“Baik. Kalau kau?”
“Syukurlah kalau begitu”
Begitulah percakapan yang umum kita
dengar dan kita ucapkan setiap saat, jika kita bertemu dengan teman
dan keluarga, terlebih bila dalam jangka kita tidak bersua dengan
mereka. Dan entah, kita memang sungguh dalam keadaan baik-baik saja
maupun dalam situasi yang teramat sulit, umumnya kita selalu menjawab
bahwa semuanya baik dan tidak ada masalah apa-apa. Kita tersenyum
walau dalam hati sedang gundah. Karena terkadang kita merasakan bahwa
mereka yang menanyakan kabar kita sesungguhnya hanya bertanya sambil
lalu. Karena demikianlah kebiasaan yang umum dilakukan oleh
orang-orang. Demikianlah yang biasa dipercakapkan saat kita bertemu.
Demikianlah.
Maka, walau keadaan kita sungguh buruk,
kita tetap memberikan senyum pada orang-orang. Kita tetap memberikan
sebuah harapan bahwa sungguh tak ada masalah dalam perjalanan hidup
kita. Kita sering hidup dalam kontradiksi, saat apa yang kita
tampakkan sama sekali berbeda dengan apa yang kita pikirkan. Dan kita
rasakan. Untuk menunjukkan bahwa kita mampu hidup. Untuk menunjukkan
bahwa tak ada beban yang tak dapat kita pikul. Kesedihan dan
kesusahan kita cukuplah untuk diri kita sendiri. Dan sama sekali tak
perlu untuk dibagikan kepada orang lain. Karena mereka tak pernah
akan memahami. Karena mereka bisa berbuat apa?
Hidup seseorang memang sesuatu yang
unik. Unik dan satu-satunya dalam riwayat masing-masing. Dan takkan
pernah sama, walau pengalaman yang dialami mirip atau bahkan serupa.
Apa yang ada di dalam pikiran seseorang, apa yang ada di dalam
pikiran kita, siapa yang tahu? Bahkan jika pun kita mampu
mengutarakannya, sering pengalaman kesusahan kita terasa berlebihan
bagi orang lain. Maka jika hidup lebih mudah dengan menyimpan duka
kita sedalam-dalamnya, mengapa kita harus mempersulitnya? Bukankah
lebih baik kita membagikan cahaya harapan dari pada membuat
orang-orang ikut menjadi muram? Apalagi belum tentu mereka mampu
membuat kesulitan kita terjawab. Atau bahkan, jangan-jangan mereka
bahkan hanya mentertawakan kelemahan kita.
Demikianlah, sebagian besar dari kita
setiap saat sering menyembunyikan fakta kehidupan. Dan tentu saja,
kita merasa itu adalah hal yang biasa dan umum. Dan tidak ada yang
salah dengan situasi demikian. Kesedihan dan kesusahan kita cukuplah
untuk diri sendiri. Cukuplah untuk kita saja. Selebihnya biarlah
dunia terasa tetap bersinar dengan cahaya harapan dan kegembiraan.
Dengan begitu, kita mampu untuk tetap tersenyum. Kita tetap mampu
untuk menerima hidup ini apa adanya. Apa adanya. Bukankah itu lebih
indah dan bermanfaat, walau mungkin bukan buat kita? Tetapi
percayalah, bahwa dengan semangat yang kita berikan, pada akhirnya
akan kembali kepada diri kita. Hidup ternyata tidak sesedih dan
sesulit gambaran kita. Sebab, syukurlah semua berjalan sebagaimana
mestinya. Sebagaimana adanya. Susah dan senang punya saatnya sendiri.
Punya saatnya sendiri.
Tonny Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar