“Hidup ini
hanya sementara dan kebetulan saja. Dan kita seolah berjudi. Sebab
itu, semua kesempatan harus diraih. Kita tidak tahu dan tidak dapat
memastikan apa yang bisa kita hadapi bahkan menit-menit ke depan...”.
Demikian aku pernah mendengar kalimat itu dari seorang temanku.
Memang benar, hidup ini hanya sementara saja. Vita brevis! Tetapi
apakah hanya kebetulan kita ada di sini sekarang? Apakah memang kita
hidup semata demi berjudi dengan kesempatan yang kita harapkan
terjadi?
Aku mengingat
kembali kalimat itu saat membaca berita tentang kerusuhan saat
pilkada. Setelah membaca mengenai pembantaian di lapas. Saat membaca
berita mengenai mereka yang digusur dan dipaksa mengungsi hanya
karena soal perbedaan. Apakah memang semua itu dilakukan hanya karena
kita berpikir bahwa semua kesempatan harus diterobos, bahkan dengan
cara apa saja, demi untuk kepentingan kita dan kelompok kita saja?
Karena kita tidak tahu apa yang akan dan bisa terjadi dalam
detik-detik di depan, maka semua kemungkinan bisa membuat kita menang
tetapi juga kalah? Karena itu kita bisa melupakan semua kepentingan
orang lain karena hidup ini hanya soal pilihan dan setiap kemungkinan
menjadi perjudian yang kita perjuangkan dengan cara apapun?
Memang, kita
tidak mungkin memastikan apa yang akan terjadi bahkan untuk beberapa
detik ke depan. Bisa saja kita tiba-tiba meninggalkan semua ini hanya
karena satu sumbatan di pembuluh darah otak atau jantung kita. Atau
mungkin karena satu kecelakaan yang bahkan bukan salah kita. Kita
tidak tahu dan tidak pernah akan tahu sebelum kita mengalaminya
sendiri. Tetapi jika semua itu tidak pasti dan secara kebetulan
menimpa kita, apakah memang hanya kebetulan kita ada disini dan saat
ini? Apakah karena itu semua harus kita raup sebelum kita tiba di
ujung hidup agar seakan-akan hidup ini tidak sia-sia kita jalani?
Tetapi sia-sia itu apakah? Apakah jika kita gagal meraih harapan kita
berati hidup kita sia-sia? Apakah jika kita merasa kalah dalam
merebut keinginan dan kepentingan kita berarti bahwa hidup kita telah
gagal? Dan jika memang demikian sikap kita, jika memang demikian
pandangan kita, untuk apakah kita mengatakan bahwa kita semua percaya
bahwa kita semua memiliki keyakinan kepada Sang Pencipta? Bahwa pada
akhirnya kelak, kita semua akan menuju akhir yang sama? Tidakkah
tindakan dan perbuatan kita justru seakan-akan bermakna bahwa dalam
kesementaraannya, hidup ini dapat dan harus dinikmati sekarang juga?
Bahwa kita sesungguhnya tidak memiliki harapan lain selain saat ini
dan sekarang saja?
Demikianlah,
saat membaca berita tentang kerusuhan yang terjadi karena pilkada,
pembantaian yang terjadi karena dendam, penggusuran yang terjadi
karena beda keyakinan, bahkan pembunuhan yang terjadi karena beda
pandangan tiba-tiba membuat aku berpikir bahwa hidup ini telah
menjadi ajang perjudian karena kesementaraan dan kebetulan. Keinginan
yang selalu kita dambakan mesti dicapai karena kita tidak yakin akan
tujuan kita ada disini. Kita tidak memiliki harapan bahwa walau kita
telah gagal dalam hidup yang sementara ini, kita bisa benar di
hadapan Sang Pencipta yang kita percayai sungguh Maha Adil dan Maha
Benar kelak. Kita kehilangan pegangan walau kita senang dan selalu
menyerukan nama-Nya setiap saat. Setiap kesempatan.
