26 Maret 2013

RENUNGAN


Dapatkah sikap dan tingkah laku seseorang dirubah? Dapatkah manusia berubah jika tanpa keinginannya sendiri? Bahkan bila pun dengan keinginannya sendiri, itu tetap bukan hal yang mudah. Ada keterbatasan-keterbatasan dalam polah pikir kita yang sungguh menjadi tembok penghalang dengan tingkah laku kita. Dan kadang, walau kita tak ingin melakukan sesuatu, namun ternyata kita gagal bukan karena kita tidak mau berhasil namun karena ternyata hasrat dan nafsu kita jauh lebih kuat daripada pemikiran kita. Atau jangan-jangan kita lakukan itu secara otomatis tanpa mau bersusah payah untuk memikirkannya lagi.

Kita bukan robot yang hanya bisa berfungsi sesuai dengan program yang telah ditanamkan dalam memori kita. Memang betul itu. Tetapi kadang-kadang kita lebih senang menjadi robot dengan mengikuti apa saja yang telah disampaikan dan diajarkan kepada kita tanpa mau memikirkan kembali. Karena haruslah diakui bahwa berpikir sungguh adalah pekerjaan yang sangat melelahkan dan menguras tenaga. Jauh lebih meletihkan dibanding kerja keras apapun juga yang dilakukan hanya oleh tubuh kita. Maka sungguh betul bahwa menghapal adalah pekerjaan yang jauh lebih mudah dibandingkan dengan memahami. Dan kadang aku berpikir, bahwa selama ini kita dididik untuk tahu, bukan untuk paham. Dan bagi kita sendiri, bukankah ujian yang hanya berupa pilihan antara benar dan salah jauh lebih menyenangkan daripada ujian yang mengharuskan kita untuk menuliskan alam pikiran kita? Karena kita enggan untuk berpikir sendiri. Karena kita tak mau menyulitkan diri dengan memahami mengapa dibanding dengan menjawab apa.

Maka dapatkan seseorang berubah? Dapatkah kita mengubah diri kita? Semua tergantung pada niat dan kemauan kita sendiri. Mampukah kita mempergunakan pikiran kita? Maukah kita bersusah payah untuk mencoba memahami daripada sekedar untuk menghapal agar tahu lalu tetap tinggal tahu sambil tak peduli mengapa kita harus tahu apakah yang kita tahu itu benar atau salah. Maka dua ditambah dua adalah empat. Mengapa dua tambah dua menjadi empat kita tak perlu tahu karena itu jauh lebih sulit daripada sekedar tahu. Tanpa pemahaman. Tanpa pemikiran. Tanpa kerja keras untuk memikirkannya. Padahal sesungguhnya, pengetahuan berkembang justru karena kita semua berusaha untuk paham dan kemudian mengembangkan pemahaman itu daripada hanya sekedar untuk tahu saja lalu semuanya menjadi tidak berarti apa-apa selain daripada selembar ijasah atau gelar yang terpampang di belakang nama kita.

Dan kukira, inilah kita sekarang. Saat ini. Kita belajar sekedar untuk tahu, bukan untuk paham. Dan ilmu yang kita tahu hanya karena kita ingin lulus dan mendapat selembar ijasah, bukan untuk bekal pengembangan pemikiran lebih lanjut tetapi sekedar mengejar pekerjaan, posisi atau pangkat yang lebih tinggi. Hanya untuk kesenangan fisik, bukan demi pengembangan pemikiran. Demikianlah kadang aku bertemu dengan mereka yang telah memiliki sederet gelar tetapi dengan pemikiran yang sederhana. Hitam putih. Sesuai teks baku. Tanpa pemikiran sendiri. Bahkan gagal memahami mengapa demikian. Lalu, untuk itukah kita belajar? Hanya untuk tahu, tidak untuk merubah diri dan pemikiran kita? Untuk itukah? Entahlah.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...