Oma itu terbaring lemah. Oma itu merintih kesakitan. Untuk ketiga kalinya
dia mengalami patah tulang. Tulang yang rapuh karena osteoporosis. Sementara
itu tubuhnya mulai digerogoti sel-sel kanker. Kanker payudara kini telah menjalar
ke paru-parunya. Paru-paru yang kini dibanjiri cairan karena oma itu harus
terbaring terus. Pnemonia menyerangnya. Aku memandang dia dengan perasaan sedih
yang dalam. Penderitaan, penyakit dan rasa putus asa yang pedih. Bagaimana aku
dapat memberikan empatiku padanya? Mengapa hidup terkadang terasa tak
terpahami? Mengapa seseorang yang baik, seseorang yang setahuku rajin dan
takwa, harus mengalami penderitaan demikian? Tidak adilkah Tuhan padanya?
Memang hidup sering tak terpahami. Suatu peristiwa riang gembira sering
harus berakhir dengan rintihan duka. Maka, saat menjelang kelahiran Kristus
ini, aku pun terkenang pada Maria. Dapatkah Maria membayangkan masa depan?
Bahwa anak yang kini dikandungnya dalam kemuliaan kelak akan membuatnya meratap
duka di bawah kaki salib? “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah
padaku menurut perkataanmu itu” Itulah yang dikatakannya kepada malaikat
Gabriel yang mengunjunginya. Dan mengabarkan berita sukacita itu. Lalu malaikat
itu meninggalkan dia. Meninggalkan dia seorang diri untuk menghadapi kehidupan
di dunia ini. Melepaskan dia untuk menjalani peristiwa demi peristiwa yang
kelak berakhir demikian tragis. Tidak adilkah Tuhan padanya?
Pada saatnya, waktulah yang akan menjawab segala makna keadilan Tuhan
kepada kita semua. Apa yang terjadi sekarang mungkin terasa demikian menusuk
hati. Tetapi haruskah karena itu kita merasa diperlakukan tidak adil? Jika
demikian, untuk apakah Kristus lahir, yang setelah berkeliling sambil berbuat
baik harus mati tersalib karena dakwaan yang tak adil? Bahwa Dia mengaku Anak
Allah dan karena itu telah menghina Allah. Hingga layak untuk dibunuh. Dan
apapun pledoi yang diberikanNya, para pendakwa itu tetap tak dapat dan tak
mampu untuk mempercayaiNya. Kebenaran sungguh tersembunyi. Keadilan seperti
bayang-bayang. Dekat namun tak teraih. Pada akhirnya, yang dapat dilakukan
hanyalah tabah untuk menghadapi kenyataan hidup. Karena hidup adalah pengalaman
nyata yang harus kita terima dan jalani sebagaimana Maria yang harus menjalani
hidup nyata setelah malaikat itu pergi. Sebagaimana Kristus sendiri yang
menolak kemuliaan yang ditawarkan oleh setan di padang gurun. Dan bahkan merasa
ditinggalkan oleh BapaNya sendiri saat tangannya yang terpaku terentang di atas
salib. Adilkah itu bagiNya?
Aku melihat penderitaan yang dialami oma itu dengan perasaan duka. Tetapi
tahu bahwa hidup memang mengandung banyak pertanyaan yang tak punya jawaban.
Maka dengan pelan kuusap lengannya. Dan dia berkata kepadaku: “Bawakan aku buku
untuk dibaca. Aku mau membaca untuk mencoba memahami deritaku. Dan,
mudah-mudahan melupakan rasa nyeri ini sejenak. Aku mau punya kegiatan.......”
Maka dengan terpana aku tahu bahwa itulah jawaban yang sesungguhnya. Bahwa
hidup bukanlah untuk dinikmati atau dialami dalam diam. Hidup adalah berbuat.
Kita dapat merintih kesakitan. Kita dapat mengalami penderitaan hebat. Tetapi
selama kita masih sanggup untuk berbuat, kita harus melakukan sesuatu. Dengan
demikian waktu hidup tidak terbuang sia-sia. Dan bahkan dapat berguna bagi diri
kita dan orang lain. Dengan terharu aku melihat satu ujud kepahlawanan dalam
penderitaan yang dialaminya. Sama seperti Yesus yang dalam penderitaanNya masih
sanggup menghibur penjahat yang tersalib bersamaNya. Hidup baru berarti jika
kita berupaya untuk tidak kalah dengan derita yang melanda kita. Maka di
sinilah aku melihat keadilan Tuhan berada.
Kini, setiap kali aku mengunjungi oma yang terbaring lemah itu, aku melihat
bayi Yesus yang lemah di palungan. Bayi yang munggil dan tak berdaya. Tetapi
telah menarik hati para malaikat dan para gembala. Telah memanggil kasih tiga
orang majus dari negeri seberang yang jauh. Bahkan kini telah memanggil kita
semua. Untuk berkumpul di sisiNya. Untuk saling membantu. Saling memahami.
Tidak hanya hidup untuk menikmati suka dan duka kita sendiri. Tetapi untuk
saling berbagi. Maka malam yang indah, sejuk dan hening dengan ribuan bintang
bertaburan di langit seakan melelapkan kita semua dalam damai. Ada yang harus
dijaga, dirawat dan dipelihara terus. Iman kita dalam perbuatan yang berguna
baik bagi diri kita sendiri mau pun dan terutama bagi sesama kita. Janganlah
sia-siakan hidup ini......
“Kemuliaan
bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai di bumi bagi manusia yang
berkenan padaNya”
Tonny Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar