Lebaran itu
indah. Dirindukan. Sekaligus menyenangkan dan mengenyangkan. Setiap
lebaran, bagiku, selalu berarti saat untuk berkumpul dan
bercengkerama kembali dengan keluarga yang selama setahun seakan-akan
terlupakan. Saat untuk saling menyapa sekaligus untuk kembali
menegaskan bahwa walau ada perbedaan, kita semua adalah satu. Dan
tetap satu.
Maka dalam
situasi dimana hampir setiap saat kita membaca tentang pertentangan
antar agama, antar suku dan antar keyakinan, ternyata bahwa,
seringkali yang menjadi berita utama hanyalah sebuah noktah kecil di
area yang luas, amat luas. Bahkan seringkali tidak terasakan di dalam
kehidupan sehari-hari sebagian besar dari kita. Apa artinya perbedaan
dalam hubungan antar kekerabatan? Antar manusia? Tidakkah setiap saat
kita masih dapat tertawa lepas, berbincang hingga saling mengusili
satu sama lain tanpa menyadari adanya perbedaan satu sama lain?
Ya, lebaran
adalah saat untuk merefleksikan diri bahwa walau kita hidup dalam
lingkungan dan kondisi yang berbeda-beda, walau situasi yang kita
hadapi setiap hari dan setiap saat berlain-lainan, kita semua tetap
hanyalah manusia yang punya keterbatasan. Kita semua memiliki awal
dan akhir. Kita hanyalah noktah debu di keluasan alam raya. Dan di
suatu ujung nanti, kita akan menuju ke alam baru dimana yang ada
hanyalah keabadian dan ketunggalan tanpa diperhitungkan siapa, apa
dan bagaimana kita jalani hidup ini. Di ujung itulah, kita akan
mempertanggung-jawabkan apa yang telah kita lakukan, bukan siapa dan
bukan apa yang kita miliki.
Hidup dan
mati adalah sebuah kepastian yang tak mungkin kita pertanyakan.
Tetapi menjalani dan memutuskan apa yang harus kita jalani selama
kita hidup itulah yang menjadi penentu makna keberadaan kita semua.
Sebagai insan yang rapuh, walau sering kita merasa sekuat baja, kita
harus menyadari keterbatasan diri kita. Keterbatasan
kekuasaan-kekuatan dan kekayaan kita. Sebab manusia bukan hidup untuk
itu. Tidak, bukan untuk itu. Tetapi demi dan terutama untuk saling
mempertautkan diri, saling bermanfaat dan saling memahami kelemahan
kita masing-masing.
Dan ketika
saat ini lebaran tiba, inilah saatnya untuk membuang segala kebebalan
kita dalam memandang kehidupan sebagai sekat-sekat yang pasti. Kau.
Aku. Kami. Mereka. Semua hanya kata dalam dunia yang tak punya arti
saat kelak kita semua menyatu di alam keabadian. Di hadapan Sang
Pencipta hanya akan ada kita. Ya, kita semua. Maka saat lebaran, saat
aku berkumpul bersama keluarga yang berbeda keyakinan, dan saling
berseloroh tentang apa saja, menertawakan satu sama lain termasuk
menertawakan diri sendiri, aku percaya bahwa sesungguhnya kita semua
memiliki harapan untuk percaya bahwa di atas segala-galanya,
perbedaan itu bukanlah sebuah kutukan melainkan sebuah anugerah yang
harus kita terima, kita jalani dan kita manfaatkan demi memuliakan
nama-Nya. Karena untuk itulah kita diciptakan. Untuk itulah kita ada.
Untuk itulah.
Jadi pagi
hari lebaran ini, mari kita bangun bukan dengan perasaan tertekan
karena harus saling mengunjungi, tetapi dengan semangat bahwa hari
ini tali persaudaraan disatukan kembali. Saling bersilaturahmi.
Saling bercanda. Bahkan mungkin saling menikmati santapan yang enak
dan mengenyangkan perut sekaligus jiwa kita. Selamat merayakan hari
raya Idul Fitri 1434 H. Mohon maaf lahir dan batin kepada semuanya.
Tonny
Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar