01 April 2013

JUDI


Hidup ini hanya sementara dan kebetulan saja. Dan kita seolah berjudi. Sebab itu, semua kesempatan harus diraih. Kita tidak tahu dan tidak dapat memastikan apa yang bisa kita hadapi bahkan menit-menit ke depan...”. Demikian aku pernah mendengar kalimat itu dari seorang temanku. Memang benar, hidup ini hanya sementara saja. Vita brevis! Tetapi apakah hanya kebetulan kita ada di sini sekarang? Apakah memang kita hidup semata demi berjudi dengan kesempatan yang kita harapkan terjadi?

Aku mengingat kembali kalimat itu saat membaca berita tentang kerusuhan saat pilkada. Setelah membaca mengenai pembantaian di lapas. Saat membaca berita mengenai mereka yang digusur dan dipaksa mengungsi hanya karena soal perbedaan. Apakah memang semua itu dilakukan hanya karena kita berpikir bahwa semua kesempatan harus diterobos, bahkan dengan cara apa saja, demi untuk kepentingan kita dan kelompok kita saja? Karena kita tidak tahu apa yang akan dan bisa terjadi dalam detik-detik di depan, maka semua kemungkinan bisa membuat kita menang tetapi juga kalah? Karena itu kita bisa melupakan semua kepentingan orang lain karena hidup ini hanya soal pilihan dan setiap kemungkinan menjadi perjudian yang kita perjuangkan dengan cara apapun?

Memang, kita tidak mungkin memastikan apa yang akan terjadi bahkan untuk beberapa detik ke depan. Bisa saja kita tiba-tiba meninggalkan semua ini hanya karena satu sumbatan di pembuluh darah otak atau jantung kita. Atau mungkin karena satu kecelakaan yang bahkan bukan salah kita. Kita tidak tahu dan tidak pernah akan tahu sebelum kita mengalaminya sendiri. Tetapi jika semua itu tidak pasti dan secara kebetulan menimpa kita, apakah memang hanya kebetulan kita ada disini dan saat ini? Apakah karena itu semua harus kita raup sebelum kita tiba di ujung hidup agar seakan-akan hidup ini tidak sia-sia kita jalani? Tetapi sia-sia itu apakah? Apakah jika kita gagal meraih harapan kita berati hidup kita sia-sia? Apakah jika kita merasa kalah dalam merebut keinginan dan kepentingan kita berarti bahwa hidup kita telah gagal? Dan jika memang demikian sikap kita, jika memang demikian pandangan kita, untuk apakah kita mengatakan bahwa kita semua percaya bahwa kita semua memiliki keyakinan kepada Sang Pencipta? Bahwa pada akhirnya kelak, kita semua akan menuju akhir yang sama? Tidakkah tindakan dan perbuatan kita justru seakan-akan bermakna bahwa dalam kesementaraannya, hidup ini dapat dan harus dinikmati sekarang juga? Bahwa kita sesungguhnya tidak memiliki harapan lain selain saat ini dan sekarang saja?

Demikianlah, saat membaca berita tentang kerusuhan yang terjadi karena pilkada, pembantaian yang terjadi karena dendam, penggusuran yang terjadi karena beda keyakinan, bahkan pembunuhan yang terjadi karena beda pandangan tiba-tiba membuat aku berpikir bahwa hidup ini telah menjadi ajang perjudian karena kesementaraan dan kebetulan. Keinginan yang selalu kita dambakan mesti dicapai karena kita tidak yakin akan tujuan kita ada disini. Kita tidak memiliki harapan bahwa walau kita telah gagal dalam hidup yang sementara ini, kita bisa benar di hadapan Sang Pencipta yang kita percayai sungguh Maha Adil dan Maha Benar kelak. Kita kehilangan pegangan walau kita senang dan selalu menyerukan nama-Nya setiap saat. Setiap kesempatan.

Maka siapakah kita selain hanya penjudi dalam kehidupan? Siapakah kita selain hanya menginginkan kesempurnaan di dunia yang tidak sempurna ini? Siapakah kita sehingga kita dapat mengira bahwa semua keinginan, semua ambisi dan semua hasrat kita haruslah dapat kita raih karena kita merasa diri sebagai pemilik mutlak kebenaran? Tidakkah kadang kita merasa ragu pada diri kita sendiri? Tidakkah kadang kita merasa bahwa kebenaran yang kita yakini sesungguhnya hanya selubung dari kepentingan dan kenikmatan diri kita saja? Dan kita ada hanya untuk menang dan tidak untuk kalah atau gagal.

Kekerasan selalu terjadi bukan karena terpaksa harus ada. Kekerasan selalu terjadi karena ada yang merasa benar dan ada yang merasa disalahkan. Kekerasan selalu terjadi karena kenyataan yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Kekerasan selalu terjadi karena kita senang berjudi dengan harapan yang mungkin dalam hidup yang sementara dan kebetulan. Kekerasan selalu terjadi karena kita merasa ada dan hadir di dunia ini hanya untuk sekarang dan saat ini. Kekerasan selalu terjadi karena kita telah gagal untuk memiliki tujuan dalam hidup kita. Kekerasan selalu terjadi karena kita tidak lagi meyakini bahwa kelak kita akan menghadap kepada Yang Maha Adil dan Maha Benar. Sungguh, kekerasan terjadi karena kita telah kehilangan Sang Pencipta walau kita selalu menyerukan nama-Nya dan selalu mengharapkan belas kasih-Nya sementara kita melakukan perbuatan dengan kekuatan-kekuasaan-kekayaan yang kita miliki di dunia ini. Kekerasan terjadi karena kita lebih percaya pada diri dan kemampuan kita daripada kepada-Nya. Kekerasan terjadi.....

Hidup ini hanya sementara dan kebetulan saja....” Sungguh dua hal yang kadang sering bertentangan jika kita tidak memiliki keyakinan bahwa dalam kesementaraannya, hidup ini memiliki tujuan. Bahwa hidup ini, walau keberadaan kita kadang tidak kita inginkan karena memang demikianlah adanya, kita telah ada dan hadir bukan atas kehendak kita saja, tetapi karena memang kita harus ada dan hidup demi karena Sang Pencipta menginginkan kita ada sekarang. Dengan demikian walau hidup ini sementara, kita tidaklah dan tidak pernah kebetulan ada. Kita memiliki tujuan, dan tujuan itu akan kita sadari kegagalan dan keberhasilan bukan sekarang tetapi setelah semuanya kita jalani hingga tuntas. Mengabaikan harapan pada-Nya akan membuat kita semua berkutat pada hidup sekarang, membuat kita berjudi demi kesenangan dan kenikmatan kita hingga kita luput pada harapan yang jauh lebih besar dan lebih berharga setelah kita tiba di hembusan nafas terakhir kita. Hidup memang sementara tetapi pasti tidak kebetulan. Detik-detik mendatang memang tidak pasti tetapi jelas kita tidak bisa berjudi demi kepentingan kita semata. Sadarilah bahwa ada hal yang jauh lebih besar dan jauh lebih utama daripada hanya soal menang atau kalah, daripada hanya soal dendam dan sakit hati, daripada hanya karena apa yang kita anggap demi nama-Nya: kemanusiaan kita. Maka tujuan kita bukanlah untuk saling mengenyahkan satu sama lain tetapi justru untuk saling menerima dan saling memahami karena kita semua satu. Karena kita semua adalah ciptaan yang sama dan akan menuju pada akhir yang sama. Kita adalah ciptaan-Nya. Kita semua.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...