03 Mei 2017

BEDA

Aku, kau dan dia adalah insan yang berbeda satu sama lain. Ya, kita semua pasti memiliki keunikan masing-masing. Adalah mustahil menyamakan semua orang menjadi satu. Mustahil untuk memaksakan niat dan kehendak kita menjadi sama dan seragam. Seberapa kerasnya pun usaha untuk melakukannya. Aku, kau dan dia tetap hidup dengan pemikiran kita masing-masing. Dengan keyakinan kita masing-masing. Dengan apa yang kita miliki sendiri. Tetapi, ah, kita sering kali alpa menyadarinya. Kita senang bersikap menguasai orang lain. Senang jika apapun pemikiran kita diikuti orang lain sebagai satu kesatuan yang membuat kita merasa bangga. Merasa berkuasa. Bahkan mungkin merasa aman dalam kebersamaan itu. Walau pun kebersamaan itu terasa semu.

Demikianlah, akhir-akhir ini terasa begitu kerasnya upaya untuk memaksakan kesatuan dengan tekanan kekuatan-kekuasaan-kekayaan itu sehingga kita lupa bahwa usaha itu bagaikan menggantang angin saja. Bahkan terkadang sering terasa bahwa upaya itu telah membuat kita menjadi manusia yang ingin bertindak sebagai Tuhan. Memperlakukan mereka yang berbeda, mereka yang lain, sebagai lawan. Sebagai musuh yang harus dihabisi. Bukannya sebagai pelengkap dari ketidak-sempurnaan kita sebagai manusia satu sama lain. Kita lupa bahwa dunia ini tercipta menjadi indah bukan karena keseragaman tetapi justru karena perbedaan itu. Bayangkanlah jika semua hal sama. Jika semua hal seragam di dunia ini. Betapa membosankannya hidup kita.

Maka setiap upaya untuk menyamakan semua orang menjadi sama sesungguhnya bertentangan dengan karya penciptaan semesta ini. Dan itu hanya dilakukan oleh mereka yang ingin menjadi pemilik kebenaran mutlak. Dan akhirnya sebagai pemilik kekuasaan mutlak. Niat dan ambisi manusia yang setua sejarah kehidupan kita. Dan sejarah telah memperlihatkan betapa pun kerasnya upaya itu dilakukan, selalu akan menghasilkan tragedi dan pada akhirnya berujung kegagalan. Tetapi kita tidak pernah belajar. Tidak mau belajar dari sejarah kehidupan itu. Kita seakan merasa bisa dan mampu, walau pada masa lalu, para pendahulu kita, telah gagal melaksanakannya.

Entah mengapa, kita menyukai keseragaman. Mungkin bukan karena keseragaman itu nampak bagus, tetapi lebih pada keseragaman itu dapat membuat kita berkuasa dan akan menyamankan hidup kita sendiri. Yang membuat kita memiliki kekuatan-kekuasaan-kekayaan tak terbatas dan karena itu merasa bahwa kebenaran kita adalah kebenaran mutlak. Yang tak terbantahkan. Yang tak terlawankan. Lalu kita pun menjadi Tuhan, Sang Penguasa Kehidupan ini sendiri. Mungkin itulah mimpi kita sebagai manusia yang berawal dari sejarah menara babylon dulu kala. Mungkin. Sesungguhnya, kita sering gagal memahami sejarah. Kita enggan untuk mengakui kelemahan kita sebagai manusia yang berbeda satu sama lain dan karena itu hidup harus saling melengkapi satu sama lain dan bukannya saling meniadakan sehingga menjadi satu dan seragam saja. Mungkin.......


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...