07 Mei 2017

MALAM

Tengah malam. Puncak kegelapan. Jiwa tergigit sepi. Rasa tertikam duka. Dia mendadak terjaga dari tidur yang resah. Keringat membasahi tubuhnya. Dilihatnya kelam membanjiri kamarnya. Berpusingan. Maka dia menangis, tersedu-sedu. Waktu. Berikan aku waktu. Jeritan itu bergema di kedalaman jiwanya. Kemarin, hasil diagnosa dokternya telah pasti. Kanker telah menggerogoti kandungannya. Hidupnya pun akan segera usai. Maka dia pun merasa takut. Amat takut.

Kesadaran kita semua akan waktu, akan hari ini, membuat masa depan menjadi suatu dilema. Hidup, waktu, menyatu dan mengaburkan makna kematian. Ada keraguan. Ada kekhawatiran. Maka kita ingin tetap terpaku di dunia. Ketidak tahuan membelenggu pemikiran kita. Tetapi jelas bahwa bersedih saja tidak akan menyelesaikan persoalan. Hidup harus memiliki arti. Maka perlulah kita memiliki harapan. Harapan bukan saja masa depan yang hidup. Tetapi juga masa depan setelah kehidupan ini usai. Kepercayaan. Iman. Tuhan. Maka dengan demikian, baik hidup maupun kematian, kita sanggup mengekalkan perbuatan kita dalam kenangan. Dalam sejarah. Tidak pentinglah seberapa panjang jangka waktu hidup ini kita lewati. Tidak masalah apakah kita akan mencapai usia tua ataukah akan mati muda. Yang inti adalah: “Hal apakah yang telah kita lakukan selama jangka waktu hidup ini kita jelajahi”

Karena itu, setiap insan mesti belajar untuk hidup. Terus menerus selama hidupnya berlangsung. Bahkan saat ajal di ambang pintu pun kita mesti belajar bagaimana menghadapinya dengan riang. Dan tabah. Dan penuh percaya diri. Kita diberi kesadaran untuk mencari dan agar dapat  menemukan inti hakikat makna kehidupan ini. Dengan demikian, Bapa di Surga dapat tersenyum pada kita bila saatnya telah tiba. “Tidak percuma Aku memberimu hidup. Tidak percuma Aku menciptakanmu di dunia”

Perlahan dia bangkit dari ranjangnya. Disingkapnya tirai jendela kamar itu, lalu menatap ke luar. Langit kelam. Tetapi segugus bintang kerlap-kerlip di lautan hitam itu. Bintang, dan tanpa rembulan. “Apakah yang mesti kulakukan?” bisiknya pelan. “Ah, lantai kamar ini amat berdebu. Sudah lama aku tidak menyapunya. Besok pagi akan akan kupel………..”


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

WAKTU

  Sering, saat malam kelam, aku menatap puluhan, ratusan bahkan ribuan bintang yang kelap-kelip di langit di atas kepalaku. Panorama yang ha...