“Nobody knows the trouble I’ve
seen
Nobody knows my sorrow”
Pernah ada masanya dulu, aku
bertanya-tanya, mengapa seakan tak seorang pun dapat mengenal diri
ini. Mengapa seakan tak seorang pun mampu memahami apa yang sedang
kupikirkan. Ya, pernah dulu aku sering merasa sedih bahkan kadang
putus asa saat merasa sendirian, tak dipahami bahkan disepelekan
karena sesuatu yang aku pikirkan. Tetapi sekarang, aku berpikir,
dapatkah seseorang dipahami? Bisakah seseorang dikenal hingga tuntas?
Bukankah kita semua sungguh memiliki sesuatu yang tersembunyi di
dalam diri dan pikiran kita masing-masing? Siapakah yang mampu untuk
memahami kita sepenuh-penuhnya saat kita sendiri sering tidak bisa
mengerti mengapa kita begini? Atau begitu? Siapakah?
Pada hakekatnya memang, tak seorang pun
yang dapat memahami hingga sedalam-dalamnya satu sama lain. Seberapa
dekatnya pun mereka itu. Tak seorang, bahkan kita sendiri pun kadang
tak mampu untuk memahami diri kita. Jadi bagaimana bisa mereka yang
diluar kita memahami kita jika kita sendiri tak mengenal siapa diri
kita? Setiap orang memiliki kesedihan dan kesusahannya masing-masing.
Dan beban itu, bagaimana miripnya pun, tak akan sama dalam pandangan
masing-masing kita. Dan sungguh, sekarang aku berpikir, bahwa itulah
anugerah terbesar yang kita miliki. Anugerah sekaligus tantangan bagi
kita dalam menghadapi hidup ini. Hidup yang, sekaligus mengandung
cobaan dan godaan, sebagai satu sarana untuk menikmati dan bersyukur
karena kita ternyata ada dan sungguh nyata.
Tanpa tantangan dan cobaan hidup akan
membosankan. Tanpa penderitaan kita tak mungkin mengenal kebahagiaan.
Tanpa tangis, kita mustahil tahu artinya tertawa riang. Ya, jika
hidup berupa terang terus menerus tanpa kegelapan, apalagikah artinya
terang itu bagi kita? Maka bukankah dengan mengalami derita dan
kesulitan, kita semua mampu mengetahui potensi diri dan talenta kita
masing-masing? Bukankah dalam segala cobaan dan tantangan itulah
hidup menjadi berarti bagi kita? Mereka yang tak pernah menderita
sesungguhnya tak akan merasakan kebahagiaan. Dan itu berarti bahwa
hidup baginya adalah satu kegagalan. Satu kehampaan.
Di dalam kesusahan inilah terletak
harapan. Dan di dalam harapan inilah hidup akan berbuah perjuangan
untuk melaluinya dengan sepenuh pengalaman diri. Maka siapapun kita,
bagaimanapun kondisi kita dan apapun yang kita alami, percayalah,
bahwa justru masa-masa kesedihan dan kesengsaraan itulah yang kelak
dapat membimbing kita semua untuk menyadari makna hidup ini.
Menyadari bahwa kita sungguh ada dan nyata ada. Percayalah,
kesenangan yang tanpa akhir hanya hanya membuat kita lupa bahwa kita
sesungguhnya hanya seorang manusia yang tidak kekal. Tidak akan
kekal.
Maka kini, aku sadar bahwa memang tak
seorang pun yang mampu untuk mengenal diri ini sepenuh-penuhnya. Tak
seorang pun yang dapat mengetahui kegelapan kita. Tak seorang pun
yang sanggup untuk memahami kita. Sebab memang demikianlah adanya
agar kita sendiri mampu untuk memahami diri kita sendiri. Aku
sendirian. Aku mutlak sendirian dengan pengalaman yang mungkin sama
dengan kalian, tetapi pasti punya cara pandang yang berbeda. Di titik
inilah aku berusaha untuk sadar bahwa memang tak seorang pun yang
dapat mengenal aku sehingga aku tak mungkin memaksakan orang lain
berbuat yang sama dengan apa yang aku pikirkan. Sebab apa aku merasa
sungguh tahu mengapa aku memikirkan hal itu? Apa sungguh aku sadar
mengapa aku mengalami hal itu? Jika tidak, mengapa orang lain harus
mengenal kita? Mengapa harus memaksa orang lain memahami kita?
Mengapa kita harus berkeras hati?
“Tak seorang pun tahu kesulitanku.
Tak seorang pun memahami kesusahanku” Sungguh benarlah lagu
itu.....
Tonny Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar