Mobil truk
mengangkut pasir hampir setiap hari berseliweran di jalan yang sempit itu. Dan
karena bak truk jarang ditutup, pasir pun berhamburan ke jalan itu. Pasir yang
saat panas terik membuat polusi debu dan ketika hujan turun, jalanan menjadi
becek dan sangat licin untuk dilewati? Tetapi adakah yang peduli dengan kondisi
tersebut? Tampaknya tidak ada. Tidak pengguna jalan. Tidak sang pengusaha
pengangkut tanah. Pun tidak pemerintah. Semua dibiarkan berjalan seperti apa
adanya. Seakan semua normal saja. Seakan semua seharusnya memang begitu. Dan
ketika ada pengendara yang terjatuh karena licinnya jalan itu saat hujan turun,
kecelakaan itu akan dianggap sebuah musibah saja. Nasib malang sang pengenadara
yang sedang sial karena tidak berhati-hati dalam menjalankan kendaraannya.
Sampai suatu
ketika, anak pengusaha tergelincir jatuh ketika sedang mengendarai sepeda motor
di jalan itu. Dan luka parah karena melarikan motornya dengan kecepatan tinggi.
Terjadilah perubahan, nampaknya. Truk pengangkut pasir mulai ditutupi terpal
untuk mencegah agar tanah urukan tersebut tidak berjatuhan lagi ke atas jalan. Tidak
lagi membahayakan pengendara yang melintas di atasnya. Tetapi sayangnya, hanya
dua-tiga bulan hal tersebut dilaksanakan. Selewat waktu, dan setelah anak sang
pengusaha itu pulih kembali, semua berjalan seperti biasa lagi. Mobil truk
mengangkut pasir, tanpa penutup bak, dan membiarkan tanah yang dibawanya
berceceran di atas jalan yang sempit itu. Dan membuat jalan itu berdebu saat
panas tetapi licin berlumpur saat hujan.
Begitulah
kepedulian kita satu sama lain di lingkungan sendiri. Kita hanya bereaksi saat
musibah menimpa diri kita. Tetapi diam dan tidak peduli jika hanya menimpa
mereka yang bukan kita. Walau pun kita sadar bahwa hal itu terjadi karena ulah
dan perbuatan kita. Masing-masing dari kita hidup terpisah, menikmati diri kita
tanpa mengingat dan memperdulikan orang lain. Sesama kita. Walau pun mungkin,
kita sering tersentuh, atau merasa tersentuh jika mendengar atau membaca
musibah di tempat lain dan rela untuk membantu mereka. Di lingkungan kita
sendiri, kita jarang tersentuh, acuh tak acuh, bahkan sering tidak sadar akibat
perbuatan kita selama itu tidak menimpa kita atau orang-orang dekat kita.
Demikian
pula, setiap kali kita melihat beberapa orang yang sedang berkumpul di sebuah
tempat. Mereka berkumpul secara dekat, tetapi masing-masing kelihatan sibuk
dengan hand-phone-nya sendiri. Mungkin tersenyum. Mungkin tertawa. Tetapi
jelas, bukan tertawa bersama teman di depannya tetapi dengan yang jauh entah
dimana. Kita merasa lebih enak dan terbuka dengan mereka yang jauh berada dari
kita, sementara yang dekat bahkan sering terasa hanya mengganggu kesenangan
kita saja. Dan nampaknya, inilah persoalan di era tehnologi yang makin modern
sekarang. Yang jauh terasa dekat, dan yang dekat kian menjauh.
Maka di era
ini, kita bukan kehilangan kepedulian satu sama lain. Kita kehilangan jarak
dekat. Kita lupa akan lingkungan sekitar kita sendiri, sementara kita sibuk
dengan jarak yang jauh. Karena mungkin lebih mudah untuk bereaksi terhadap yang
jauh daripada yang dekat, yang akan mempengaruhi hidup dan kepentingan kita
sendiri. Dibutuhkan kesadaran untuk memahami keadaan ini. Untuk lebih
memperhatikan lingkungan kita sendiri, daripada hanya menyibukkan diri kita
dengan masalah yang sebenarnya tidak melibatkan kita secara pribadi. Tetapi bisakah kita berlaku demikian? Setiap hari,
jalan yang sempit ini berdebu ketika panas dan becek ketika hujan. Dan tak
seorang pun peduli. Tak seorang pun. Kecuali saat dia sendiri yang mengalami
musibah akibat kondisi tersebut. Ah.......
Tonny Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar