04 Januari 2013

INSAN


Siapakah kita selain daripada hanya sebongkah daging yang hidup dalam pikiran yang menyembunyikan kesepiannya masing-masing? Di saat kita merasa dan memikirkan sesuatu, bukankah kita hanya larut dalam apa yang kita anggap kita ketahui walau mungkin itu bukan sesuatu yang benar? Sebab apakah kebenaran itu selain keraguan dalam lubuk hati terdalam kita? Jika kita jujur, jika kita sungguh jujur, kepercayaan kita niscaya selalu tidak mutlak dan pasti memiliki celah dimana ada tanda tanya besar mengenai apa yang kita yakin, atau sedang kita yakini sekarang. Cobalah untuk merenungkan kembali jalan kehidupan yang telah kita lewati. Dan kita akan merasa heran berapa banyak perubahan keyakinan yang juga telah mengubah cara pandang kita sendiri tentang apa itu kehidupan.

Maka, kehidupan sesungguhnya adalah sebuah tanda tanya besar. Sebuah kegundahan dalam jiwa. Dan mereka yang percaya bahwa dia memiliki kebenaran mutlak hanya akan hidup dalam kesepian yang murung. Mereka punya keyakinan terhadap kebenaran tetapi pada akhirnya gagal untuk memahami kehidupan ini secara utuh. Manusia hanya insan yang terbatas. Manusia hanya memiliki kehidupan yang singkat. Sebab itu, apa yang sedang dia alami, atau apa yang sedang dia jalani saat ini, hanya sebuah titik dari sebuah proses yang tak mampu dia pastikan ujungnya. Mungkin dia memiliki tujuan. Mungkin dia percaya secara mutlak kebenaran tujuan itu. Tetapi, siapapun yang tidak enggan untuk merenungkan hidupnya pasti akan sadar betapa besarnya tanda tanya yang membalut keyakinannya itu. Sebelum dia tiba di tujuan, sebelum dia mengalami apa yang dia yakini, dia tidak akan pernah tahu kepastian dari keyakinannya itu. Tidak akan pernah.

Jadi untuk memahami hidup, dia harus belajar terus menerus. Dia harus meragukan dan karena itu berupaya untuk mencari-tahu tentangnya. Dia harus berjalan dengan pikiran yang sepi. Dia harus bergulat dengan diri dan keinginannya sendiri. Bahwa tidak ada dan tidak pernah akan ada kesempurnaan yang akan dan dapat dia temukan. Apalagi kebenaran yang siap pakai saja. Sebab itu, dia pun harus menyadari bahwa dia takkan pernah dapat meyakini kebenaran yang saat ini kita percayai adalah sebuah kebenaran mutlak. Sesuatu yang sempurna dan tanpa cacat. Tidak. Dia dapat mencari kesempurnaan itu tetapi sadarlah bahwa dia takkan pernah dapat menemukannya hingga akhir hidupnya. Di saat itu, mungkin dia baru mengenal makna kebenaran yang mutlak. Kesempurnaan yang kekal. Mungkin.

Menjalani hidup memang harus dengan sebuah keraguan. Karena itulah, selama perjalanan hidup ini, setiap insan harus belajar terus menerus. Belajar tanpa henti. Untuk mengerti. Untak memahami. Untuk menemukan walau tak pernah akan dia temukan. Maka, setiap insan semestinya percaya bahwa tak seorang pun akan sanggup untuk menemukan kebenaran sempurna, dan karena itu dia pun juga tidak dapat menganggap dirinya sebagai sumber kebenaran yang pasti dan satu-satunya apalagi sampai ingin memaksakan kebenaran yang dia yakini terhadap orang lain. Memang, manusia dapat tunduk secara fisik, namun tidak dalam pikir dan rasanya. Dia dapat takluk dalam perbuatan, namun siapa yang tahu isi hati dan pikiran orang lain? Siapa? Hanya mereka yang bodoh atau munafik saja yang dapat mengatakan bahwa dia telah mampu untuk membuat orang yakin pada kebenaran yang dia yakini. Namun, sesungguhnya apa kata hatinya sendiri? Tak seorang pun tahu. Tak seorang pun akan tahu.

Manusia memang hanya sebongkah daging yang hidup. Dan daging itu bisa takluk dan nampak seakan-akan percaya atau seakan-akan yakin sepenuh hati terhadap kebenaran yang diberikan padanya. Serta kelihatan patuh terhadap kebenaran yang dijejalkan dalam hidupnya. Tetapi percayalah, bahwa keraguan selalu ada. Hari ini. Esok. Siapa yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi secara pasti? Siapa?

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...