Maka siapakah
kita selain hanya penjudi dalam kehidupan? Siapakah kita selain hanya
menginginkan kesempurnaan di dunia yang tidak sempurna ini? Siapakah
kita sehingga kita dapat mengira bahwa semua keinginan, semua ambisi
dan semua hasrat kita haruslah dapat kita raih karena kita merasa
diri sebagai pemilik mutlak kebenaran? Tidakkah kadang kita merasa
ragu pada diri kita sendiri? Tidakkah kadang kita merasa bahwa
kebenaran yang kita yakini sesungguhnya hanya selubung dari
kepentingan dan kenikmatan diri kita saja? Dan kita ada hanya untuk
menang dan tidak untuk kalah atau gagal.
Kekerasan
selalu terjadi bukan karena terpaksa harus ada. Kekerasan selalu
terjadi karena ada yang merasa benar dan ada yang merasa disalahkan.
Kekerasan selalu terjadi karena kenyataan yang tidak sesuai dengan
keinginan kita. Kekerasan selalu terjadi karena kita senang berjudi
dengan harapan yang mungkin dalam hidup yang sementara dan kebetulan.
Kekerasan selalu terjadi karena kita merasa ada dan hadir di dunia
ini hanya untuk sekarang dan saat ini. Kekerasan selalu terjadi
karena kita telah gagal untuk memiliki tujuan dalam hidup kita.
Kekerasan selalu terjadi karena kita tidak lagi meyakini bahwa kelak
kita akan menghadap kepada Yang Maha Adil dan Maha Benar. Sungguh,
kekerasan terjadi karena kita telah kehilangan Sang Pencipta walau
kita selalu menyerukan nama-Nya dan selalu mengharapkan belas
kasih-Nya sementara kita melakukan perbuatan dengan
kekuatan-kekuasaan-kekayaan yang kita miliki di dunia ini. Kekerasan
terjadi karena kita lebih percaya pada diri dan kemampuan kita
daripada kepada-Nya. Kekerasan terjadi.....
“Hidup ini
hanya sementara dan kebetulan saja....” Sungguh dua hal yang kadang
sering bertentangan jika kita tidak memiliki keyakinan bahwa dalam
kesementaraannya, hidup ini memiliki tujuan. Bahwa hidup ini, walau
keberadaan kita kadang tidak kita inginkan karena memang demikianlah
adanya, kita telah ada dan hadir bukan atas kehendak kita saja,
tetapi karena memang kita harus ada dan hidup demi karena Sang
Pencipta menginginkan kita ada sekarang. Dengan demikian walau hidup
ini sementara, kita tidaklah dan tidak pernah kebetulan ada. Kita
memiliki tujuan, dan tujuan itu akan kita sadari kegagalan dan
keberhasilan bukan sekarang tetapi setelah semuanya kita jalani
hingga tuntas. Mengabaikan harapan pada-Nya akan membuat kita semua
berkutat pada hidup sekarang, membuat kita berjudi demi kesenangan
dan kenikmatan kita hingga kita luput pada harapan yang jauh lebih
besar dan lebih berharga setelah kita tiba di hembusan nafas terakhir
kita. Hidup memang sementara tetapi pasti tidak kebetulan.
Detik-detik mendatang memang tidak pasti tetapi jelas kita tidak bisa
berjudi demi kepentingan kita semata. Sadarilah bahwa ada hal yang
jauh lebih besar dan jauh lebih utama daripada hanya soal menang atau
kalah, daripada hanya soal dendam dan sakit hati, daripada hanya
karena apa yang kita anggap demi nama-Nya: kemanusiaan kita. Maka
tujuan kita bukanlah untuk saling mengenyahkan satu sama lain tetapi
justru untuk saling menerima dan saling memahami karena kita semua
satu. Karena kita semua adalah ciptaan yang sama dan akan menuju pada
akhir yang sama. Kita adalah ciptaan-Nya. Kita semua.
Tonny
Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar