02 Januari 2008

FAJAR DI BANDUNGAN

    Kabut. Dingin. Bebukitan samar-samar membayang. Berkas-berkas cahaya menembusi tirai malam yang dengan malu segera berlalu. Aku berdiri di atas suatu situs kuno di tengah sebuah bukit berbatu. Suatu pendakian panjang dan melelahkan yang baru saja kutempuh tak juga mampu menghangatkan tubuhku. Udara dingin menusuk tulang. Di kejauhan kehidupan mulai menggeliat. Perlahan-lahan. Sekelompok remaja yang berkemah di seputar situs tersebut terdengar bernyanyi: "Morning has broken, like the first morning……" sayup-sayup menerobos pendengaranku. Yah, fajar menjelang tiba. Hari baru segera datang. Kehidupan baru terbentuk. Dan segera cahaya sang surya akan mengusir kekelaman malam. Kehangatan hidup bangkit dari tidurnya yang lelap. Kuhirup aroma pengunungan itu dengan dalam. Amat dalam.

    Tidakkah kita tergetar setiap kali mengalami pagi yang baru? Tidakkah kita sadari bahwa kemunculan pagi baru tersebut menandakan ketidakbosanan Tuhan pada kehidupan ini? Setiap kali fajar tiba, hidup akan segera terisi dengan pilihan-pilihan baru pula. Dan selama kita masih diberi nafas, selalu terbentang banyak jalan di depan. Dengan berbagai arahnya sendiri-sendiri. Setiap keputusan kita memilih tujuan akan menentukan kehidupan kita pribadi. Dan kemana pun kita menuju, apa pun arah yang kita jalani, tanggung jawab kitalah untuk menerima resikonya. Tak perlu kita sesali apa yang telah terjadi. Masih akan banyak fajar baru yang akan menyongsong di depan selagi kita hidup.

    Penyesalan akan dosa memang membuat kita rapuh. Tetapi penyesalan kita sendiri telah bermakna suatu kesadaran diri akan kelemahan kita. Maka yang perlu kita lakukan adalah berbalik arah. Dengan berbuat. Dengan melakukan. Bukan dengan berkeluh kesah lalu mengenyampingkan segala hal dan duduk diam. Tenggelam dalam duka. Sebab dengan berbuat demikian, penyesalan kita menjadi tak bermakna. Waktu takkan berhenti di sini. Waktu tetap melaju ke depan. Meninggalkan kita dengan ratapan-ratapan kita. Dengan sikap manja kita. Dalam ayat akhir kitab Ratapan yang sedemikian memilukan itu, tertulislah: "Ya Tuhan, bawalah kami kembali kepadaMU; Kami akan kembali kepadaMU" (Rat. 5:21), suatu keinginan yang amat membangkitkan semangat kita semua setelah keluhan berkepanjangan. Semoga kita yang saat ini mengalami krisis diri, dapat bangkit kembali bersama fajar baru yang terbentang di depan mata kita semua.

    Masih bersama panorama alam yang amat menyejukkan hati, mata dan rasa itu, aku menyusuri tebing batu yang sempit dan terus mendaki ke atas. Sawah-sawah menghijau. Kabut terusir perlahan. Perubahan terjadi sedemikian lambatnya tetapi nyata bila kita nikmati dengan sabar. Perubahan alam. Perubahan pada diri kita. Perubahan pada segala hal yang kita duga akan kekal. Dan sayup-sayup sampai, bergetarlah suara seseorang yang sedang berdoa: "Bapa kami yang ada di sorga, dimuliakanlah namaMU………."

A. Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...