07 Mei 2017

MENGAPA KAMU MENCARI AKU?

Udara terasa dingin. Angin berhembus kencang. Hanya ada dia seorang diri, dia seorang remaja putra yang tertunduk dengan sedih. Dan gerimis membasahi rambutnya. Mendung tebal yang menggantung di langit membuat hatinya merasa sunyi. Dia duduk dengan lesu di depan patung Bunda Maria yang sedang mengembangkan kedua belah lengannya. Seakan ingin memeluk dirinya. Dia tahu bahwa dirinya telah bersalah. Dia tahu bahwa apa yang telah dilakukannya adalah suatu dosa yang tidak terhapuskan. Tetapi toh semuanya telah terjadi, bahkan di luar kesadarannya. Bagaimana lagi dia harus menghadapi hidup ini? Bagaimana lagi dia harus menghadapi masyarakatnya? Bagaimana dia dapat menerima kenyataan ini tanpa harus merasa putus asa karena ketidak berdayaannya sendiri? Bagaimana?

Dia ingat pada rumahnya yang di musim penghujan seperti saat ini, sering kebanjiran. Dengan air kotor yang berwarna coklat menggenang di mana-mana. Bahkan di kamar tidurnya. Dia ingat pada ayahnya yang sering tidak pulang ke rumah. Dan jika pulang, hanya akan menimbulkan pertengkaran tanpa ujung pangkal dengan ibunya. Ayahnya yang pemabuk dan bekerja sebagai makelar rumah yang sering gagal menghasilkan. Dia ingat pada ibunya yang terbungkuk-bungkuk di depan mesin jahit tuanya. Mencari nafkah untuk makan sehari-hari yang sering tidak mencukupi untuk mereka berenam. Dia teringat pada adik perempuannya yang masih kecil. Adik bungsunya yang tiap hari hanya merengek meminta sesuatu yang tidak mampu dipenuhi ibunya. Dia ingat pada kakak wanitanya yang hanya tamat SMA dan kini bekerja di sebuah mall yang amat mewah. Yang lantainya licin dan mengkilap sebagai cermin. Dan kakak lelakinya yang menganggur. Yang kerjanya hanya begadang setiap hari bersama teman-teman se lingkungannya. Dan kadang-kadang harus berurusan dengan kantor polisi karena terlibat perkelahian. Maka di sinilah dia berada, dia yang merasa terkucil. Dan dikucilkan. Dia baru saja keluar dari penjara karena melakukan penjambretan di Mall tempat kakak perempuannya bekerja. Maka kini dia bermuka-muka dengan kenyataan yang harus dihadapinya nanti.

Aku memandang remaja itu dari kejauhan. Gerimis merintik. Tetapi dia masih duduk seorang diri merenungi waktu yang akan datang. Waktu yang jauh, jauh lebih kelam dari mendung yang menebal di angkasa. Dan aku sadar bahwa kami sama tidak berdaya untuk saling memahami kenyataan ini. Sering terasa bahwa aku tersesat dalam lingkaran tak berujung, saat menghadapi situasi dimana aku tak berdaya untuk mengubahnya sendiri. Bagaimanakah kami menghadapi nasib masing-masing? Adakah jalan untuk mendobrak kebuntuan ini? Wajah patung Bunda terasa lembut memandang ke bawah, memandang kelemahan insani kami semua.

"Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?" Ya, saat di mana kita merasa sesak. Saat di mana harapan nampak padam. Saat hidup terasa hambar dan sia-sia. Bukankah kita semua sama seperti Maria dan Yusuf yang sedang kehilangan putra mereka? Dan jawaban itulah yang ditawarkan oleh Yesus kepada orang tuaNya. Dan juga kepada kita semua. Pada akhirnya kita akan sadari bahwa kelemahan kita adalah kekuatan Kristus sendiri. Dia yang tak pernah meninggalkan kita bahkan di saat di mana harapan nampaknya telah lenyap sama sekali.

Maka kini bangkitlah dia dari duduknya yang lama. Kulihat wajahnya menjadi lebih teduh. Raut mukanya yang persegi terasa lembut. Aku tidak tahu apa yang telah diputuskannya. Dan langit pun masih tetap kelam. Namun nampaklah suatu pancaran kedamaian dari matanya yang berair. Dengan pelan dia melangkah, kelihatan sedikit berpikir, dan berjalan menuju ke gerbang gereja. Dan lenyap dari pandanganku.

Kini, setelah hampir setahun lewat, aku kembali bertemu dengan remaja itu. Dia membawa becak. Becak yang dibelinya dari dana yang diberikan oleh romo paroki kami. Rupanya, dia telah membawa persoalannya kepada romo dan membuat keputusan untuk berusaha secara baik sebagai penarik becak. Suatu keputusan yang membuatnya meninggalkan perasaan gengsi dan harga diri untuk menghasilkan sesuatu secara benar bagi keluarganya. Dia tetap kelihatan berkumpul di antara teman-temannya tanpa merasa rendah diri. Dia aktip sebagai anggota THS-THM di paroki kami. Dan setiap pagi, saat aku berada di gereja, aku melihatnya duduk tertunduk di depan patung Bunda Maria. Tetapi kini dengan wajah yang jauh lebih segar dari yang kulihat tahun lalu. Namanya Anis.

Dan kukira, itulah sebabnya kita semua mencari Dia. Dan Dia ada di rumah Bapa. Di rumah, di mana kita semua adalah penghuninya sebagai saudara-saudara Kristus sendiri. Maka jika kita tidak saling membantu, siapakah yang dapat membantu kita lagi? Bukankah kita semua sesungguhnya adalah insan-insan lemah, sepandai, sekaya atau sekuat apapun kita? Kita saling membutuhkan dan karena itu kita layak untuk saling membantu dalam memenuhi kebutuhan itu. Mengapakah kita mencari Dia jika kita tahu dimana Dia berada?


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...