24 September 2009

MENEMUKAN DUNIA

Memang, seringkali hidup terasa menjemukan. Baik saat kita dipenuhi kegiatan, apalagi saat lowong dan tak tahu apa yang harus kita buat. Perasaan jemu dan hampa membuat kita bingung dan bimbang. Apa gunanya hidup ini? Mengapa segala apa yang kita kerjakan terasa tanpa arti dan samasekali tak berguna? Lalu kita ingin melarikan diri dari gejolak kekosongan tersebut, kita ingin menyembunyikan kenyataan yang mendera kita lalu, larut ke dalam mimpi-mimpi semu bersama dunia gegap gempita, narkotika, kenikmatan badani dan apa saja yang dapat membuat kita melupakan perasaan jemu itu. Tetapi tenyata, yang kita temukan hanya impian sesaat. Ketika semuanya usai, dan kita masuk kembali dalam kenyataan, semuanya kembali seperti semua. Berputar bagai gasing, kita mengulang kembali proses pelupaan diri itu sambil, secara sadar dan tak sadar, melukai dan menghancurkan tubuh dan hidup kita sendiri.

Memang, seringkali hidup terasa menjemukan. Siapa yang tak pernah mengalaminya? Siapa? Tak seorang pun luput darinya. Namun, sesungguhnya hidup ini adalah suatu proses yang bergerak terus menerus. Kita berjalan menempuh waktu yang tak bisa kita tolak, dan tak mungkin kita balik langkah. Dan ada ujung yang demikian pastinya, suatu titik dimana kita berawal dan kelak akan berakhir. Dalam garis perjalanan itulah, kita ada, dan menikmati keberadaan kita. Jadi, jika kita memiliki titik awal dan titik akhir masing-masing, perlukah kita mengkhawatirkan apa yang sedang dan akan kita alami? Bukankah yang bisa kita lakukan hanya menikmati kegembiraan dan keberadaan kita di dunia ini? Sesungguhnya, ada banyak hal yang bisa kita rengkuh namun seringkali luput dari pandangan kita. Hal-hal sederhana, sesuatu yang indah dan murni, namun karena sempitnya pemikiran kita, sering kita lupakan dan tak pernah memperhatikannya.

Lihat, dua ekor kucing yang berbaring sambil saling menggosokkan tubuh mereka. Lihat, keindahan dan hiruplah keindahan dan keharuman bunga-bunga yang mekar mewangi. Lihat dedaunan yang menguning lalu gugur dari tangkai pepohonan yang ada depan kita. Lihat keceriaan anak-anak yang berlari-larian seakan tak ada beban yang ditanggungnya. Lihat dan rasakan. Apa yang ada di depan mata kita adalah suatu kenyataan hidup, suatu proses dari keberadaan kita. Tetapi, kita sering terperangkap dalam pikiran sendiri. Kita menolak keindahan dan kegembiraan dunia saat kita merasa didera kekecewaan, sakit hati, kegagalan dan dicemoohkan serta disudutkan seorang diri. Kita adalah kita dalam pikiran, bukan dalam kenyataan. Maka kita ingin lupakan dunia ini. Kita lari dan menolaknya karena merasa putus asa terhadapnya. Kita pun menghancurkan tubuh ini, kehidupan ini dan tanpa kita sadari, kita menghancurkan sekeliling kita juga, keluarga kita, sahabat kita dan masyarakat kita. Semuanya...

Memang, seringkali hidup itu terasa menjemukan. Apa yang kita buat seakan tak punya arti. Kita kehilangan makna, tak tahu apa yang kita cari, apa yang kita inginkan dan apa yang kita hadapi. Kita gagal memahami situasi karena kita hanya ingin dipahami dan ingin mencapai semuanya yang kita kehendaki tanpa menyadari bahwa, selain kita, ada banyak keterkaitan satu sama lain dengan sesama dan dunia seputar kita. Kita berpikir bahwa, dunia ini milik kita semata, padahal, bukankah ada sedemikian banyak kehidupan yang bergerak dan berdenyut setiap saat di seputaran kita? Bukankah kita hanya setitik noktah yang teramat kecil di keluasan alam raya ini? Bukankah kita hanya setetes air dalam samudera kehidupan ini? Kehidupan yang nampak demikian raksasa dan menakjubkan, namun juga bagi kita sedemikian rapuh dan kecil. Pernahkah kita menyadari hal itu?

Ada suara kokokan ayam jantan di saat fajar mulai menyingsing. Ada suara angin yang lirih berhembus dan menggerakkan daun di pepohonan. Ada suara percikan air dari keran yang mulai dibuka untuk mengisi bak mandi kita. Ada suara desis api dari kompor yang dinyalakan untuk memanaskan dan memasak masakan kita. Saat itu, ya saat itu, kehidupan mulai berjalan dengan sangat pastinya. Sangat pastinya. Apakah alam merasa bosan dengan rutinitas itu? Apakah kita tak juga mampu menikmati apa yang setiap hari kita alami? Detail kecil dari hidup. Mosaik kecil dari manusia. Rasa, rasakan dan nikmatilah betapa hidup ini berjalan dengan teratur dan rapi setiap hari, setiap saat, tanpa pernah merasa jemu dengannya. Kita, hanya kitalah yang dapat merasakan kejemuan, alam tidak. Ya, alam tidak. Padahal sesungguhnya kita adalah noktah kecil yang sekecil-kecilnya dari perputaran roda waktu di tengah lautan maha luas dan tak bertepi di alam raya ini.

Memang, seringkali hidup terasa menjemukan. Dan menyesakkan jiwa. Namun apabila kita mau memandang kehidupan kita sebagai apa adanya, mau melihat detail-detail kecil dari prosesnya, menikmati dan menyerap apa saja yang bisa kita rasakan, kita akhirnya akan mengetahui betapa indahnya dia. Sungguh, hidup itu indah jika kita mampu memahami, dan menerima apa adanya dia. Derita? Mari hadapi. Sakit hati dan kebencian? Biarkan berlalu. Kekecewaan? Untuk apa? Putus asa? Sama sekali tak berguna. Karena hanya akan merugikan diri kita saja. Ya, diri kita saja. Maka jika kita dikecewakan oleh hidup, mari kita biarkan hidup itu kecewa karena dia tak mampu menghancurkan kita. Kita, insan yang rapuh dalam raga, kuatlah dalam jiwa. Sebab kita ada, bukan untuk ditaklukkan, apalagi ditaklukkan oleh diri kita sendiri. Kita ada untuk menaklukkan dan menguasai keberadaan kita. Menaklukkan segala hasrat dan keinginan kita. Cari dan temukan diri kita, maka kita akan menemukan dunia. Menemukan dunia.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...