuk sanggup menghadapi kehidupan ini. Aku tidak berharap untuk dihindarkan dari segala rasa sepi dan hampa, namun agar aku diberi ketabahan menerima apapun situasi dan kondisi yang kualami saat ini. Hidup ini harus kuhadapi sebab aku sudah ada dan tak bisa kupungkiri itu. Hanya Dia yang tahu apa yang kualami. Hanya Dia yang tahu.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...