Sebuah email
kuterima beberapa waktu lalu. Dan isinya mengomentari sebuah
tulisanku, lalu mengisahkan pengalaman hidup pengirim email itu.
Tetapi ada satu kalimat yang membuatku terpaku saat membacanya. “Dari
tulisan-tulisan anda, aku tahu siapa anda..” Siapakah aku? Siapakah
engkau? Apakah kita sungguh dapat mengetahui dan mengenal seseorang
hanya dari apa yang nampak? Dari apa yang ditulis atau
diceritakannya? Lihat, Sedemikian banyak nama-nama teman dalam daftar
sahabat kita, baik di Facebook, Tweeter, Milis, kontak email atau
dimana saja dalam media sosial lain yang kita ikuti. Tetapi
sungguhkah kita mengenal mereka? Bahkan mereka yang setiap saat dapat
kita temui secara langsung, muka dengan muka, siapakah mereka? Dan
siapakah kita sendiri? Diri ini?
Ada satu
kisah pendek yang aku lupa judul dan pengarangnya tetapi dulu saat
membacanya pertama kali membuatku sangat terkesan. Cerita itu
bertutur tentang seorang pelawak yang setiap malam membuat para
penontonnya tertawa terpingkal-pingkal. Dan memujanya. Riang.
Gembira. Dan orang-orang mengira hidupnya pasti sangat berbahagia.
Sangat jauh dari masalah. Penuh sahabat dan keluarga yang
mencintainya. Tetapi kenyataannya, di luar panggung, hidup si pelawak
ternyata amat sengsara. Hidup seorang diri. Selalu kesepian. Selalu
merasa tak berarti. Selalu berkekurangan. Hingga di ujung kisah itu,
setelah sang pelawak meninggal, terbukalah semua kedok hidupnya. Dan
para pemujanya sangat terkejut. Betapa menderitanya dia. Betapa
hidupnya penuh dengan kepiluan dan kehampaan. Tetapi dia telah
membuat banyak orang senang. Dan bahagia. Jadi siapakah kita ini?
Siapakah aku?
Oleh sebab
itu, saat seseorang memuji kita, renungkanlah, apakah memang kita ini
layak dipuji? Apakah kita ini sungguh sadar bahwa pujian yang
dialamatkan ke diri kita adalah benar sesuai dengan siapakah kita
yang sungguh? Yang nyata? Ataukah hanya karena penampakan luar kita
saja? Tampilan yang menutupi luka dan borok kita di dalam. Atau jika
kita mengejek seseorang, sungguhkah kita memang layak mengejek dan
mengkritik orang? Jangan-jangan kita mengejek dan meng-kritik hanya
karena ketidak-mampuan kita dalam mencapai apa yang telah dicapainya.
Atau, jika saja kita dapat mengalami dan merasakan sendiri apa
pengalaman hidupnya, jangan-jangan keputusan dan kelakukan kita
justru lebih buruk daripada tindakan orang tersebut. Memang tidak
mudah untuk memahami seseorang. Apalagi segala pujian ataupun
kritikan selalu berdasarkan pada apa yang kita pikirkan dan alami
dalam kehidupan kita sehari-hari.
Sesungguhnya
teramat sulit untuk dapat mengenal orang lain. Teramat mustahil untuk
dapat tahu apa sesungguhnya yang dialami, dipikirkan, dirasakan dan
melanda kehidupan mereka yang bukan kita. Bahkan kita sendiri sering
merasa sulit untuk memahami pengalaman kita. Kelakukan kita.
Keputusan dan tindakan kita. Ya, ada kalanya sesuatu kita lakukan
dengan nyaris tanpa dipikirkan, walau setelah itu kita pun menyesali
tindakan kita tersebut. Tetapi begitulah hidup ini kita jalani. Kita
masing-masing. Kita sering terperangkap dalam topeng yang tak ingin
kita buka. Kita menghindari kesusahan, kesulitan dan kesepian kita
terbongkar karena kita tak ingin menjadi beban bagi orang lain.
Menjadi duri dalam daging mereka yang kita kenal, bahkan yang tidak
kita kenal sekali pun. Kita penampilan luar kita dapat mengesankan
orang lain. Membuat orang-orang bahagia bersama kita. Membuat
masyarakat tidak mencibir kita. Padahal apa yang ada dalam rasa dan
pikiran kita sungguh berbeda. Sungguh bertentangan dengan penampakan
luar yang kita tampilkan di depan umum. Apalagi hanya dalam tulisan
yang dibuat dengan penuh penalaran untuk kebersamaan dengan hidup
orang lain. Jadi tahukah anda sekarang siapa sesungguhnya aku?
Tonny
Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar