05 Mei 2017

PENYESALAN

Sebuah lagu sedih mengalun dari hifi di sampingku. Sebuah lagu tentang sore hari dan sekumpulan anak-anak yang sedang bermain. Dan ada air mata yang menetes. Ada air mata yang menetes.  Begitulah alunan suara unik dari Mick Jagger dengan “As Tears Go By” memenuhi hatiku petang ini. “My riches can’t buy everything.....” rintihnya. Masa lalu yang telah silam selalu menyimpan kenangan. Dan kerinduan. Dapatkah kesalahan yang telah kita lakukan dahulu diperbaiki kembali? Dapatkah luka-luka yang telah kita buat dipulihkan lagi? Barangkali dapat, kata salah seorang pujangga tua dulu, tetapi selalu akan ada bekas yang tertinggal. Selalu akan ada bekas yang tak mungkin disirnakan.

            Catatan ini kutulis saat mengenang kembali kunjunganku ke penjara mengikuti romo Albert dalam rangka melaksanakan misa di sana. Dan kulihat seorang yang kukenal tertunduk malu di sudut lain dari kursiku. Ketika kutanyakan kepada seorang sipir penjara itu sebabnya dia ditahan, kasus narkoba katanya. Dengan sedih aku menghampirinya dan kujabat tangannya erat. Dia memandangku dan berkata: “Aku menyesal.....”

            Pagi ini, ketika aku mengunjungi seorang temanku yang sedang dirawat di panti rehabilitasi sebuah Yayasan di pinggiran kota, kembali aku melihat dia. Kali ini, dengan pakaian putih, dia sibuk melayani kami. Ternyata dia menjadi pembantu yang tidak digaji di Yayasan untuk membantu pemulihan remaja-remaja yang mengalami ketergantungan narkoba. Lalu inilah kisahnya:

            Aku sungguh menyesali perbuatanku dahulu. Sebagai pengedar, aku hidup enak. Banyak uang, banyak hiburan dan hidupku enak. Tetapi saat ditahan itulah aku sadar betapa tak bermaknanya hidup ini. Ya, aku telah menjerumuskan banyak remaja seperti mereka ke dalam lubang penderitaan. Banyak uang tetapi hidup tak bermakna. Aku tertawa tanpa memahami mengapa harus tertawa. Aku merasa gembira tanpa menyadari apa itu kegembiraan. Aku hidup tetapi terasa bahwa aku sesungguhnya tidak hidup. Betapa pun, aku telah menikmati kegembiraan di atas puing-puing kehancuran remaja-remaja ini. Ya, aku sungguh menyesal saat itu dan ingin mengakhiri hidupku sendiri. Dan pernah sekali aku memotong nadi tanganku tetapi syukurlah, seorang sipir mengetahuinya lalu membawaku ke puskesmas. Sipir itu berkata kepadaku: “Pak, banyak cara untuk mati. Dan memang, kita harus mati. Tetapi mengapa kita tidak melakukan hal yang berguna sebelum kematian menjemput? Mengapa harus mati dengan sia-sia?” Mulai saat itulah aku sadar betapa banyaknya kesalahan yang telah kulakukan dalam hidup ini. Bahkan merasa putus asa pun merupakan suatu kesalahan yang terbesar yang pernah kulakukan. Kini, dengan sukarela aku mau membayar hutangku kepada masyarakat. Terutama kepada remaja-remaja ini. Dan aku merasa bahagia kini. Ya, aku bahagia kini.

            Kini, sambil membayangkan mukanya, aku menikmati alunan suara Mick Jagger. “My riches can’t buy everything.... (Hartaku tak dapat membeli semua hal).” dan aku merasa terharu. Waktu terus saja berlalu. Maka mengapa ada orang-orang yang mau mengakhiri hidupnya sebelum waktunya tiba? Mengapa dia tidak meninggalkan tanda-tanda kehidupan bagi sesamanya sebelum dipanggil? Mengapa dia harus terus menerus menyesali hidup sambil menyia-nyiakan talentanya? “Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu serta Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni" itulah sabda Yesus sendiri kepada kita semua.


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...