13 Agustus 2013

SEMESTA KITA

Kadang-kadang tak terasa betapa cepatnya waktu berlalu. Malam pergi pagi tiba. Dan pagi pun segera menghilang menuju malam kembali. Perayaan natal, tahun baru, imlek, paskah, lebaran seakan berlarian tanpa terkejar dalam ingatan. Demikian seterusnya. Dan kita, sadar atau tidak, terlena dalam perubahan yang tak terpikirkan sehingga sering merasa terkejut saat tahun akan segera berganti. Dan kalender akan segera ditukar. Begitulah kehidupan ini berlangsung. Senang, susah, tawa, tangis, apakah semua itu ada artinya dalam perjalanan hidup yang singkat ini?

Pikiran dan perasaan kita ternyata dapat menipu. Pikiran dan perasaan kita ternyata sering tak sadar akan perjalanan waktu yang telah membawa perubahan. Banyak perubahan telah terjadi dalam kehidupan nyata seiring jalannya waktu. Sementara kita masih berpikir bahwa segala sesuatu tetap. Masih beranggapan bahwa segala sesuatu masih seperti seperti apa yang kita pikirkan. Tetapi kita cenderung menafikan perubahan itu. Mungkin karena kita telah merasa nyaman dan aman dengan kondisi kita. Mungkin pula karena kita khawatir bahwa perubahan itu akan membawa kita menjadi sosok yang berbeda. Tetapi sesungguhnya kita melupakan bahwa yang dulu telah menjadi sejarah. Dan hari esok sesuatu yang mungkin akan menjadi lain sama sekali dari harapan kita. Sesungguhnya itulah tantangan bagi pikiran dan perasaan kita sekarang. Saat ini.

Siapakah kita ini? Sadarkah kita pada kenyataan yang ada di sekeliling kita sekarang? Kita, yang perlahan aus dimakan waktu, menua dengan cepat, menuju akhir yang pasti, dapatkah kita untuk berkeras menahan lajunya sang waktu? Dan haruskah itu? Bukankah kita ini hanya setitik debu di tengah lautan semesta yang tak bertepi? Bagaimana dapat kita membuat diri kita menjadi semesta itu sendiri tanpa mau menyadari betapa kecilnya kita ternyata? Betapa kecilnya. Betapa tak berdayanya. Betapa rapuhnya. Dalam perjalanan waktu, kita semua sama. Kita semua serupa. Kita semua.

Maka di tengah samudera kehidupan ini, dengan gelombang yang kadang mengamuk dalam badai menakutkan tetapi kadang hening menenangkan pula, kau-aku-kita-mereka, sungguh hanyalah riak-riak kecil yang tak berarti di antara alun gelombang yang tak bertepi. Walau kita adalah bagian dari pergerakan itu, kita hanya mampu untuk beralun bersama. Mungkin berbeda dalam ujud tetapi mirip dalam nasib. Keberadaan kita sungguh amat sederhana. Hidup dan menghidupi untuk menuju akhir yang pasti. Dan sesudah itu? Kita akan mendapatkan jawabannya hanya setelah kita mengalaminya. Sendiri. Masing-masing. Sebelum itu, kita bukanlah sang penentu kebenaran. Kita tidak mungkin dapat memastikan apa yang akan kita temui nanti.

Kita adalah manusia yang rapuh. Mudah retak lalu lenyap terhembus angin masa. Di tengah segara kehidupan, di antara lautan alam semesta, kita hanyalah noktah kecil, sangat kecil, yang setiap saat mengarungi nasib kita masing-masing. Seperti saat menulis satu kata, kita dapat mengubahnya kembali, memperbaharuinya, tetapi waktu yang telah lewat tak mungkin lagi dapat kita rengkuh kembali. Demikianlah, bersama waktu, kita tak berdaya sama sekali selain dari menerima dan menghadapi apa saja yang saat ini sedang kita alami. Dan kita harus meluruskan segala pemikiran kita yang sering tak sadar diri pada kemampuan dan kekuatan kita dalam hidup. Hari kemarin telah lewat dan takkan kembali. Hari esok akan tiba tetapi sering diluar jangkauan kita. Sekarang dan hanya saat ini saja kita hidup dan menghidupi diri. Dengan harapan. Dengan semangat. Dengan menjalani dan berupaya untuk menyadari betapa waktu tak mungkin kita kejar, seberapa pun hasrat kita untuk itu.

Pagi datang dan malam menyusul tiba. Hari berganti dan setiap saat kita harus menghadapi kenyataan yang ada dengan satu kepastian. Bahwa di ujungnya kelak, kita akan segera usai. Kita dan waktu akan segera berpisah. Tetapi kitalah yang akan meninggalkan sang waktu sementara dia tetap berlanjut seakan tak berujung. Dan walau kita sering melupakannya, dia tetap berjalan dengan tetap dan kelak akan melepaskan kita dalam kenangan hingga ke titik semuanya berakhir dan kita pun terlupakan. Tetapi, sementara kita ada dan masih ada, disini dan sekarang, kita, aku-kau-mereka, selalu dapat memperjuangkan hidup. Bukan dengan menghancurkannya. Bukan dengan menghilangkannya. Bukan pula dengan mengubahnya sesuai keinginan dan hasrat kita semata. Tetapi memperjuangkan keberlangsungannya dengan kesadaran bahwa, apa yang ada sekarang akan menjadi semakin baik kelak. Sepeninggal kita.

Betapa cepatnya waktu berlalu. Betapa tak terasakannya usia menelan kita. Dan semakin ke depan, semakin singkat pula waktu yang akan kita miliki. Kesadaran itulah yang perlu kita renungkan. Dengan demikian, kita dapat menikmati hari-hari kita. Dapat memperbaharui diri kita. Dan dapat menerima perubahan yang terjadi tanpa rasa pedih atau pun putus asa. Sebab waktu tak pernah berhenti. Sebab waktu selalu melaju. Ke depan. Dan jika kita tak mampu menerimanya, kita akan ditinggalkan. Kita akan dilupakan sebelum waktu kita bersamanya usai. Dan siapa yang berhenti di titik dimana dia masih ada dalam waktu, sesungguhnya telah gagal untuk menemukan makna keberadaannya sendiri di hidup ini. Baginya, dunia hanyalah mimpi yang mungkin indah tetapi tidak nyata. Sama sekali tidak nyata.

Mari kita menjalani hidup ini dengan menerimanya. Dan jika perlu, menerima sambil dengan rela mengubah pikiran dan perasaan kita. Mengubahnya menjadi lebih baik tanpa keinginan untuk menghancurkan. Tanpa ambisi untuk menguasai. Tanpa hasrat untuk menjadikannya sama dengan pikiran kita. Sebab kita hanyalah noktah yang kecil, sangat kecil, di antara kehidupan yang demikian luas. Sangat singkat di antara panjangnya sejarah yang telah, sedang dan akan terus berjalan. Dan jika esok tiba, dan kita segera akan berpisah dengannya, kita akan menemukan segala jawaban yang demikian mengusik kita sepanjang perjalanan kita. Karena hanya dengan meninggalkan waktu saja kita justru dapat mengenal dia dengan pasti. Sama seperti keindahan sebuah panorama hanya dapat kita nikmati dari kejuahan. Sama seperti kecantikan dan ketampanan seseorang selalu akan jelas jika kita punya jarak dengan dia. Bersamanya, kita mungkin terkejut akan kenyataan yang sesungguhnya. Demikianlah pula kita yang jika di dalam menjalani hidup ini memperjuangkan kebenaran kita di luar sang waktu, kelak mungkin akan terkejut mendapati kebenaran sesungguhnya. Kenyataan yang bisa sangat berbeda dengan apa yang akan kita hadapi. Percayalah. Dan sadarlah. Memang demikianlah adanya.


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...