07 Mei 2017

MALAIKAT ITU PUN PERGI

Oma itu terbaring lemah. Oma itu merintih kesakitan. Untuk ketiga kalinya dia mengalami patah tulang. Tulang yang rapuh karena osteoporosis. Sementara itu tubuhnya mulai digerogoti sel-sel kanker. Kanker payudara kini telah menjalar ke paru-parunya. Paru-paru yang kini dibanjiri cairan karena oma itu harus terbaring terus. Pnemonia menyerangnya. Aku memandang dia dengan perasaan sedih yang dalam. Penderitaan, penyakit dan rasa putus asa yang pedih. Bagaimana aku dapat memberikan empatiku padanya? Mengapa hidup terkadang terasa tak terpahami? Mengapa seseorang yang baik, seseorang yang setahuku rajin dan takwa, harus mengalami penderitaan demikian? Tidak adilkah Tuhan padanya?

Memang hidup sering tak terpahami. Suatu peristiwa riang gembira sering harus berakhir dengan rintihan duka. Maka, saat menjelang kelahiran Kristus ini, aku pun terkenang pada Maria. Dapatkah Maria membayangkan masa depan? Bahwa anak yang kini dikandungnya dalam kemuliaan kelak akan membuatnya meratap duka di bawah kaki salib? “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu” Itulah yang dikatakannya kepada malaikat Gabriel yang mengunjunginya. Dan mengabarkan berita sukacita itu. Lalu malaikat itu meninggalkan dia. Meninggalkan dia seorang diri untuk menghadapi kehidupan di dunia ini. Melepaskan dia untuk menjalani peristiwa demi peristiwa yang kelak berakhir demikian tragis. Tidak adilkah Tuhan padanya?

Pada saatnya, waktulah yang akan menjawab segala makna keadilan Tuhan kepada kita semua. Apa yang terjadi sekarang mungkin terasa demikian menusuk hati. Tetapi haruskah karena itu kita merasa diperlakukan tidak adil? Jika demikian, untuk apakah Kristus lahir, yang setelah berkeliling sambil berbuat baik harus mati tersalib karena dakwaan yang tak adil? Bahwa Dia mengaku Anak Allah dan karena itu telah menghina Allah. Hingga layak untuk dibunuh. Dan apapun pledoi yang diberikanNya, para pendakwa itu tetap tak dapat dan tak mampu untuk mempercayaiNya. Kebenaran sungguh tersembunyi. Keadilan seperti bayang-bayang. Dekat namun tak teraih. Pada akhirnya, yang dapat dilakukan hanyalah tabah untuk menghadapi kenyataan hidup. Karena hidup adalah pengalaman nyata yang harus kita terima dan jalani sebagaimana Maria yang harus menjalani hidup nyata setelah malaikat itu pergi. Sebagaimana Kristus sendiri yang menolak kemuliaan yang ditawarkan oleh setan di padang gurun. Dan bahkan merasa ditinggalkan oleh BapaNya sendiri saat tangannya yang terpaku terentang di atas salib. Adilkah itu bagiNya?

Aku melihat penderitaan yang dialami oma itu dengan perasaan duka. Tetapi tahu bahwa hidup memang mengandung banyak pertanyaan yang tak punya jawaban. Maka dengan pelan kuusap lengannya. Dan dia berkata kepadaku: “Bawakan aku buku untuk dibaca. Aku mau membaca untuk mencoba memahami deritaku. Dan, mudah-mudahan melupakan rasa nyeri ini sejenak. Aku mau punya kegiatan.......” Maka dengan terpana aku tahu bahwa itulah jawaban yang sesungguhnya. Bahwa hidup bukanlah untuk dinikmati atau dialami dalam diam. Hidup adalah berbuat. Kita dapat merintih kesakitan. Kita dapat mengalami penderitaan hebat. Tetapi selama kita masih sanggup untuk berbuat, kita harus melakukan sesuatu. Dengan demikian waktu hidup tidak terbuang sia-sia. Dan bahkan dapat berguna bagi diri kita dan orang lain. Dengan terharu aku melihat satu ujud kepahlawanan dalam penderitaan yang dialaminya. Sama seperti Yesus yang dalam penderitaanNya masih sanggup menghibur penjahat yang tersalib bersamaNya. Hidup baru berarti jika kita berupaya untuk tidak kalah dengan derita yang melanda kita. Maka di sinilah aku melihat keadilan Tuhan berada.

Kini, setiap kali aku mengunjungi oma yang terbaring lemah itu, aku melihat bayi Yesus yang lemah di palungan. Bayi yang munggil dan tak berdaya. Tetapi telah menarik hati para malaikat dan para gembala. Telah memanggil kasih tiga orang majus dari negeri seberang yang jauh. Bahkan kini telah memanggil kita semua. Untuk berkumpul di sisiNya. Untuk saling membantu. Saling memahami. Tidak hanya hidup untuk menikmati suka dan duka kita sendiri. Tetapi untuk saling berbagi. Maka malam yang indah, sejuk dan hening dengan ribuan bintang bertaburan di langit seakan melelapkan kita semua dalam damai. Ada yang harus dijaga, dirawat dan dipelihara terus. Iman kita dalam perbuatan yang berguna baik bagi diri kita sendiri mau pun dan terutama bagi sesama kita. Janganlah sia-siakan hidup ini......
Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai di bumi bagi manusia yang berkenan padaNya


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...