23 April 2013

ALASAN


Inilah negara yang para pejabatnya mempunyai ribuan alasan atas ketidak-mampuan dan kegagalan pada tugas dan kewajibannya. Inilah negara yang kehilangan rasa tanggung-jawab atas kekuasaan yang dimilikinya. Dan dengan dalih berbagai alasan itulah, kekacauan nampak seakan-akan hanya sebuah proses penundaan. Dan korupsi seakan-akan hanya sekedar kelalaian belaka. Kekerasan pun seakan-akan hanya tindakan yang tidak disengaja atau tidak direncanakan. Alasan menjadi dalih untuk lari dan lepas tangan dari ketidak-mampuan menguasai persoalan yang wajib dihadapi.

Entah mengapa, kita tidak khawatir dengan keadaan ini. Entah mengapa, kita dengan enteng merasa tidak perlu peduli dengan kondisi tersebut. Walau jelas, selalu ada yang dikurbankan atas setiap kegagalan yang terjadi, kita tetap merasa berhasil dan sukses serta menafikan segala kekisruhan dan korban yang diakibatkannya. Pantaskah itu semua menjadi satu kebiasaan? Bagaimana kita dapat memperbaiki diri jika kita menolak menerima kenyataan yang ada? Dan selalu bersembunyi di balik alasan kesalahan tehnis yang seharusnya dapat kita atasi jika saja sejak awal, sebelum kekacauan terjadi, kita dapat mengetahuinya? Dan layakkah kita saling menyalahkan, saling mencari kambing hitam atas segala kejadian yang seharusnya dapat dicegah jika kita mau berusaha dan tidak asal menerima laporan dari balik meja saja?

Berhentilah untuk mencari-cari alasan pembenaran diri. Berhentilah untuk saling melempar tanggung-jawab dan saling menyalahkan atas kegagalan kita sendiri. Memang, tak ada yang sempurna di dunia yang tidak sempurna ini. Tetapi juga, semua ketidak-sempurnaan dapat ditekan se-minimal mungkin jika kita mau berusaha sedikit lebih keras. Jika kita memahami tugas dan pekerjaan kita. Jika kita mau belajar dan mau memikirkan suara-suara lain selain dari pikiran kita saja. Sebab kita tidak sendirian hidup. Sebab setiap perbuatan dan keputusan kita selalu akan punya dampak terhadap banyak orang, maka seharusnya pula kita mau dan harus menerima dan memikirkan pendapat dan saran lain yang berbeda dengan pemikiran kita. Dengan demikian, kita baru punya alasan jika nantinya kita gagal menyempurnakan apa yang harus kita lakukan. Kekerasan hati memang bukan obat yang manjur apalagi bersembunyi dibalik ribuan alasan serta melempar tanggung-jawab kepada mereka yang tidak punya kekuasaan untuk itu.

Tetapi demikianlah yang terjadi. Kita tetap kukuh pada pemikiran kita, entah karena memang kita merasa pemikiran kita itu untuk kepentingan umum ataukah karena sebab-sebab lain yang hanya kita sendiri yang ketahui, dan menolak pandangan orang lain tetapi kemudian mengurbankan ribuan orang tanpa merasa bersalah sedikitpun. Tanpa rasa salah sedikitpun. Kita merasa kegagalan kita hanyalah akibat kegagalan orang lain. Kita bahkan mungkin merasa menjadi kurban atas nasib banyak orang tanpa menyadari bahwa sesungguhnya kitalah yang punya kekuasaan dan kemampuan untuk menghindarkan sesama kita dari kekacauan itu. Kita dengan enteng bersembunyi di belakang ribuan alasan tanpa mau tahu betapa telah terjadi kerusakan moral dan keterlambatan waktu akibat kegagalan kita sendiri. Pantaskah itu?

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...