Kadang-kadang tak terasa betapa cepatnya waktu berlalu. Malam pergi pagi tiba. Dan pagi
pun segera menghilang menuju malam kembali. Perayaan natal, tahun
baru, imlek, paskah, lebaran seakan berlarian tanpa terkejar dalam
ingatan. Demikian seterusnya. Dan kita, sadar atau tidak, terlena
dalam perubahan yang tak terpikirkan sehingga sering merasa terkejut
saat tahun akan segera berganti. Dan kalender akan segera ditukar.
Begitulah kehidupan ini berlangsung. Senang, susah, tawa, tangis,
apakah semua itu ada artinya dalam perjalanan hidup yang singkat ini?
Pikiran dan
perasaan kita ternyata dapat menipu. Pikiran dan perasaan kita
ternyata sering tak sadar akan perjalanan waktu yang telah membawa
perubahan. Banyak perubahan telah terjadi dalam kehidupan nyata
seiring jalannya waktu. Sementara kita masih berpikir bahwa segala
sesuatu tetap. Masih beranggapan bahwa segala sesuatu masih seperti
seperti apa yang kita pikirkan. Tetapi kita cenderung menafikan
perubahan itu. Mungkin karena kita telah merasa nyaman dan aman
dengan kondisi kita. Mungkin pula karena kita khawatir bahwa
perubahan itu akan membawa kita menjadi sosok yang berbeda. Tetapi
sesungguhnya kita melupakan bahwa yang dulu telah menjadi sejarah.
Dan hari esok sesuatu yang mungkin akan menjadi lain sama sekali dari
harapan kita. Sesungguhnya itulah tantangan bagi pikiran dan perasaan
kita sekarang. Saat ini.
Siapakah kita
ini? Sadarkah kita pada kenyataan yang ada di sekeliling kita
sekarang? Kita, yang perlahan aus dimakan waktu, menua dengan cepat,
menuju akhir yang pasti, dapatkah kita untuk berkeras menahan lajunya
sang waktu? Dan haruskah itu? Bukankah kita ini hanya setitik debu di
tengah lautan semesta yang tak bertepi? Bagaimana dapat kita membuat
diri kita menjadi semesta itu sendiri tanpa mau menyadari betapa
kecilnya kita ternyata? Betapa kecilnya. Betapa tak berdayanya.
Betapa rapuhnya. Dalam perjalanan waktu, kita semua sama. Kita semua
serupa. Kita semua.
Maka di
tengah samudera kehidupan ini, dengan gelombang yang kadang mengamuk
dalam badai menakutkan tetapi kadang hening menenangkan pula,
kau-aku-kita-mereka, sungguh hanyalah riak-riak kecil yang tak
berarti di antara alun gelombang yang tak bertepi. Walau kita adalah
bagian dari pergerakan itu, kita hanya mampu untuk beralun bersama.
Mungkin berbeda dalam ujud tetapi mirip dalam nasib. Keberadaan kita
sungguh amat sederhana. Hidup dan menghidupi untuk menuju akhir yang
pasti. Dan sesudah itu? Kita akan mendapatkan jawabannya hanya
setelah kita mengalaminya. Sendiri. Masing-masing. Sebelum itu, kita
bukanlah sang penentu kebenaran. Kita tidak mungkin dapat memastikan
apa yang akan kita temui nanti.
Kita adalah
manusia yang rapuh. Mudah retak lalu lenyap terhembus angin masa. Di
tengah segara kehidupan, di antara lautan alam semesta, kita hanyalah
noktah kecil, sangat kecil, yang setiap saat mengarungi nasib kita
masing-masing. Seperti saat menulis satu kata, kita dapat mengubahnya
kembali, memperbaharuinya, tetapi waktu yang telah lewat tak mungkin
lagi dapat kita rengkuh kembali. Demikianlah, bersama waktu, kita tak
berdaya sama sekali selain dari menerima dan menghadapi apa saja yang
saat ini sedang kita alami. Dan kita harus meluruskan segala
pemikiran kita yang sering tak sadar diri pada kemampuan dan kekuatan
kita dalam hidup. Hari kemarin telah lewat dan takkan kembali. Hari
esok akan tiba tetapi sering diluar jangkauan kita. Sekarang dan
hanya saat ini saja kita hidup dan menghidupi diri. Dengan harapan.
