23 Januari 2013

CODA


Tak ada kesunyian yang abadi sama seperti tak ada keramaian yang kekal. Mereka yang mengharapkan kesunyian abadi hanya akan menemukan kerinduan dan mereka yang mencintai keramaian kekal hanya akan menemui kesepian dalam hidupnya. Sebab segala sesuatu ada waktunya, tulis Pengkhotbah. Sebab, “Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya”.

Memang demikianlah hidup ini berjalan. Maka bukan soal bagaimana menghadapi kesunyian diri, atau bagaimana menerima keramaian dunia, melainkan menemukan keseimbangan dalam pengalaman tersebut. Sebuah lagu yang indah pasti mengandung saat-saat tertentu dimana musik berhenti agar kita bisa menikmati keindahan iramanya, meresapkan ke dalam jiwa nada yang telah lewat untuk dapat menangkap esensinya.

Sesungguhnya memang, setiap momen dapat kita nikmati, dan setiap peristiwa mampu kita lalui bilamana kita tahu saat-saat untuk berhenti di sela-sela karut marut hidup ini. Dan merenungkan serta belajar dari semua pengalaman yang telah terjadi. Semua peristiwa memiliki dua sisi. Bahkan dalam masa sepahit apapun, selalu akan mengandung sisi yang manis. Demikian pula dalam momen yang manis selalu menyimpan sisi pahitnya sendiri. Tak ada yang berdiri sendiri. Semua punya waktunya.

Maka siapa pun yang menginginkan kekekalan di dunia yang fana ini akan kecewa. Mereka yang mengharapkan kesempurnaan akan gagal untuk hidup secara layak. Kelemahan kita justru merupakan kekuatan kita. Ketidak-kekalan kita justru merupakan sebuah anugerah. Kita harus belajar menerimanya sebagai suatu pengalaman dalam hidup yang berjalan. Hidup memang adalah suatu sarana pembelajaran.

Jadi apabila saat ini kita tertawa, nikmatilah tanpa perlu meratapi tangis yang kelak akan terjadi. Dan apabila kita menangis, nikmatilah dengan kesadaran bahwa sesaat kemudian tawa kita dapat lepas. Bersama waktu, kita akan berjalan terus. Dan kita harus mengalami dan belajar dengannya. Sepanjang kehidupan kita. Sebab, “ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari”.

Demikianlah kita harus hidup. Tanpa sesal berkepanjangan. Kesunyian dan keramaian akan datang silih berganti. Tawa dan tangis akan saling berganti menjadi pengalaman yang berarti bagi kita. Hidup ini adalah mengalami. Dan dalam pengalaman itu kita belajar untuk menerima. Menerima apapun juga yang terjadi. Sebab semua ada akhirnya. Semua ada masanya. Hiduplah dengan pengalaman itu. Apa adanya. Sebagaimana mestinya.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...