22 Desember 2009

PANORAMA KEHIDUPAN

Seekor capung kulihat asyik melayang-layang, lalu hinggap di atas daun kembang melati di depan halaman rumahku. Pagi tiba dengan suasana yang tenang dan damai. Langit biru bersih dengan sekelompok mega nampak berkumpul di sebelah timur, di atas jejeran pegunungan yang membujur indah. Sayup-sayup kudengar alunan nada Ravel Bolero yang mengalun indah dan penuh semangat. Hidup, ah hidup seakan memiliki keindahan yang tak terbatas, jika kita mau menikmatinya. Di tiap momen, di tiap kesempatan, hidup selalu menawarkan keelokannya dengan sukarela dan penuh cinta. Masih perlukah kita merasa kecewa atasnya?

Udara sejuk menyentuh ujung-ujung kulitku. Segala perasaanku larut dalam keindahan yang tak tertuliskan dalam kata-kata. Tak ada satu pun kalimat yang mampu menggambarkan pengalaman kita secara utuh dalam mengalami hidup ini. Pengalaman kita amat bersifat pribadi, tak terungkapkan, walau mungkin dapat secara utuh dituturkan atau dikisahkan dalam bahasa yang ringkas. Bagaimana dapat kuceritakan apa yang kurasakan saat menikmati kesegaran udara yang memasuki dadaku, menyentuh kulitku dan angin yang membelai wajahku jika tidak secara nyata mengalami dan menikmatinya sendiri? Dapatkah kalian yang membacanya bisa merasakan secara langsung pengalaman itu?

Panorama kehidupan ini hanya dapat dialami secara langsung. Kita mungkin bisa membayangkan secara tak langsung, namun pastilah tak sama jika kita sendiri tak mengalaminya. Setiap kehidupan, setiap individu, memiliki perasaan subyektipnya masing-masing. Dan tentu saja, kita pasti memiliki tanggapan yang berbeda, bahkan walau itu pengalaman yang sama. Kita, manusia, adalah mahluk yang bebas dalam pemikiran kita masing-masing. Dan tentu saja, tak seorang pun, bahkan atas nama apapun, mampu memaksa kita untuk menyeragamkan cara memandang suatu pengalaman hidup. Tak seorang pun.

Dan ini sungguh suatu anugerah yang menakjubkan yang telah diberikan kepada kita, manusia-manusia yang fana ini, oleh Sang Pencipta. Kita diberikan hidup untuk dijalani. Untuk dinikmati. Kita diberikan kebebasan untuk memutuskan apa yang baik bagi kita. Dan apa yang tidak. Kita adalah mahluk bebas yang dibentuk dari debu. Dan kelak akan kembali menjadi debu. Namun, walau kita serapuh jambangan tanah liat, kita memiliki kekuatan untuk memilih dan menentukan akan kemana kita bawa hidup kita sendiri. Keputusan-keputusan itulah yang akan menentukan nilai kemanusiaan kita. Sebab kita bukanlah batu-batu kerikil yang hanya bisa tergeletak diam dan pasrah.

Seekor capung nampak berayun-ayun di atas kelopak bunga melati yang mengharumkan sekelilingnya. Dan langit biru. Dan suasana yang damai dan tenang. Bukankah setiap saat kita dapat menikmati kesegaran dunia ini? Bukankah setiap saat kita bisa menerima pesona alam yang indah ini? Kita, ya semuanya tergantung hanya pada kita. Hidup itu indah jika kita mau menikmatinya. Karena segalanya telah disediakan bagi kita. Segalanya telah ada di seputar kita. Hanya, seringkali luput dari perhatian kita. Hanya karena kita terlalu terkunci dalam perasaan kita saja. Sehingga gagal memandang betapa sederhananya hidup ini. Betapa sederhananya.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...