Dengan semangat. Dengan menjalani dan berupaya untuk menyadari betapa
waktu tak mungkin kita kejar, seberapa pun hasrat kita untuk itu.
Pagi datang
dan malam menyusul tiba. Hari berganti dan setiap saat kita harus
menghadapi kenyataan yang ada dengan satu kepastian. Bahwa di
ujungnya kelak, kita akan segera usai. Kita dan waktu akan segera
berpisah. Tetapi kitalah yang akan meninggalkan sang waktu sementara
dia tetap berlanjut seakan tak berujung. Dan walau kita sering
melupakannya, dia tetap berjalan dengan tetap dan kelak akan
melepaskan kita dalam kenangan hingga ke titik semuanya berakhir dan
kita pun terlupakan. Tetapi, sementara kita ada dan masih ada, disini
dan sekarang, kita, aku-kau-mereka, selalu dapat memperjuangkan
hidup. Bukan dengan menghancurkannya. Bukan dengan menghilangkannya.
Bukan pula dengan mengubahnya sesuai keinginan dan hasrat kita
semata. Tetapi memperjuangkan keberlangsungannya dengan kesadaran
bahwa, apa yang ada sekarang akan menjadi semakin baik kelak.
Sepeninggal kita.
Betapa
cepatnya waktu berlalu. Betapa tak terasakannya usia menelan kita.
Dan semakin ke depan, semakin singkat pula waktu yang akan kita
miliki. Kesadaran itulah yang perlu kita renungkan. Dengan demikian,
kita dapat menikmati hari-hari kita. Dapat memperbaharui diri kita.
Dan dapat menerima perubahan yang terjadi tanpa rasa pedih atau pun
putus asa. Sebab waktu tak pernah berhenti. Sebab waktu selalu
melaju. Ke depan. Dan jika kita tak mampu menerimanya, kita akan
ditinggalkan. Kita akan dilupakan sebelum waktu kita bersamanya usai.
Dan siapa yang berhenti di titik dimana dia masih ada dalam waktu,
sesungguhnya telah gagal untuk menemukan makna keberadaannya sendiri
di hidup ini. Baginya, dunia hanyalah mimpi yang mungkin indah tetapi
tidak nyata. Sama sekali tidak nyata.
Mari kita
menjalani hidup ini dengan menerimanya. Dan jika perlu, menerima
sambil dengan rela mengubah pikiran dan perasaan kita. Mengubahnya
menjadi lebih baik tanpa keinginan untuk menghancurkan. Tanpa ambisi
untuk menguasai. Tanpa hasrat untuk menjadikannya sama dengan pikiran
kita. Sebab kita hanyalah noktah yang kecil, sangat kecil, di antara
kehidupan yang demikian luas. Sangat singkat di antara panjangnya
sejarah yang telah, sedang dan akan terus berjalan. Dan jika esok
tiba, dan kita segera akan berpisah dengannya, kita akan menemukan
segala jawaban yang demikian mengusik kita sepanjang perjalanan kita.
Karena hanya dengan meninggalkan waktu saja kita justru dapat
mengenal dia dengan pasti. Sama seperti keindahan sebuah panorama
hanya dapat kita nikmati dari kejuahan. Sama seperti kecantikan dan
ketampanan seseorang selalu akan jelas jika kita punya jarak dengan
dia. Bersamanya, kita mungkin terkejut akan kenyataan yang
sesungguhnya. Demikianlah pula kita yang jika di dalam menjalani
hidup ini memperjuangkan kebenaran kita di luar sang waktu, kelak
mungkin akan terkejut mendapati kebenaran sesungguhnya. Kenyataan
yang bisa sangat berbeda dengan apa yang akan kita hadapi.
Percayalah. Dan sadarlah. Memang demikianlah adanya.
Tonny
Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar