Tengah
malam. Puncak kegelapan. Jiwa tergigit sepi. Rasa tertikam duka. Dia mendadak
terjaga dari tidur yang resah. Keringat membasahi tubuhnya. Dilihatnya kelam
membanjiri kamarnya. Berpusingan. Maka dia menangis, tersedu-sedu. Waktu.
Berikan aku waktu. Jeritan itu bergema di kedalaman jiwanya. Kemarin, hasil
diagnosa dokternya telah pasti. Kanker telah menggerogoti kandungannya. Hidupnya
pun akan segera usai. Maka dia pun merasa takut. Amat takut.
Kesadaran
kita semua akan waktu, akan hari ini, membuat masa depan menjadi suatu dilema.
Hidup, waktu, menyatu dan mengaburkan makna kematian. Ada keraguan. Ada kekhawatiran. Maka kita ingin tetap
terpaku di dunia. Ketidak tahuan membelenggu pemikiran kita. Tetapi jelas bahwa
bersedih saja tidak akan menyelesaikan persoalan. Hidup harus memiliki arti.
Maka perlulah kita memiliki harapan. Harapan bukan saja masa depan yang hidup.
Tetapi juga masa depan setelah kehidupan ini usai. Kepercayaan. Iman. Tuhan.
Maka dengan demikian, baik hidup maupun kematian, kita sanggup mengekalkan
perbuatan kita dalam kenangan. Dalam sejarah. Tidak pentinglah seberapa panjang
jangka waktu hidup ini kita lewati. Tidak masalah apakah kita akan mencapai
usia tua ataukah akan mati muda. Yang inti adalah: “Hal apakah yang telah kita
lakukan selama jangka waktu hidup ini kita jelajahi”
Karena
itu, setiap insan mesti belajar untuk hidup. Terus menerus selama hidupnya
berlangsung. Bahkan saat ajal di ambang pintu pun kita mesti belajar bagaimana
menghadapinya dengan riang. Dan tabah. Dan penuh percaya diri. Kita diberi
kesadaran untuk mencari dan agar dapat
menemukan inti hakikat makna kehidupan ini. Dengan demikian, Bapa di
Surga dapat tersenyum pada kita bila saatnya telah tiba. “Tidak percuma Aku
memberimu hidup. Tidak percuma Aku menciptakanmu di dunia”
Perlahan
dia bangkit dari ranjangnya. Disingkapnya tirai jendela kamar itu, lalu menatap
ke luar. Langit kelam. Tetapi segugus bintang kerlap-kerlip di lautan hitam
itu. Bintang, dan tanpa rembulan. “Apakah yang mesti kulakukan?” bisiknya
pelan. “Ah, lantai kamar ini amat berdebu. Sudah lama aku tidak menyapunya.
Besok pagi akan akan kupel………..”
Tonny Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar