06 Mei 2017

SUNYI

Dia hidup sendirian. Suatu pagi, dia terbangun dengan rasa sesak. Dia merasakan tikaman nyeri di dadanya. Dia berusaha untuk bangkit tetapi gagal. Dengan terengah-engah dia memandang ruang tidurnya. Hanya kesunyian yang ada. Sesudah beberapa saat, dia akhirnya pasrah. Pandangannya menjadi gelap. Dan kesadarannya pun lenyap. Baru seminggu kemudian, orang menemukan jenasahnya yang telah mulai rusak. Seminggu yang bisu. Seminggu yang sunyi.

Saya kembali membaca apa yang telah ditulisnya di dinding Facebook-nya. Membaca nada optimisme-nya pada kehidupan ini. Bahwa dia dalam keadaan baik. Bahwa dia dalam keadaan sehat. Tetapi rahasia apa yang ada dalam pikirannya? Kesakitan apa yang sedang dialaminya? Pengalaman hidup seseorang memang hanya bisa dirasakan oleh orang itu sendiri. Apa yang nampak di depan umum, apa yang kelihatan tanpa masalah, belum tentu sama dengan keadaan sesungguhnya. Bahkan mungkin saja bertentangan jauh. Mungkin saja sangat bertentangan jauh.

Sungguh, kita hidup bersama kesendirian kita masing-masing. Apakah saat ini kita sedang berkumpul bersama ataukah kita hanya seorang diri ditemani gadget sambil bercengkerama dengan mereka yang jauh, kita selalu bersama kesunyian kita. Ada banyak penderitaan yang tak perlu disiarkan. Ada banyak kesedihan yang tak mungkin dituturkan. Apa pun kepiluan yang kita rasakan, hidup tetap akan berjalan sebagaimana harusnya. Dan siapakah kita yang perlu menganggap bahwa duka kita ini lebih dalam dari duka orang lain? Siapakah kita yang setiap saat mengira bahwa penderitaan kita adalah jauh lebih pahit dari penderitaan orang lain?

Dunia saat ini memang kian mendekatkan jarak komunikasi antar manusia. Tetapi komunikasi apa yang ada di saat kita hanya melihat pada kata, dan bukan pada wajah? Bahkan komunikasi langsung pun tidak akan mampu menguak perasaan dan pikiran seseorang, selama dia membungkusnya dengan rapi dalam hatinya. Sungguh, kita bisa saling mengenal dengan baik, tetapi sangat sulit untuk dapat saling memahami dengan baik pula. Bahkan mustahil kita tahu apa yang sedang dialami dan dirasakan seseorang, walau pun kelihatan dia demikian terbuka, gembira dan senantiasa melemparkan gelak tawanya.

Kita hidup dengan kesunyian kita. Kita masing-masing. Dan, sesungguhnya yang lebih menjadi masalah dalam kehidupan kita sekarang, bukan hanya kemiskinan, kelaparan atau pun ketidak-bebasan, tetapi dan terutama: rasa sepi di dalam hati. Rasa sepi di dalam jiwa kita. Sendirian. Terlupakan. Dan tak bisa dipahami. Tak mau dipahami. Ah, dunia ini sungguh sunyi.....


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

WAKTU

  Sering, saat malam kelam, aku menatap puluhan, ratusan bahkan ribuan bintang yang kelap-kelip di langit di atas kepalaku. Panorama yang ha...