13 Agustus 2013

SENJA MEMUKAU

Memandang sang surya terbenam setelah siang yang teramat terik bagaikan memandang satu keindahan yang memukau setelah melintasi suatu perjalanan yang melelahkan. Pendar-pendar warna lembayung yang di ujungnya melepaskan sinar panjang menuju ujung yang tak berbatas sekan memanggil jiwa untuk melepaskan penat setelah sebuah perjuangan untuk menghidupi diri. Adalah satu kenyataan bahwa segala yang menakjubkan yang berasal dari alam seringkali luput kita saksikan walau dia ada di depan mata. Bukan karena kita tidak melihatnya. Tetapi lebih sering karena kita hanya memusatkan pandangan kita jauh ke dalam diri sendiri. Sesuatu yang indah tidak senantiasa terlihat saat kita diselimuti kabut kepentingan diri kita.

Ya, sedikit banyak kita seringkali tidak dapat menyaksikan indahnya kehidupan ini saat kita hanya memikirkan diri kita. Hanya memikirkan bagaimana untuk menghidupi diri, untuk menambah pemilikan kita, untuk terus memiliki, menambah dan makin menumpuk segala kepemilikan kita. Hasrat, ambisi, kekayaan, kekuasaan dan kekuatan yang tak terbatas membuat kita lupa bahwa sesungguhnya ada yang jauh lebih indah dalam hidup ini selain dari kepemilikan kita. Lihatlah, senja yang indah ini telah menjadi milik kita yang sangat menakjubkan tetapi mungkin karena juga menjadi milik siapa saja yang mampu meresapinya maka dia menjadi tidak berharga sama sekali. Sayang, sungguh sayang jika demikian hidup yang kita jalani. Kita gagal untuk menikmati keindahan yang sesungguhnya. Keindahan bersama seluruh isi alam semesta ini. Kebersamaan.

Tahukah kita bahwa hidup yang seringkali terasa pelik bagi kita ini sesungguhnya berlangsung sangat sederhana? Lihatlah pada bunga yang berkembang, pada cahaya bintang di subuh yang dingin, pada tetes air di rintik hujan yang menerpa dedaunan hijau, pada keanggunan gunung dan keluasan samudra yang tak kelihatan ujungnya. Pada apa saja yang setiap saat dapat kita lihat dan kita rasakan. Bahkan pada suara eongan kucing dan gonggongan anjing di tengah malam yang senyap. Semuanya mengandung makna sederhana. Bahwa hidup ada. Hidup berjalan. Hidup ini nyata. Sesungguhnya, tak ada yang lebih indah daripada itu. Kita telah diberikan semuanya. Dengan bebas. Dengan cuma-cuma. Alam itu sendiri adalah anugerah terindah yang dapat kita nikmati. Lalu mengapa kita berhasrat untuk memilikinya sendiri? Dan enggan untuk berbagi dengan sesama? Apakah kepemilikan sendiri jauh lebih utama daripada kepemilikan bersama hanya karena itu berarti bahwa kita istimewa? Bahwa kita memiliki kuasa? Bahwa kita yang paling utama? Apa artinya semua itu saat kita kelak menemui sang pemilik kehidupan? Adakah gunanya kekuasaan-kekuatan-kekayaan kita? Adakah?

Memandang sang surya yang perlahan merayap memasuki horison sambil meninggalkan kegelapan yang perlahan mulai menutup langit, selalu membuatku merenung tentang sesuatu yang telah ditinggalkannya sepanjang keberadaannya selama dia memberikan cahayanya bagi kita semua. Kesadaran bahwa dia pergi tetapi tidak menghilang, karena dia pergi dari kita hanya untuk menemui yang lain di bagian barat sana untuk nanti, keesokan harinya akan muncul kembali dari timur menemui kita. Demikianlah sang surya berputar mengelilingi bumi sama seperti hidup berputar bagaikan roda dalam kehidupan kita: kadang saat-saat kelam tiba tetapi dilain waktu kegembiraan membuncah dengan penuh tawa riang. Itulah sesungguhnya yang membuat kita memiliki kesempatan untuk menikmati kehidupan ini. Bukan dengan kepemilikan pribadi. Bukan dengan kemampuan kita untuk menguasai, membiayai dan memaksa alam mengikuti kehendak dan niat kita. Bukan itu.

Karena percayalah, alam tak mungkin kita taklukkan. Alam tak pernah dapat kita kuasai walau mungkin kita merasa mampu untuk menerabas semua yang ada demi keuntungan kita, sekali waktu dia akan merebut semua kepemilikan kita itu dengan suatu daya yang tak pernah dapat kita hadapi. Bahkan tak mampu kita pastikan. Walau mungkin kita bisa menduga bahwa itu akan terjadi tetapi tak selalu dapat menghentikan hasrat kita, atau sebagian dari kita untuk menguasai dan menaklukkannya. Hingga saat ketika bencana tiba. Hingga saat ketika kita semua harus gigit jari dan mengerang sedih. Kita semua. Sebab alam ini ada untuk semua, dan bukan kepemilikan pribadi-pribadi tertentu saja. Alam tak pernah menginginkan dirinya dimiliki hanya oleh segelintir orang tetapi rela memberikan dirinya kepada semua mahluk. Siapa pun dia. Apa pun dia. Dan bagaimana pun dia adanya.

Maka di senja hari ini, aku menyaksikan panorama yang demikian menakjubkan ini sambil berharap agar semua kita mampu pula menyaksikan dan merasakan keindahan ini sambil sejenak melupakan kepentingan-kepentingan pribadi masing-masing. Dengan demikian, kita dapat mencintainya. Kita ingin memeluknya sekaligus memeluk semua miliknya karena itulah yang diinginkannya. Keindahan ini dipersembahkannya bagi semua mahluk yang mau menikmatinya. Dan semoga semua mahluk berbahagia karena keberadaannya. Semoga semua mahluk hidup dalam kebersamaan dengan dia, saling menyayangi, saling mencintai dan saling membagikan keindahan masing-masing sama seperti dia telah rela membagikan dirinya buat semuanya. Kepada semuanya.


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...