Malam. Gerimis dan kegelapan meliputi
sekeliling. Kami berjalan dengan pelan dan tenang. Sambil
masing-masing memegang sebatang lilin putih yang menyala. Cahaya
terasa samar dan redup dalam gelapnya udara di tempat yang jauh
terpencil dari pusat keramaian. Prosesi doa rosario ini dilakukan
dalam bulan Maria di stasi DKB I, sebuah stasi yang terletak kurang
lebih 70 km dari kota Kendari. Jauh dari hiruk pikuk, di sudut
pedalaman yang terpencil, sebuah stasi yang sederhana namun dalam
kesederhanaanlah kita semua dapat menemukan kedamaian diri.
Hidup tidaklah sederhana. Memang.
Tetapi dalam ketidak-sederhanaannya, kita selalu dapat berupaya untuk
tidak membuatnya semakin rumit dengan segala ambisi, hasrat dan
keinginan kita semata. Kepasrahan menerima apa saja yang dapat kita
raih, kerelaan untuk menghadapi apa saja yang mungkin kita hadapi,
kesederhanaan dalam kehidupan yang semakin pelik ini selayaknya dapat
kita temukan pada Maria, Bunda Yesus. “Sesungguhnya aku ini adalah
hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu” kata Maria
kepada malaikat Gabriel yang diutus kepadanya untuk memberitakan
rencana kelahiran Yesus (Luk1:38). Kesederhanaan ditengah kerumitan
segala peristiwa yang terjadi saat Maria kemudian hamil dan
menghadapi masyarakat sebelum bersuamikan Yusuf.
Maka dalam kegelapan malam, dengan
diterangi lilin-lilin yang menyala di tangan, dan dingin yang memeluk
tubuh, kami mencari dan menemukan sebuah harapan bahwa, tak ada yang
mustahil selama kita semua tetap yakin dan percaya kepada iman kita.
Masa lalu telah lewat. Masa depan masih menjadi suatu rahasia. Tetapi
kini dan saat ini, kami semua tetap dapat menikmati kedamaian hati
dan sesungguhnya itu sudah cukup dalam melewati kehidupan kita
sehari-hari. Jangan takut, tetapi percayalah maka semuanya dapat
terjadi sesuai dengan harapan kita selama harapan itu sejalan dengan
kehendak-Nya.
“Salam Maria
penuh rahmat, terpujilah engkau di antara wanita dan terpujilah buah
tubuhmu, Yesus. Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa
ini, sekarang dan waktu kami mati. Amin.”
Tonny Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar