17 Agustus 2013

SIAPAKAH DIRI INI?

Sebuah email kuterima beberapa waktu lalu. Dan isinya mengomentari sebuah tulisanku, lalu mengisahkan pengalaman hidup pengirim email itu. Tetapi ada satu kalimat yang membuatku terpaku saat membacanya. “Dari tulisan-tulisan anda, aku tahu siapa anda..” Siapakah aku? Siapakah engkau? Apakah kita sungguh dapat mengetahui dan mengenal seseorang hanya dari apa yang nampak? Dari apa yang ditulis atau diceritakannya? Lihat, Sedemikian banyak nama-nama teman dalam daftar sahabat kita, baik di Facebook, Tweeter, Milis, kontak email atau dimana saja dalam media sosial lain yang kita ikuti. Tetapi sungguhkah kita mengenal mereka? Bahkan mereka yang setiap saat dapat kita temui secara langsung, muka dengan muka, siapakah mereka? Dan siapakah kita sendiri? Diri ini?

Ada satu kisah pendek yang aku lupa judul dan pengarangnya tetapi dulu saat membacanya pertama kali membuatku sangat terkesan. Cerita itu bertutur tentang seorang pelawak yang setiap malam membuat para penontonnya tertawa terpingkal-pingkal. Dan memujanya. Riang. Gembira. Dan orang-orang mengira hidupnya pasti sangat berbahagia. Sangat jauh dari masalah. Penuh sahabat dan keluarga yang mencintainya. Tetapi kenyataannya, di luar panggung, hidup si pelawak ternyata amat sengsara. Hidup seorang diri. Selalu kesepian. Selalu merasa tak berarti. Selalu berkekurangan. Hingga di ujung kisah itu, setelah sang pelawak meninggal, terbukalah semua kedok hidupnya. Dan para pemujanya sangat terkejut. Betapa menderitanya dia. Betapa hidupnya penuh dengan kepiluan dan kehampaan. Tetapi dia telah membuat banyak orang senang. Dan bahagia. Jadi siapakah kita ini? Siapakah aku?

Oleh sebab itu, saat seseorang memuji kita, renungkanlah, apakah memang kita ini layak dipuji? Apakah kita ini sungguh sadar bahwa pujian yang dialamatkan ke diri kita adalah benar sesuai dengan siapakah kita yang sungguh? Yang nyata? Ataukah hanya karena penampakan luar kita saja? Tampilan yang menutupi luka dan borok kita di dalam. Atau jika kita mengejek seseorang, sungguhkah kita memang layak mengejek dan mengkritik orang? Jangan-jangan kita mengejek dan meng-kritik hanya karena ketidak-mampuan kita dalam mencapai apa yang telah dicapainya. Atau, jika saja kita dapat mengalami dan merasakan sendiri apa pengalaman hidupnya, jangan-jangan keputusan dan kelakukan kita justru lebih buruk daripada tindakan orang tersebut. Memang tidak mudah untuk memahami seseorang. Apalagi segala pujian ataupun kritikan selalu berdasarkan pada apa yang kita pikirkan dan alami dalam kehidupan kita sehari-hari.

Sesungguhnya teramat sulit untuk dapat mengenal orang lain. Teramat mustahil untuk dapat tahu apa sesungguhnya yang dialami, dipikirkan, dirasakan dan melanda kehidupan mereka yang bukan kita. Bahkan kita sendiri sering merasa sulit untuk memahami pengalaman kita. Kelakukan kita. Keputusan dan tindakan kita. Ya, ada kalanya sesuatu kita lakukan dengan nyaris tanpa dipikirkan, walau setelah itu kita pun menyesali tindakan kita tersebut. Tetapi begitulah hidup ini kita jalani. Kita masing-masing. Kita sering terperangkap dalam topeng yang tak ingin kita buka. Kita menghindari kesusahan, kesulitan dan kesepian kita terbongkar karena kita tak ingin menjadi beban bagi orang lain. Menjadi duri dalam daging mereka yang kita kenal, bahkan yang tidak kita kenal sekali pun. Kita penampilan luar kita dapat mengesankan orang lain. Membuat orang-orang bahagia bersama kita. Membuat masyarakat tidak mencibir kita. Padahal apa yang ada dalam rasa dan pikiran kita sungguh berbeda. Sungguh bertentangan dengan penampakan luar yang kita tampilkan di depan umum. Apalagi hanya dalam tulisan yang dibuat dengan penuh penalaran untuk kebersamaan dengan hidup orang lain. Jadi tahukah anda sekarang siapa sesungguhnya aku?


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...