Hujan. Dingin. Secangkir kopi hitam
yang mengepul. Diana Krall menyanyi dari speaker-ku. Diseling suara
guruh yang memekakkan telinga. Di luar langit sangat kelam. Tetapi
entah mengapa, aku ingin bernyanyi tentang dedaunan yang basah.
Tetesan air di dahan dan ranting. Tentang kehidupan yang jauh
terlupakan di sudut dunia nan terpencil. Dan rasa sepi yang memenuhi udara. Serta perasaan yang bergumpal dalam pikiran. Mengalir dalam
waktu. Mengalir bersama waktu. Mengalir....
Bagaikan air yang tergenang memenuhi
halaman depan rumahku, pikiranku mengalir kemana rasa hati membawanya
pergi. Berhembus bersama angin yang bertiup. Dan lagu. Dan musik
indah ini. Hidup bagaikan mimpi yang berputar dalam lelap bumi.
Bagaikan mimpi yang muncul dari kegelapan sambil menjinjing harapan
yang tak terpenuhi. Menunggu. Menunggu. Dan menunggu.
Siapakah sesungguhnya diri ini? Mengapa
aku harus berada di sini? Dapatkah kutemukan semangat untuk mencari
kebenaran? Berapa lamakah aku harus menanti kesempatan? Ataukah hidup
ini hanya untuk larut bersama iringan musik yang indah ini hingga
usai? Kebenaran seperti apakah yang kucari? Sebentar lagi hari akan
malam. Tetapi besok segera pula tiba. Hari pergi dan datang. Hidup
ini bagaikan tarian sang lagu yang kadang lambat dan kadang cepat
tetapi takkan pernah ingin kuhentikan. Karena dia indah. Sungguh
indah.
Alam adalah misteri. Dia menyimpan masa
lalunya dalam kesadaranku. Dia menampakkan kekiniannya dalam
perasaanku. Dia menyembunyikan masa depannya dalam impianku. Dan
semuanya membawa impian akan hidup pada satu titik utama: harapan.
Yang mana, tanpa itu, semuanya terasa sia-sia. Sebab itulah milikku
yang paling berharga. Hanya itu.
Hujan. Dingin. Secangkir kopi hitam.
Irama musik. Suara guruh. Jalanan sepi. Tetapi inilah hidup yang
kusadari. Inilah hidup yang nyata bagiku. Bagiku.
Tonny Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar