Pernahkah
kau menyaksikan panorama ini: Saat langit diliputi awan tebal dan
gelap, matahari muncul dari sela-selanya sambil menyinarkan cahayanya
yang demikian indah dan luar biasa menakjubkan. Dengan langit
dipenuhi warna kelabu dan jingga keemasan, keduanya nampak bagaikan
dua sejoli yang demikian akrab, saling isi mengisi dan tak
terpisahkan. Dan sesekali, awan bergerak menutupinya, tetapi sejenak
kemudian dia muncul kembali dengan sinar yang sama tetapi dengan
warna putih cemerlang menusuk mata seakan hanya berkedip pada bumi
yang merindukannya. Merindukannya.
Dan
cobalah menikmati ini: Saat malam lewat dan fajar tiba, berdirilah
merasakan kehangatan cahayanya sambil menghirup kesegaran udara yang
belum dipenuhi asap knalpot kendaraan dan polusi dari industri yang
masih tertidur lelap. Betapa kehangatannya masuk ke dalam tubuhmu,
menyusup ke dalam rasamu dan mengalir ke seluruh ragamu seakan sebuah
aliran yang membuat semangatmu bangkit dan menikmati indahnya hidup
ini. Indahnya hidup ini.
Demikianlah,
setiap saat hidup selalu punya momen yang demikian menakjubkan
sepahit atau sekeras apapun hidup ini. Saat setiap pagi, kita
terbangun, lalu membaca koran pagi dimana dunia nampak demikian suram
dan tak punya harapan, dimana kekerasan, ketidak-adilan, kemiskinan,
kelaparan, penderitaan, pemerkosaan, pembunuhan, perkelahian dan
segala macam berita buruk lainnya memenuhi halaman berita pagi itu,
dan hati kita diliputi keprihatian mendalam, alam semesta tetap
membagikan semangatnya kepada dunia ini. Kepada kita.
Dunia
tak pernah bosan kepada kita, sama seperti Tuhan tak pernah
meninggalkan kita. Tetapi jika kita merasa bahwa Tuhan telah
meninggalkan kita, janganlah salahkan Dia. Manusia mengubah dunia ini
sesuai dengan kehendaknya sendiri, semua dibuatnya kacau, bahkan
sering atas nama-Nya. Padahal yang sesungguhnya adalah demi untuk
kepentingan dirinya sendiri. Tuhan tak pernah meninggalkan kita,
tetapi justru kitalah yang meninggalkan-Nya, tetapi anehnya atau
malah lucunya, kita merasa bahwa Tuhan telah meninggalkan kita.
Sungguh ironi.
Kebaikan
dan kejahatan. Sungguh semua itu tidak tergantung pada Tuhan tetapi
justru pada manusia itu sendiri. Yang diberikan-Nya setiap hari
adalah kesempatan untuk hidup, kesempatan untuk berbuat baik,
kesempatan untuk saling membagikan berkat dan karunia yang kita
miliki, bukannya saling memaksakan kehendak, bukannya untuk saling
menghancurkan agar ada yang menjadi pemenang, bukannya untuk saling
meniadakan satu sama lain. Tidak. Kebaikan dan kejahatan, dua sejoli
yang berjalan seiring bagaikan awan mendung dan cahaya matahari
dengan pilihan sepenuhnya ada di tangan kita. Sepenuhnya ada di
tangan kita. Tuhan telah memberikan kita kesempatan untuk memilih
maka pilihan itulah yang akan menentukan hidup kita kelak. Tuhan
menyayangi manusia, sayang manusia tidak saling menyayangi satu sama
lain, dan karena itu pun tidak menyayangi Tuhan yang menciptakannya.
Sayang sekali.
Tonny
Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar