Sebuah lagu sedih mengalun dari hifi di sampingku.
Sebuah lagu tentang sore hari dan sekumpulan anak-anak yang sedang bermain. Dan
ada air mata yang menetes. Ada air mata yang menetes. Begitulah alunan suara unik dari Mick Jagger
dengan “As Tears Go By” memenuhi hatiku petang ini. “My riches can’t buy everything.....” rintihnya. Masa lalu yang
telah silam selalu menyimpan kenangan. Dan kerinduan. Dapatkah kesalahan yang
telah kita lakukan dahulu diperbaiki kembali? Dapatkah luka-luka yang telah kita
buat dipulihkan lagi? Barangkali dapat, kata salah seorang pujangga tua dulu,
tetapi selalu akan ada bekas yang tertinggal. Selalu akan ada bekas yang tak
mungkin disirnakan.
Catatan ini kutulis saat
mengenang kembali kunjunganku ke penjara mengikuti romo Albert dalam rangka
melaksanakan misa di sana. Dan kulihat seorang yang kukenal tertunduk malu di
sudut lain dari kursiku. Ketika kutanyakan kepada seorang sipir penjara itu
sebabnya dia ditahan, kasus narkoba katanya. Dengan sedih aku menghampirinya
dan kujabat tangannya erat. Dia memandangku dan berkata: “Aku menyesal.....”
Pagi ini, ketika aku
mengunjungi seorang temanku yang sedang dirawat di panti rehabilitasi sebuah
Yayasan di pinggiran kota, kembali aku melihat dia. Kali ini, dengan pakaian putih,
dia sibuk melayani kami. Ternyata dia menjadi pembantu yang tidak digaji di
Yayasan untuk membantu pemulihan remaja-remaja yang mengalami ketergantungan
narkoba. Lalu inilah kisahnya:
Aku sungguh menyesali
perbuatanku dahulu. Sebagai pengedar, aku hidup enak. Banyak uang, banyak
hiburan dan hidupku enak. Tetapi saat ditahan itulah aku sadar betapa tak
bermaknanya hidup ini. Ya, aku telah menjerumuskan banyak remaja seperti mereka
ke dalam lubang penderitaan. Banyak uang tetapi hidup tak bermakna. Aku tertawa
tanpa memahami mengapa harus tertawa. Aku merasa gembira tanpa menyadari apa
itu kegembiraan. Aku hidup tetapi terasa bahwa aku sesungguhnya tidak hidup.
Betapa pun, aku telah menikmati kegembiraan di atas puing-puing kehancuran
remaja-remaja ini. Ya, aku sungguh menyesal saat itu dan ingin mengakhiri
hidupku sendiri. Dan pernah sekali aku memotong nadi tanganku tetapi syukurlah,
seorang sipir mengetahuinya lalu membawaku ke puskesmas. Sipir itu berkata
kepadaku: “Pak, banyak cara untuk mati. Dan memang, kita harus mati. Tetapi
mengapa kita tidak melakukan hal yang berguna sebelum kematian menjemput?
Mengapa harus mati dengan sia-sia?” Mulai saat itulah aku sadar betapa banyaknya
kesalahan yang telah kulakukan dalam hidup ini. Bahkan merasa putus asa pun
merupakan suatu kesalahan yang terbesar yang pernah kulakukan. Kini, dengan
sukarela aku mau membayar hutangku kepada masyarakat. Terutama kepada
remaja-remaja ini. Dan aku merasa bahagia kini. Ya, aku bahagia kini.
Kini, sambil membayangkan mukanya, aku menikmati alunan
suara Mick Jagger. “My riches can’t buy
everything.... (Hartaku tak dapat membeli semua hal).” dan aku merasa
terharu. Waktu terus saja berlalu. Maka mengapa ada orang-orang yang mau
mengakhiri hidupnya sebelum waktunya tiba? Mengapa dia tidak meninggalkan
tanda-tanda kehidupan bagi sesamanya sebelum dipanggil? Mengapa dia harus terus
menerus menyesali hidup sambil menyia-nyiakan talentanya? “Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu serta Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah
diampuni"
itulah sabda Yesus sendiri kepada kita semua.
Tonny Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar