Suatu pagi, saat
aku sedang menjaga stand kue, datanglah seorang bapak bersama
putranya. Nampaknya bapak itu sedang dalam perjalanan mengantar
putranya ke sekolah, tetapi mampir dulu untuk membeli makanan buat
putranya yang masih sekolah dasar. Sang bapak mengambil sebuah tempat
kue dari dalam tas putranya lalu meminta putranya untuk memilih kue
yang diinginkannya. Anak itu lalu memilih beberapa kue yang
disenanginya, tetapi kemudian muncul satu masalah, ternyata ada kue
pilihan anak itu yang tidak bisa ke dalam tempat kue itu. Dengan
tenang, bapak itu menunjuk kue lain yang lebih kecil, mengambilnya,
lalu berkata kepada putranya: “Kue ini saja, nak. Kau mau khan. Ini
enak juga...” Anak itu memandang ayahnya sejenak dengan raut wajah
sedikit kecewa, tetapi kemudian menganggukkan kepalanya. Maka sang
bapak lalu memasukkan kue tersebut ke dalam tempatnya, membayar lalu
kemudian mereka pun pergi.
Aku menyaksikan kejadian itu dengan
sambil memikirkan betapa kehidupan kita pun sering berlangsung
seperti itu. Kita sering mengalami peristiwa dalam hidup ini
berlangsung tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Apa yang
terjadi sering sama sekali tidak kita harapkan. Dan saya tidak tahu,
apakah kekecewaan anak kecil itu nantinya mengganggu seleranya
terhadap kue yang bukan pilihannya sendiri, tetapi bagaimana pun,
sang bapak juga mengalami dilema jika kue pilihan putranya dia ambil,
dia tidak tahu akan disimpan dimana karena tempat yang disiapkan
tidak mampu menampung kue itu. Jadi masing-masing memiliki
kesulitannya sendiri. Bagi sang anak, pilihannya sesuai dengan selera
yang diinginkannya. Bagi sang bapak, pilihannya sesuai dengan tempat
yang telah disediakan bagi putranya.
Tetapi barangkali inti peristiwa itu
bukan pada apakah kue itu sesuai atau tidak dengan selera sang putra.
Tetapi pada saat anak itu kemudian diminta untuk menyetujui apakah
dapat menerima keinginan sang bapak. Dan saat aku melihat ke deretan
kue-kue yang tersaji di depanku, aku tahu bahwa ternyata masih banyak
jenis kue yang bisa memenuhi tempat kue yang dibawa anak itu. Jadi
sesungguhnya, jika anak itu mau, dia masih punya pilihan lain selain
daripada yang ditawarkan ayahnya kepadanya. Tetapi toh, dia tetap
mengangguk menyetujui keputusan ayahnya. Dan aku merenungkan bahwa
dalam banyak hal dalam hidup kita ini, pada akhirnya kita tetap punya
pilihan lain, tetapi bagi yang percaya, keyakinan pada apa yang telah
diberikan Tuhan kepada kita dapat membuat kita mampu untuk menerima
apa saja yang sedang kita alami.
Memang, kadang kita kecewa dan merasa
pahit atas apa yang kita alami. Tetapi kekecewaan itu janganlah
membuat hidup kita menjadi penuh penyesalan karena jika kita mau,
kita tetap masih memiliki banyak pilihan lain. Dan jika kita percaya
kepada segala yang diinginkan Bapa buat kita, mari kita jalani dan
nikmati hidup ini apa adanya. Sesuai dengan yang diinginkan-Nya.
Sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Bukankah putra bapak tadi tetap
bisa menikmati kue pilihan ayahnya sendiri? Bukankah sang anak tetap
bisa menghilangkan lapar yang nanti dialaminya dengan kue yang
berbeda bentuk, rasa dan jenisnya jika dia tidak larut dalam sesal
dan kecewa karena hasrat, selera dan keinginannya tidak terpenuhi?
Dan bukankah initinya adalah, jika kita percaya, kita dapat menerima
apapun juga yang kita alami tanpa merasa sesal dan sakit hati atau
bahkan putus asa karenanya?
Demikianlah, peristiwa sederhana di
pagi hari itu telah mengajarkan kepadaku sendiri, bahwa selain dari
segala keinginan yang dimiliki seorang anak, semuanya juga tergantung
pada tempat dan kesempatan yang telah disiapkan oleh Bapa kepada
kita. Dan bila kita percaya, maka apapun yang akan terjadi, kita
tetap bisa menikmati hidup ini. Dengan mencukupkan diri dengan apa
yang dapat kita terima. Dengan menerima apa saja yang akan diberikan
Tuhan kepada kita. Dengan menjalani hidup apa adanya. Sebab ternyata,
hidup bukan hanya tergantung pada selera, keinginan dan hasrat kita
saja, tetapi juga pada berapa besar pemberian Tuhan kepada kita. Dan
bagaimana pun juga, sama seperti anak itu, kita tetap punya pilihan
lain, jika kita mau tetapi kepercayaan kepada ayahnya membuatnya
lebih mudah dalam menerima segala apa yang akan diberikan kepadanya.
Tidakkah demikian dengan hidup kita ini?
Tonny Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar