24 Maret 2013

APA KABAR?


“Hai, apa kabar?”
“Baik. Kalau kau?”
“Baik juga. Terima kasih”
“Syukurlah kalau begitu”
Begitulah percakapan yang umum kita dengar dan kita ucapkan setiap saat, jika kita bertemu dengan teman dan keluarga, terlebih bila dalam jangka kita tidak bersua dengan mereka. Dan entah, kita memang sungguh dalam keadaan baik-baik saja maupun dalam situasi yang teramat sulit, umumnya kita selalu menjawab bahwa semuanya baik dan tidak ada masalah apa-apa. Kita tersenyum walau dalam hati sedang gundah. Karena terkadang kita merasakan bahwa mereka yang menanyakan kabar kita sesungguhnya hanya bertanya sambil lalu. Karena demikianlah kebiasaan yang umum dilakukan oleh orang-orang. Demikianlah yang biasa dipercakapkan saat kita bertemu. Demikianlah.

Maka, walau keadaan kita sungguh buruk, kita tetap memberikan senyum pada orang-orang. Kita tetap memberikan sebuah harapan bahwa sungguh tak ada masalah dalam perjalanan hidup kita. Kita sering hidup dalam kontradiksi, saat apa yang kita tampakkan sama sekali berbeda dengan apa yang kita pikirkan. Dan kita rasakan. Untuk menunjukkan bahwa kita mampu hidup. Untuk menunjukkan bahwa tak ada beban yang tak dapat kita pikul. Kesedihan dan kesusahan kita cukuplah untuk diri kita sendiri. Dan sama sekali tak perlu untuk dibagikan kepada orang lain. Karena mereka tak pernah akan memahami. Karena mereka bisa berbuat apa?

Hidup seseorang memang sesuatu yang unik. Unik dan satu-satunya dalam riwayat masing-masing. Dan takkan pernah sama, walau pengalaman yang dialami mirip atau bahkan serupa. Apa yang ada di dalam pikiran seseorang, apa yang ada di dalam pikiran kita, siapa yang tahu? Bahkan jika pun kita mampu mengutarakannya, sering pengalaman kesusahan kita terasa berlebihan bagi orang lain. Maka jika hidup lebih mudah dengan menyimpan duka kita sedalam-dalamnya, mengapa kita harus mempersulitnya? Bukankah lebih baik kita membagikan cahaya harapan dari pada membuat orang-orang ikut menjadi muram? Apalagi belum tentu mereka mampu membuat kesulitan kita terjawab. Atau bahkan, jangan-jangan mereka bahkan hanya mentertawakan kelemahan kita.

Demikianlah, sebagian besar dari kita setiap saat sering menyembunyikan fakta kehidupan. Dan tentu saja, kita merasa itu adalah hal yang biasa dan umum. Dan tidak ada yang salah dengan situasi demikian. Kesedihan dan kesusahan kita cukuplah untuk diri sendiri. Cukuplah untuk kita saja. Selebihnya biarlah dunia terasa tetap bersinar dengan cahaya harapan dan kegembiraan. Dengan begitu, kita mampu untuk tetap tersenyum. Kita tetap mampu untuk menerima hidup ini apa adanya. Apa adanya. Bukankah itu lebih indah dan bermanfaat, walau mungkin bukan buat kita? Tetapi percayalah, bahwa dengan semangat yang kita berikan, pada akhirnya akan kembali kepada diri kita. Hidup ternyata tidak sesedih dan sesulit gambaran kita. Sebab, syukurlah semua berjalan sebagaimana mestinya. Sebagaimana adanya. Susah dan senang punya saatnya sendiri. Punya saatnya sendiri.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...