22 Maret 2013

KELUH


Beratus-ratus dan beratus-ratus juta orang pengeluh telah meninggal.Siapa yang masih mengenal mereka? Dan berapa banyak lagikah yang akan meninggal setelah mereka?” (De Uitvreter – Nescio)


Menjelang senja. Jalanan mulai ramai. Mereka yang pulang setelah kegiatan sepanjang hari. Demi menghidupi diri. Demi menghidupi keluarga. Dan langit perlahan membawa warna jingga keemasan sebelum gelap tiba. Gelap yang tidak selalu kelam. Gelap yang mungkin bermakna istirahat dan kesempatan untuk memikirkan apa yang telah terjadi seharian. Dan harapan untuk hari esok yang akan datang. Mungkin ada rasa sesal atas kesempatan yang terlepas. Mungkin pula ada rasa gembira karena rencana yang telah terlaksana. Tetapi bagaimana pun, kesadaran atas hal itu membuat kita hidup. Membuat kita merasa ada. Dan menikmati keadaan saat ini. Sekarang.

Demikianlah kita sering merenungi kehidupan ini. Kita sering menyesali atau mensyukuri atas apa yang telah terjadi. Sesuatu yang tidak sesuai atau sesuai dengan harapan kita. Tetapi waktu berlanjut terus. Dan kita tak mungkin menghentikannya. Kita mustahil untuk mengatakan, cukuplah sudah semua ini lalu menghentikan langkah kehidupan kita. Tidak, tentu saja. Apa yang telah terjadi tetaplah terjadi. Dan apa yang akan terjadi, biarlah berjalan demikian. Setiap perencanaan kita pada akhirnya kita serahkan pada kemungkinan-kemungkinan yang sering tak mudah kita perkirakan. Dan hidup memang demikian adanya.

Maka siapa pun yang selalu mengeluh tentang kehidupan ini, selayaknya menyadari bahwa memang selalu ada harapan yang tak bisa diwujudkan. Selalu ada rencana yang gagal dijalankan. Tetapi walau demikian, hidup semestinya tetap mengandung keindahan bahkan dalam situasi apapun yang sedang kita alami. Gelap tidak selalu kelam. Bahkan jauh lebih sering gelap tiba bersama harapan bahwa kita dapat berhenti sejenak dari segala kesibukan diri dan mengistirahatkan tubuh yang penat setelah perjuangan mencari hidup. Setelah kerja keras memperpanjang usia. Dan seperti itulah kita adanya. Selalu. Hingga akhir tiba.

Maka setiap senja tiba, sama dengan setiap pagi datang, orang-orang bergerak tetapi seringkali dengan arah yang berlawanan. Pergi dan pulang. Berkarya dan beristirahat. Dan mendadak aku menyadari bahwa, walau setiap hari nampak seakan sama saja, nampak seakan tidak ada yang berubah, bahkan mungkin sering terasa membosankan, ternyata semuanya tetap kita jalani karena kita tidak hanya terpaku di tempat yang sama. Tidak, kita semua bergerak dan dalam pergerakan itulah kita hidup dan menikmati kehidupan ini. Maka sungguh bukan tujuan yang utama, walau tetap penting, tetapi justru dalam perjalanan menuju tujuan itulah, proses mengarah pergi dan balik, kita semua menikmati hidup ini. Karena menyadari bahwa di satu ketika nanti, kita dapat menemukan istirahat kita yang abadi. Dan selama kita ada disini, proses pengalaman kita dapat mengajarkan kita banyak hal yang tak terduga. Dan tak terhindari.

Sungguh, sesal dan syukur adalah dua hal yang tak mungkin kita elakkan. Tetapi kita tak perlu mengeluh karenanya. Kita nikmati saja apa adanya setiap lintasan waktu yang kita miliki. Dan ketika malam tiba, kita tak perlu menangisi kekelamannya, tetapi mensyukuri bahwa besok hari baru akan datang. Dan matahari akan bersinar kembali. Setiap momen kehidupan, baik atau buruk, adalah bagaikan proses kita datang dan pergi dengan saat-saat dimana malam menjadi satu saat untuk merenungi segala yang telah terjadi demi perubahan dan perbaikan di hari esok. Dan di ujung perjalanan itu, di ujung saat hari-hari kita akan lenyap, kita sanggup untuk secara pantas berbisik: “Aku sungguh telah menikmati hidupku secara layak dan tidak menyia-nyiakannya dengan mengeluh dan mengeluh saja.....”.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...