Dia hidup
sendirian. Suatu pagi, dia terbangun dengan rasa sesak. Dia merasakan tikaman
nyeri di dadanya. Dia berusaha untuk bangkit tetapi gagal. Dengan
terengah-engah dia memandang ruang tidurnya. Hanya kesunyian yang ada. Sesudah
beberapa saat, dia akhirnya pasrah. Pandangannya menjadi gelap. Dan kesadarannya
pun lenyap. Baru seminggu kemudian, orang menemukan jenasahnya yang telah mulai
rusak. Seminggu yang bisu. Seminggu yang sunyi.
Saya kembali
membaca apa yang telah ditulisnya di dinding Facebook-nya. Membaca nada
optimisme-nya pada kehidupan ini. Bahwa dia dalam keadaan baik. Bahwa dia dalam
keadaan sehat. Tetapi rahasia apa yang ada dalam pikirannya? Kesakitan apa yang
sedang dialaminya? Pengalaman hidup seseorang memang hanya bisa dirasakan oleh
orang itu sendiri. Apa yang nampak di depan umum, apa yang kelihatan tanpa
masalah, belum tentu sama dengan keadaan sesungguhnya. Bahkan mungkin saja
bertentangan jauh. Mungkin saja sangat bertentangan jauh.
Sungguh, kita
hidup bersama kesendirian kita masing-masing. Apakah saat ini kita sedang
berkumpul bersama ataukah kita hanya seorang diri ditemani gadget sambil
bercengkerama dengan mereka yang jauh, kita selalu bersama kesunyian kita. Ada
banyak penderitaan yang tak perlu disiarkan. Ada banyak kesedihan yang tak
mungkin dituturkan. Apa pun kepiluan yang kita rasakan, hidup tetap akan
berjalan sebagaimana harusnya. Dan siapakah kita yang perlu menganggap bahwa
duka kita ini lebih dalam dari duka orang lain? Siapakah kita yang setiap saat
mengira bahwa penderitaan kita adalah jauh lebih pahit dari penderitaan orang
lain?
Dunia saat
ini memang kian mendekatkan jarak komunikasi antar manusia. Tetapi komunikasi
apa yang ada di saat kita hanya melihat pada kata, dan bukan pada wajah? Bahkan
komunikasi langsung pun tidak akan mampu menguak perasaan dan pikiran
seseorang, selama dia membungkusnya dengan rapi dalam hatinya. Sungguh, kita
bisa saling mengenal dengan baik, tetapi sangat sulit untuk dapat saling
memahami dengan baik pula. Bahkan mustahil kita tahu apa yang sedang dialami
dan dirasakan seseorang, walau pun kelihatan dia demikian terbuka, gembira dan
senantiasa melemparkan gelak tawanya.
Kita hidup
dengan kesunyian kita. Kita masing-masing. Dan, sesungguhnya yang lebih menjadi
masalah dalam kehidupan kita sekarang, bukan hanya kemiskinan, kelaparan atau
pun ketidak-bebasan, tetapi dan terutama: rasa sepi di dalam hati. Rasa sepi di
dalam jiwa kita. Sendirian. Terlupakan. Dan tak bisa dipahami. Tak mau
dipahami. Ah, dunia ini sungguh sunyi.....
Tonny Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar