“Kita harus belajar berpisah
dengan kebahagiaan untuk bisa mencapai yang lebih tinggi dan lebih
jauh. Kita harus berani mempertaruhkan kebahagiaan kita, supaya bisa
mendapatkan kebahagiaan yang lebih tinggi dan lebih besar. ”
(Renungan dan Perjuangan – Sutan Sjahrir)
Tak seorang pun yang dapat meraih
kebahagiaan tanpa sebelumnya melalui pengurbanan. Tak seorang pun
yang dapat menghasilkan buah keberhasilan tanpa melewati penderitaan
dan upaya menyangkal dirinya sendiri. Tak ada keberhasilan yang serba
cepat dan mendadak ada begitu saja. Mereka yang mengharapkan hasil
tanpa susah payah dengan menghalalkan segala cara hanya akan
membuahkan kegagalan dalam menjalani hidupnya sendiri. Paling tidak,
usikan dalam kalbunya. Tetapi entah mengapa, saat ini, semuanya ingin
dijalani dengan serba cepat dan serba mudah. Mungkin akibat terlalu
banyaknya godaan dari dunia yang lebih memanjakan materi daripada
ketentraman hati. Dunia yang lebih mengutamakan penampakan diri
daripada kedamaian hati. Tetapi patutkah itu kita jalani?
Demikianlah aku berpikir saat membaca
renungan indah dari Sutan Syahrir (5 Maret 1909 – 9 April 1966)
yang dibukukan. Jaman telah berubah tetapi pemikiran seseorang akan
abadi selama kita mampu untuk meresapkannya dalam hati. Dan ketika
aku merenungkan situasi dan kondisi saat ini, sungguh pemikiran itu
tetap relevan untuk kita sadari. Di saat korupsi merajalela, di saat
seakan semua ingin mengambil jalan pintas untuk berbahagia tanpa mau
berusaha tahap demi tahap meraihnya. Padahal, kebahagiaan yang lebih
mulia harus diraih dengan mengurbankan kebahagian kecil diri kita
saat ini. Dan hidup memang tidak semudah memencet remote control dan
semuanya terjadi menurut keinginan kita. Tidak, tidak semudah itu.
Kebahagiaan adalah sebuah proses
panjang. Sungguh butuh proses panjang, terkadang bahkan tak berujung.
Sebab kita semua harus menyadari bahwa kita ada sekarang dan saat ini
tidak mendadak begitu saja. Dari saat kelahiran kita, menjadi bayi
yang mungil, masa kanak-kanak, masa remaja dan dewasa yang mampu
menikmati segala kesenangan dunia, tidaklah serentak terjadi begitu
saja. Panjang waktu yang telah kita lalui seharusnya menyadarkan kita
betapa tak mudahnya hari-hari yang telah kita lalui. Tetapi bukankah,
walau tidak mudah, setiap tahap mengandung kegembiraannya sendiri?
Dan walau setiap proses seakan berjalan lamban tetapi toh pasti. Dan
kelak, sebagaimana kelahiran, hidup ini pun pasti akan berakhir di
ujung yang sama. Yang akan dialami setiap kehidupan? Jadi mengapa
kita harus mempercepat proses itu seakan semuanya serba ada dan serba
langsung? Mengapa?
Percayalah, hidup
tidak ringkas. Pun tidak dapat diringkaskan. Maka siapa pun yang
ingin mencapai keberhasilan dan kebahagiaan dengan serba cepat,
langsung dan sekejap pada akhirnya akan menuai kegagalan. Paling
tidak, kegagalan dalam menemukan ketentraman dan kedamaian dalam
jiwanya sendiri. Mereka yang mengharapkan kebahagiaan dalam waktu
secepat-cepatnya sesungguhnya telah gagal membangun hidupnya sendiri.
Telah gagal berguna bagi sesama dan dunia ini. Sebab ada kebahagiaan
yang jauh lebih besar daripada hanya kebahagiaan sesaat sekarang ini.
Maka tidak bisa tidak, memang, kita harus belajar meninggalkan
kebahagiaan sesaat dan mempertaruhkan semua kebahagiaan kita sekarang
demi menuai hasil yang jauh lebih bermakna bagi sesama. Bagi dunia.
Bukan hanya demi kepentingan kita saja. Dan di ujungnya, percayalah,
kita sendiri secara pribadi yang kelak akan menerima hasilnya dalam
kebahagiaan Ilahi. Bersama Sang Pencipta. Tidak bisakah kita berlaku
demikian?
Tonny Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar