Aku tidak sempurna. Aku tahu itu. Dan, siapakah yang bisa memastikan kesempurnaan-nya? Ada atau tidak ada aku, dunia akan berjalan seperti biasanya. Hidup memang tak pernah terikat dengan diri kita. Kitalah yang terikat dengan dunia ini. Namun, tanpa aku, juga dunia ini tak akan pernah ada. Bagiku. Sebab itu, haruskah aku sesali ketidak-sempurnaanku? Haruskah aku sesali kelemahan dan kegagalanku? Haruskah aku kecewa karena tak berhasil mendapatkan apa yang kuingini? Tidak, sebab aku sadar bahwa aku tidak sempurna, sama seperti kalian tidak sempurna. Jika begitu, aku akan menerima apa adanya. Menangisi apa yang pantas ditangisi. Menertawai apa yang layak ditertawai. Menikmati apa yang ada padaku.
Sebab, mengalir bersama waktu, aku hidup dan ada. Sekarang. Saat ini. Dan ketika banyak hal yang terasa sia-sia, bukankah kesia-siaan itu hanya dalam perasaanku saja? Tahukah aku pada perasaan orang lain? Pahamkah aku pada pikiran dan pendapat mereka? Hidup adalah, bagaimana kita memandang suatu peristiwa, tidak hanya dari sudut mataku tetapi juga dari sudut mata banyak orang lain yang berada di sekelilingku. Perbuatanku adalah tanggung jawabku sebagai pribadi yang mandiri, namun bukankah selalu ada akibat-akibat yang, baik langsung maupun tak langsung, pasti bersangkut paut dengan keberadaan sesama kita? Dengan keberadaan semesta alam ini. Maka siapakah aku, selain daripada hanya sesosok mahluk yang tidak sempurna dan karena itu saling terkait dengan sesama dan alam semesta untuk menciptakan satu kesempurnaan Sang Pembentuk Hidup?
Dimanakah kau
Makna pembungkus kata
Dimanakah kau
Laku pembungkus Hidup
Lihat, lihatlah
Tetesan embun di pucuk kembang
Dan semburat jingga di timur fajar
Ada aku, ada kau, ada kita
Dalam bias suara pagi
Hening membentuk lorong waktu
Dan tinggal dalam diam beku
Dimanakah kau?
Ada lirih angin kudengar sayup
Ada larik nada indah mengalun
Dan terkapar dalam benak hari
Aku, Kau, Kita merayapi waktu
Aku tidak sempurna. Aku sadari itu. Selalu, kita hidup berkelana meniti waktu yang mengalir ke muara akhirnya. Saat mana, kekecewaan, keperihan, kedukaan, kekesalan dan sakit hati kita akan berakhir di samudera keheningan abadi. Lanskap merah muda di lautan kebiruan. Dan kebisuan kita akan menyuarakan perasaan yang terdalam. Betapa heningnya. Betapa damainya. Kelak. Titik-titik embun yang melayang di antara langit dan bumi, kini mencari kita. Kini mencari kita......
Tonny Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar