Suatu malam yang dingin dan angin berhembus
kencang. Aku sedang berbaring sambil membaca sebuah buku yang menarik hatiku,
Asal dan tujuan manusia, karangan Dr. Franz Dähler dan
Julius Chandra ketika dering telpon mengganggu ketenanganku. Maka aku bangkit
dan mengangkat gagang telpon itu. Ternyata dari seorang temanku. Sebut saja
namanya Y. Dia memintaku datang menemuinya malam itu juga. Saat malam dingin, gerimis
merintik dan angin sedang kencang seperti saat itu? Jelas kutampik dengan
enggan permintaannya itu. Aku enggan untuk berbasah-basah sebab saat itu aku
menyangka bahwa dia hanya ingin bercanda saja. Maka kami pun lalu ngobrol kiri
kanan. Sambil tertawa-tawa. Sambil melemparkan gosip dan bercerita tentang
perbuatan konyol teman-teman kami. Tetapi menjelang dia memutuskan pembicaraan,
dia kembali meminta bertemu secara pribadi. Saya kembali menolak dan berkata:
“Ah, besok saja deh. Malam ini aku malas ke luar rumah.” Setelah itu aku pun
kembali tenggelam dalam bacaan yang sungguh mengasyikkan hati.
Keesokan harinya, saat
fajar baru saja terbit, seorang temanku yang lain menelpon dan mengabarkan
bahwa Y telah meninggal. Dia tewas karena mereguk racun serangga di dalam kamar
mandi. Aku ingat, saat itu aku gemetar, terkejut dan tak sanggup memahami, apa
yang menjadi alasan perbuatannya yang nekad itu. Mengapa? Ada apa? Dia
meninggalkan seorang istri yang sedang hamil besar. Aku ingat tawanya di malam
kemarin. Aku ingat suaranya yang kedengaran tenang dan tidak terasa
kegelisahannya. Dan hingga saat ini, apa yang dipikirkannya malam itu masih
menjadi rahasia yang amat mengusik hatiku. Dia meninggal sambil membawa banyak
pertanyaan dalam hatiku. Pertanyaan yang tidak terjawab. Pertanyaan yang tidak
mungkin terjawab lagi. Kematiannya telah menimbulkan trauma yang dalam dalam
hidupku sendiri.
Siapakah manusia
itu? Kita selalu ingin menebak bahkan selalu merasa tahu akan diri seseorang.
Tetapi tidakkah bahwa yang kita tebak atau pengetahuan kita tentang seseorang hanyalah
pemahaman subyektip kita saja? Kita tidak akan pernah mampu untuk memahami
orang lain. Bahkan diri kita sendiri pun sering kali gagal kita kenal. Mengapa
aku berpikir begini? Mengapa aku melakukan perbuatan itu? Terkadang sia-sia
untuk mencari jawabannya. Kita tidak tahu. Dan tidak pernah akan mengetahuinya.
Karena itu “Jangan kamu menghakimi,
supaya kamu tidak dihakimi.” Manusia memang unik. Kita masing-masing hidup
dalam gelembung diri kita sendiri. Dan karena itu, kita sering tertipu dengan
penampakan luar. Kita sering kali menilai seseorang dengan cara pandang kita
sendiri. Memahami seseorang tidaklah mudah. Bahkan bisa dibilang mustahil jika
kita hanya melihatnya dari sudut diri kita saja. Kita sering tenggelam dalam
hidup kita saja sehingga gagal untuk melihat hidup orang lain.
Demikianlah peristiwa yang kualami itu telah menyadarkanku betapa sulitnya
untuk menilai dan merasakan isi hati seseorang. Walau dia orang yang terdekat
dengan kita sekalipun. Bagiku sendiri, kematian karena bunuh diri merupakan
lambang kekalahan kita atas kehidupan. Atau ketidakpahaman kita pada makna
keberadaan hidup itu sendiri. Tetapi sebab sesungguhnya telah tenggelam, hilang
bersama kematian itu. Sebab itu, mari kita berkaca diri dulu sebelum
melemparkan suatu tuduhan kepada orang lain. Ingatlah ketika Yesus bersabda
kepada para ahli-ahli taurat dan orang farisi yang membawa dan ingin merajam
wanita yang kedapatan berzinah : Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa,
hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." Maka apakah kita merasa sedemikian suci
sehingga mampu melemparkan batu pertama terhadap seseorang yang ingin kita
hukum karena perbuatannya sendiri?
Maka bagi kita, yang dibutuhkan kini adalah saling pengertian terhadap
makna perbuatan seseorang. Bukan hanya memandangnya dari sudut di mana kita
berada tetapi juga dari sudut di mana orang itu berada. Kita sering hidup dalam
lingkungan yang berbeda. Bahkan dalam situasi yang sama pun kita masing-masing
memiliki sudut pandang tersendiri menghadapi gelombang peristiwa yang menimpa kita.
Jangan terlalu mudah untuk menghakimi seseorang hanya karena apa yang telah
dilakukannya tetapi pahamilah dulu apa yang dialami dan dirasakannya. Jika kita
merasa sulit untuk itu, dan memang demikian adanya, maka kita mesti berusaha
untuk mengerti dia. Dengan tidak menuduh. Dengan tidak memojokkan. Tetapi
mengasihaninya karena Yesus pun bersabda kepada wanita itu: : "Akupun tidak menghukum
engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang."
Tonny Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar