08 Desember 2009

MANGSA DAN PEMANGSA

Vladimir: Yah! Ayo kita pergi!

Estragon: Ya, ayo pergi....

(Mereka diam tak bergerak)

[Waiting For Godot – Samuel Beckett]

Apa yang kita pikirkan mengenai masa sekarang? Ada keadaan samar yang dibenarkan. Ada kebenaran yang disamarkan. Dan semua fakta yang membingungkan. Akhirnya, yang tertinggal hanya kata dan kata. Kata dan kata. Memenuhi isi halaman depan koran pagi dan sore. Memenuhi topik-topik utama tabloid dan majalah. Berseliweran dalam siaran televisi dan radio. Semua ingin bicara. Semua tak mau diam. Lalu, yang fakta atau dianggap fakta pun tenggelam diam-diam ke balik layar. Sambil senyum sinis. Sambil senyum sinis. Luput.

Tetapi, ah, siapa yang mengatakan bahwa hal ini sulit. Bukankah semuanya terasa lucu? Cecak merayap diam-diam menguber mangsa. Buaya merayap diam-diam menyergap mangsa. Dan sang mangsa hanya tertinggal pasrah. Menerima nasib. Tanpa tahu kebenaran yang sesungguhnya. Hanya mampu mengeluh. Atau mengutuk. Dipermainkan oleh ketak-tahuannya. Dipermainkan oleh keingin-tahuannya. Semuanya buram dan samar-samar. Tetapi sang mangsa pun bisa bangkit dan menjadi pemangsa yang penuh nafsu untuk memangsa. Maka kini, semua jadi mangsa sekaligus pemangsa. Tak ada kebetulan. Tak ada kebetulan.

Sebab nyata, justru apa yang samar dan buram itulah yang paling menarik minat. Sebab ketak-tahuan selalu mengundang keingin-tahuan. Dan kita merasa bangga jika merasa tahu sesuatu yang sangat samar. Sebab akan menjadi topik yang tak kunjung usai diperbincangkan. Bukankah, dalam keadaan yang samar, kita akan semakin merasa asyik dan menikmati banyak kebebasan tanpa takut dikenali. Bukankah kita seringkali menjadi mangsa sekaligus pemangsa atas apa yang kita kira satu kebenaran yang demikian samarnya, sehingga semua jadi meragukan. Tetapi keraguan yang kita yakini sebagai kebenaran, membuat kita justru siap menerkam mangsa-mangsa yang mungkin tidak mengetahui apa-apa. Tak tahu apa-apa. Sadarkah kita akan hal ini? Sadarkah kita?

Kejujuran. Keterbukaan. Dimanakah itu semua? Jika kita takut dan ragu untuk membuka diri, bukankah itu pertanda bahwa kita takut untuk jujur terhadap kenyataan sesungguhnya yang telah terjadi. Dan ketika mendadak kita merasa menjadi kurban dari lautan kata yang bertaburan, beranikah kita bertanya pada diri kita sendiri, mengapa kita takut untuk jujur serta membuka diri atas apa yang sesungguhnya telah terjadi? Mengapa diam? Mengapa mempersalahkan pemangsa kita? Sebab pada akhirnya, kita adalah mangsa sekaligus pemangsa itu sendiri. Mangsa dan pemangsa itu sendiri.

Maka kini saatnya menunggu. Menunggu. Walau kita sadar bahwa, kita hanya akan menunggu kedatangan Godot yang tak pernah kita kenali. Menunggu sesuatu yang mungkin takkan tiba. Selamanya. Kejujuran. Keterbukaan. Fakta.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...