08 Desember 2009

SEBUAH FILM. SEBUAH KISAH. SEBUAH LAGU.

Lelaki itu memandang ke panorama di luar jendela kaca yang amat lebar dan memenuhi sekeliling ruangan tamu itu. Dan di luar, alam gemerlap dalam warna putih, dengan salju yang perlahan-lahan turun, bagaikan kapas yang melayang-layang, rindu untuk segera menyentuh bumi. Dalam kesenyapan yang seakan tak berbatas itu, sayup-sayup mengalun melodi indah dari sebuah lagu, sebuah lagu yang membisikkan harapan. Harapan di masa depan. Harapan untuk kemungkinan yang lebih baik dari saat itu. "Somewhere my love, there will be song to sing ......."

Demikianlah salah satu adegan dalam film klasik "Doktor Zhivago" yang kutonton pertama kali di usiaku yang masih sangat remaja, namun amat terpatri dalam ingatan hingga saat ini. Sebuah penggambaran akan kesunyian hidup. Sesosok insan di tengah luas dan heningnya alam raya ini. Sendirian menantang gejolak sosial yang sedang melanda Rusia saat itu. Novelnya sendiri, yang ditulis oleh almarhum Boris Paternaks, kemudian memenangkan hadiah nobel sastra pada tahun 1958.

Betapa keindahan seringkali menyembunyikan rasa duka. Betapa keheningan dan kedamaian senantiasa berdampingan bersama kesepian dan kehampaan hidup. Dan kita senantiasa hidup bersama impian kita, bersama harapan kita senantiasa menemukan kenyataan yang tak selaras dengan apa yang kita angankan. Jauh di dalam hati, kita sering bertanya-tanya tentang keberadaan kita sendiri. Tentang perasaan terkucil yang tidak nyata, sering bahkan di tengah keramaian dan kemeriahan dunia. Kita sering merasa kehilangan tujuan hidup, seringkali merasa ditinggalkan seorang diri, dan bahkan tak mampu untuk keluar dari belenggu kesulitan yang membelit kita.

Sepi. Demikianlah, aku bermenung diri saat menyaksikan panorama indah dari film itu. Betapa perihnya, tetapi juga betapa indahnya rasa sepi itu. Ada hal yang tak mungkin kita ungkapkan dalam kata-kata maupun dalam tulisan, bagaimana mahir pun kita mampu melakukannya. Sepi mengawang bagai kabut di tengah alam yang membentang sunyi namun indah tak terkira. Manusia yang mencari dan terus menerus mencari kedamaiannya. Manusia yang bertanya dan terus menerus bertanya tentang makna keberadaannya di dunia ini. Manusia yang sepi namun tak pernah kehilangan harap. Dan alam yang demikian rela membuka diri kepadanya. Kepadanya.

Namun, dalam gelombang rasa sepi dan damai yang menghujam ke dalam hati kita secara serempak, ternyata sering kita temukan serpih-serpih harapan yang, walau samar-samar, indah dan mempesona. Kebesaran alam. Keanggunan dunia. Dan pada akhirnya, tangan Sang Pencipta Semesta ini. "Even so, near the grave. I beleieve the time will come. When the spirit of good wil conquer. The power of malice and evil" demikian tulis Paternaks dalam sebuah sajaknya yang indah. Ada duka. Ada harap. Dan kita tahu, ya betapa kita tahu, bahwa sepahit apapun hidup ini, ada yang tak mungkin terkalahkan. Ada yang tak mungkin terpatahkan. Harapan kita. Semangat kita. Keyakinan kita.

"Somewhere my love, there will be song to sing. Although the snow. Cover the hope of spring ......." Di suatu tempat, kekasihku. Ada lagu yang dapat dinyanyikan. Walaupun salju. Menutupi harapan musim semi.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...