Agama adalah
sarana menuju kepada Sang Maha Pencipta semesta ini. Agama bukan Sang Maha
Pencipta itu sendiri. Dan sebagai sarana, berbagai agama diturunkan sesuai
dengan habitat manusia. Karena manusia diberikan kebebasan untuk memilih sesuai
dengan kesadarannya masing-masing. Dan setiap agama selalu dituntun oleh mereka
yang dianggap pandai dan punya integritas terhadap agama itu. Penuntun yang
juga manusia tetapi memiliki keahlian dalam menafsirkannya. Tetapi akhir-akhir
ini, agama tiba-tiba menjadi seakan-akan Sang Maha Pencipta yang tidak dapat
dibantah, tidak dapat salah dan mutlak benar. Padahal sebagai sarana yang
dilaksanakan oleh manusia, selalu ada ketidak-sempurnaan dalam berbagai bentuk
karena manusia bukanlah mahluk yang sempurna.
Setiap agama
memiliki lambang-lambang khas yang menjadi tanda khusus bagi para penganutnya.
Namun, ketika lambang-lambang itu lebih diutamakan daripada kelakuan dan
perbuatan para penganutnya, dimana mereka yang mengenakan lambang tersebut bisa
dianggap tidak pernah salah, sesuatu yang sempurna, apapun yang telah dilakukan
para penganut itu, maka timbullah kekisruhan. Ketika para pemakai
lambang-lambang tersebut berhadapan dengan mereka yang tidak memakainya, mereka
yang berbeda walau mungkin juga sama agamanya, dan bahkan menuding kepada
mereka yang berbeda sebagai tidak beragama bahkan sebagai yang tidak percaya
kepada Sang Maha Pencipta, sebagai kafir, bukankah itu malah menjadikan
lambang-lambang agama sebagai sang maha pencipta, bahkan sebagai berhala baru?
Sang Maha
Pencipta itu sempurna, tetapi sebagai manusia kita semua tidaklah sempurna.
Kita hanyalah ciptaan yang berkembang sesuai dengan karakter, pola pikir dan
kesadaran kita masing-masing, dan sesuai dengan habitat lingkungan dimana kita
berada di dalamnya. Itulah yang membuat kita berbeda. Bahkan dalam habitat
lingkungan yang sama pun, kita tetap berbeda karena masing-masing dari kita
telah diberi karunia khas masing-masing: akal untuk berpikir dan menyerap semua
pengalaman yang telah kita alami sebagai sesuatu yang unik pada masing-masing
individu. Menyalahkan akal dan karakter seseorang sama saja dengan
mempertanyakan, bahkan tidak mempercayai kekuasaan mutlak Sang Maha Pencipta
Semesta ini untuk menjadikan kita sebagai manusia di dunia yang beragam dan
tidak sempurna ini. Sebab, keberagaman diciptakan agar dunia ini menjadi lebih
bermakna dan perjuangan untuk menjalani kehidupan ini punya arti bagi Sang Maha
Pencipta sendiri.
Maka siapakah
kita ini? Bukankah kita ini memiliki kesadaran untuk dapat berpikir, untuk
dapat belajar dari segala yang ada di sekeliling kita, baik yang telah kita
alami sendiri, maupun yang bisa kita serap dari segala sesuatu yang kita
ketahui di dunia ini? Dan di ujung semua itu, bukankah kita pada akhirnya akan
berakhir dengan satu pertanyaan besar tentang makna keberadaan kita di alam semesta
ini? Ya, siapakah kita ini yang mungkin merasa paling tahu, paling hebat,
paling jago bahkan paling sempurna tetapi sesungguhnya hanya senoktah kehidupan
yang kelak akan menjadi tanah belaka? Mencari makna kehidupan ini selalu harus
dengan belajar memahami, dan bukannya dengan menghapal segala apa yang telah
kita terima dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak mungkin berubah, yang
paling benar dan bahkan sempurna dan kekal. Sebab hanya Sang Maha Penciptalah
yang sempurna, dan semua makna keberadaan kita di dunia ini tersimpan dalam
rahasia Ilahi yang kelak akan terkuak setelah kita, ya kita semua,
berhadap-hadapan dengan DIA.
Tonny Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar