Dapatkah
sikap dan tingkah laku seseorang dirubah? Dapatkah manusia berubah
jika tanpa keinginannya sendiri? Bahkan bila pun dengan keinginannya
sendiri, itu tetap bukan hal yang mudah. Ada
keterbatasan-keterbatasan dalam polah pikir kita yang sungguh menjadi
tembok penghalang dengan tingkah laku kita. Dan kadang, walau kita
tak ingin melakukan sesuatu, namun ternyata kita gagal bukan karena
kita tidak mau berhasil namun karena ternyata hasrat dan nafsu kita
jauh lebih kuat daripada pemikiran kita. Atau jangan-jangan kita
lakukan itu secara otomatis tanpa mau bersusah payah untuk
memikirkannya lagi.
Kita
bukan robot yang hanya bisa berfungsi sesuai dengan program yang
telah ditanamkan dalam memori kita. Memang betul itu. Tetapi
kadang-kadang kita lebih senang menjadi robot dengan mengikuti apa
saja yang telah disampaikan dan diajarkan kepada kita tanpa mau
memikirkan kembali. Karena haruslah diakui bahwa berpikir sungguh
adalah pekerjaan yang sangat melelahkan dan menguras tenaga. Jauh
lebih meletihkan dibanding kerja keras apapun juga yang dilakukan
hanya oleh tubuh kita. Maka sungguh betul bahwa menghapal adalah
pekerjaan yang jauh lebih mudah dibandingkan dengan memahami. Dan
kadang aku berpikir, bahwa selama ini kita dididik untuk tahu, bukan
untuk paham. Dan bagi kita sendiri, bukankah ujian yang hanya berupa
pilihan antara benar dan salah jauh lebih menyenangkan daripada ujian
yang mengharuskan kita untuk menuliskan alam pikiran kita? Karena
kita enggan untuk berpikir sendiri. Karena kita tak mau menyulitkan
diri dengan memahami mengapa dibanding dengan menjawab apa.
Maka
dapatkan seseorang berubah? Dapatkah kita mengubah diri kita? Semua
tergantung pada niat dan kemauan kita sendiri. Mampukah kita
mempergunakan pikiran kita? Maukah kita bersusah payah untuk mencoba
memahami daripada sekedar untuk menghapal agar tahu lalu tetap
tinggal tahu sambil tak peduli mengapa kita harus tahu apakah yang
kita tahu itu benar atau salah. Maka dua ditambah dua adalah empat.
Mengapa dua tambah dua menjadi empat kita tak perlu tahu karena itu
jauh lebih sulit daripada sekedar tahu. Tanpa pemahaman. Tanpa
pemikiran. Tanpa kerja keras untuk memikirkannya. Padahal
sesungguhnya, pengetahuan berkembang justru karena kita semua
berusaha untuk paham dan kemudian mengembangkan pemahaman itu
daripada hanya sekedar untuk tahu saja lalu semuanya menjadi tidak
berarti apa-apa selain daripada selembar ijasah atau gelar yang
terpampang di belakang nama kita.
Dan
kukira, inilah kita sekarang. Saat ini. Kita belajar sekedar untuk
tahu, bukan untuk paham. Dan ilmu yang kita tahu hanya karena kita
ingin lulus dan mendapat selembar ijasah, bukan untuk bekal
pengembangan pemikiran lebih lanjut tetapi sekedar mengejar
pekerjaan, posisi atau pangkat yang lebih tinggi. Hanya untuk
kesenangan fisik, bukan demi pengembangan pemikiran. Demikianlah
kadang aku bertemu dengan mereka yang telah memiliki sederet gelar
tetapi dengan pemikiran yang sederhana. Hitam putih. Sesuai teks
baku. Tanpa pemikiran sendiri. Bahkan gagal memahami mengapa
demikian. Lalu, untuk itukah kita belajar? Hanya untuk tahu, tidak
untuk merubah diri dan pemikiran kita? Untuk itukah? Entahlah.
Tonny
Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar