05 April 2013

DI BATAS CAKRAWALA


Kita tahu bahwa semua kehidupan pasti memiliki akhirnya masing-masing. Dan apa yang kita jalani sama dengan memandang batas cakrawala yang sering membuat kita terpesona tetapi sering pula membuat kita meneteskan air mata. Sungguh, semua memiliki waktunya sendiri-sendiri. Melangkahi jalan setapak dengan kaki yang terseret-seret. Mendaki dan menurun. Menuju titik dimana akhir menanti dalam diam.

Dan di atas sini, mega berarak, kadang selembut kapas kadang pula sekeras badai. Tak ada yang tahu apa dan bagaimana masa depan itu. Tak ada yang dapat memastikan kemana dan untuk apa? Angin berhembus perlahan lalu berputar deras menjadi taifun. Kita masing-masing memandang cakrawala yang sama walau dengan suasana dan situasi yang berbeda. Dan hamburan tawa atau isak tangis, apakah bedanya? Di batas cakrawala, kita pasti punya akhir masing-masing.

Sebab memang, kita masing-masing memiliki hidup. Tetapi hidup sendiri bukan milik kita semata. Indahnya saat mawar mekar dan redupnya saat kelopaknya mulai berguguran ke bumi. Dalam diam. Dalam bisu. Bagaimana dapat kau lukiskan panorama yang demikian indah tanpa merasakan sejuknya udara, hembusan angin, suara percik air dan nyanyian burung-burung? Bukankah semua itu demikian berharga, justru di saat-saat terakhir ketika kita akan pergi?

Maka memang, walau jalan yang kita tempuh ini terasa demikian beringsut pelan, demikian beronak sehingga menusuk kulitmu, demikian terjal dan penuh tantangan, selalu ada dan hadir keindahan yang tersembunyi yang sering tak kita sadari hingga saatnya kita harus kehilangan dia. Hidup adalah sesuatu, kawanku. Hidup memang selalu sesuatu. Dan sesuatu itulah yang harus kita jangkau sebagai sebuah keseluruhan. Di batas cakrawala, segalanya tak berbatas lagi.

Pada akhirnya, jika kita harus pergi. Jika semuanya harus ditinggalkan. Tataplah langit dan bumi yang menyatu dalam cakrawala hidupmu. Dan saksikanlah betapa menyatunya alam semesta ini dalam satu paduan warna yang mempesona. Nikmati pula kesegaran suasana yang mengelilingimu. Sambil bersyukur. Sambil bernyanyi. Sambil tertawa riang. Sambil meneteskan air matamu. Sambil berbisik pada dunia ini: Sungguh, betapa aku rindu padamu. Rindu padamu.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...