29 April 2008

JANGAN TAKUT, PERCAYA SAJA

Pernahkah anda berpikir untuk apa hidup ini? Pernahkah anda merasa kesal pada kehidupan ini? Pernahkah anda merenungkan, dan bertanya dalam hati, serta menyesali keberadaan anda di dunia ini? Pernahkah anda berpikir untuk lebih baik mengakhiri saja semua ini? Karena segala sesuatu nampak sia-sia. Segala sesuatu nampak tak punya arti. Dan segala sesuatu nampak hanya mengarah kepada kegagalan, penderitaan dan sakit hati saja. Ya, kita semua sekali waktu pernah merasa sia-sia, gagal dan tak punya arti apa-apa di tengah kehidupan yang demikian penuh gejolak ini. Kita terpencil jauh di dalam hari-hari yang terasa kian memanjang dan tanpa ujung ini.

Kita menangis di tengah tawa ria lingkungan. Kita tersudut sendiri dan tersisih di tengah keramaian dan kecemerlangan dunia yang hiruk pikuk. Kita tersiksa oleh rasa sakit hati, dendam, rasa pahit, perih dan ketakberdayaan menghadapi dan menerima segala dakwaan, kutuk dan pandangan lingkungan kita. Kita bahkan merasa kehilangan diri kita sendiri saat kita ingin menyadari keberadaan kita. Kita merasa tak punya arti apa-apa lagi. Kita kehilangan diri kita. Bahkan untuk menangis pun kita tak punya tenaga lagi. Hanya rasa hampa tetapi penuh kemarahan yang memenuhi hati dan jiwa kita saja. Kita pasrah walau ingin melawan. Kita gagal dan tak mampu bangkit lagi. Kita pasrah dan mau semuanya ini segera berakhir. Ah, pernahkah anda mengalami semua ini, temanku?

Suatu ketika, Nietzhe mengatakan bahwa, "Dia yang mengetahui untuk apa dia hidup, akan sanggup mengatasi hampir semua yang terjadi atas dirinya". Maka saat kita kehilangan diri kita, saat kita tidak tahu untuk apa lagi kita hidup, saat kita merasa tidak lagi berguna, kita pun tak lagi mampu untuk menghadapi kehidupan ini. Kita tidak sanggup lagi untuk tertawa dan merasa bahagia. Segala canda tawa dari seputar kita akan nampak sebagai ejekan yang langsung menikam jiwa kita. Kita menjadi manusia yang praktis lumpuh dan gagal untuk punya arti lagi di dunia ini. Mengapakah semua itu terjadi? Mengapakah? Nasib Nietzhe pun pada akhirnya berakhir secara tragis di sebuah rumah sakit jiwa setelah menyatakan bahwa Tuhan sudah mati.

Sebagai manusia, kehidupan kita amat saling bergantung dan berhubungan satu dengan yang lain. Sebagai manusia, kita hidup dengan segala sesuatu yang ada di luar kita. Namun, pada dasarnya, kita ini tetap sendirian dengan perasaan kita masing-masing. Pemikiran-pemikiran kita dan perasaan-perasaan kita saling terkait tetapi sering tidak berhubungan. Inilah paradoks hidup. Tak seorang pun yang mampu menembus dinding perasaan yang kita pasang untuk menabiri perbuatan kita. Tak seorang pun. Apa yang kita rasakan, jauh tersembunyi dalam hati kita. Tangisan yang ada di dalamnya, rasa sakit, perih dan dendam mengendap jauh, tersembunyi dari senyuman di wajah kita. Perasaan kita bisa jadi suatu yang amat misterius dan hanya kita sendiri yang mampu merasakannya. Terkadang, bahkan kita sendiri gagal untuk menyadarinya. Kita tak mampu untuk mengendalikan jiwa kita sendiri. Dan sayangnya, hal demikian tak jarang terjadi.

"Jangan takut, percaya saja" demikian suatu ketika Yesus berkata kepada Yairus saat orang-orang memberitakan kematian putrinya. Dan memang, putrinya itu pada akhirnya sembuh kembali. Jangan takut, percaya saja. Pernahkah kita berdiri di sisi Tuhan dengan keyakinan itu? Pernahkah kita berkata kepada dunia, bahwa kita tidak pernah merasa takut untuk hidup karena kita percaya pada kata-kataNya? Pernahkah kita dengan keyakinan yang sama menerima dan menghadapi segala penderitaan, kekerasan, pengkhianatan, pemerkosaan, dan saat kita difitnah oleh dunia? Pernahkah kita percaya dalam saat kita merasa bahwa kita telah ditinggalkan, dihempaskan, sendirian dan merasa tak berdaya dan gagal dalam mencapai apa yang ingin kita inginkan? Pernahkah kita berseru bahwa kita berani untuk hidup karena kita percaya padaNya. Ya, jika kita merasa berani untuk mati demi Tuhan, mengapa kita takut untuk hidup? Hidup atau mati, semua itu milik Tuhan. Dan dengan keyakinan kita pada Sang Pencipta, mengapa kita takut untuk hidup? Mengapa kita perlu merasa gagal dan tak berdaya? Mengapa kita harus takut menghadapi semua penderitaan dan tuduhan-tuduhan dunia? Mengapa? Bukankah itu berarti bahwa kita ternyata gagal untuk percaya kepadaNya?

"Marilah kepadaKu semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu" Marilah kita yang merasa tanpa arti dan guna lagi, untuk tidak perlu merasa takut dan tetap percaya bahwa di dalam kesementaraan hidup di dunia ini, kita takkan pernah akan ditinggalkan oleh Tuhan, walau sering kita merasakan demikian. Karena, bahkan Yesus pun merasakan hal yang sama, ditinggalkan oleh BapaNya sehingga Dia berseru," Allahku, ya Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" saat tergantung di tiang salibNya. Ya, kita sebagai manusia, memiliki banyak kesalahan dan kelemahan namun jangan takut, percaya saja. Dengan demikian, segala rasa duka, nyeri, sakit hati dan sesal akan menjadi tidak berarti lagi karena kita tahu bahwa suatu hari kelak, saat waktunya tiba, kita mampu berdiri di depan Dia sambil berkta, "Aku tidak takut Tuhan, karena aku percaya kepadamu". Dunia, apalah artinya di depan Dia yang menciptakannya? Bukankah begitu, temanku?

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...