“Kala matahari
terbenam, pendatang itu memukul gong perunggu besar untuk mengabari
saat sembahyang malam telah tiba. Sekawanan anjing di kuil itu
menggonggong, sebagaimana kebiasaan anjing-anjing menggonggong saat
gong dibunyikan” (Monsoon Country – Pira Sudham)
“Aku percaya kepada Tuhan tetapi
tidak kepada agama” katanya tegas. “Tuhan itu penting tetapi
agama tidak. Maka aku beriman kepada Tuhan Sang Pencipta kehidupan.
Bukan Tuhan milik kelompok atau agama tertentu. Siapakah kita yang
dapat mengatakan bahwa ‘Tuhan itu hanya milik kami bukaan milik
mereka?’. Jika demikian hal-nya, Tuhan itu bukanlah Tuhan yang
kuimani. Bukan!” Suaranya bergetar saat berkata demikian. Sementara
itu, diluar, hujan menderas dan suaranya tenggelam dalam deru angin
yang berhembus kencang.
Wajahnya yang tua masih menyisakan raut
ketampanan masa mudanya. Matanya berbinar-binar. Tangannya yang mulai
berkeriput memegang erat tangkai kursi rotan yang sedang didudukinya.
“Entah mengapa, di negeri ini atau bahkan di dunia ini, sangat
teramat sulit dan tidak dipercaya bahwa kita dapat mengimani Tuhan
tanpa perlu meyakini sesuatu agama. Sesungguhnya mengaku beragama itu
jauh, ya jauh lebih mudah daripada beriman kepada Tuhan. Sebab
beragama seakan menjadi sebuah kebanggan yang nyata sedang beriman
adalah sebuah perjalanan sunyi dalam hati seseorang. Dengan beragama
kita dapat berbangga ria sambil bersama kelompok kita – kelompok
yang mengaku beragama sama – sehingga terkadang dengan angkuh ingin
memaksakan agama kita. Padahal apakah dengan beragama itu kita
sungguh-sungguh beriman kepada Pencipta Kehidupan ini? Dan tidakkah
jika kita sungguh percaya kepada Sang Pencipta, bahwa Dia-lah yang
telah menjadikan sesluruh isi dunia, berarti bahwa mereka yang lain
dari kita pun sesungguhnya adalah ciptaan yang sama. Sebab itu apa
hak kita untuk memaksakan kehendak, sering bahkan tega untuk
menghabisi mereka yang berbeda dari kita hanya karena kita tak ingin
ada yang lain dari keyakinan kita? Apa hak kita untuk menjadi Tuhan
sendiri? Berimankah itu? Sungguh, aku tidak percaya kepada mereka
itu. Dan karena itu, aku tidak percaya kepada agama. Tidak.”
Angin berhembus kencang. Udara dingin
menggigit tubuh. Hujan turun dengan deras. Alam seakan ingin
meluapkan segala kerisauan-nya kepada bumi. Dan hatiku merasa sepi.
Sepi menikam jauh ke dalam hati. Siapakah aku? Siapakah diri ini?
Siapakah? Tanpa suara aku memandang ke genangan air yang memenuhi
halaman rumah tua itu. Dan meresapkan segala suasana itu ke dalam
jiwaku. Hujan kian deras......
Tonny Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar