23 Januari 2008

PENGHAKIMAN

Jalanan macet. Mobil dan motor berjalan tersendat-sendat. Sekumpulan orang sedang berkerumun di sisi kanan jalan. Ada apa lagi ini, pikirku. Lalu kulihat seorang pria, remaja, yang tergeletak sambil merintih-rintih. Dari kejauhan ini, wajahnya nampak samar, tertutup oleh kaki-kaki manusia yang berkumpul mengelilinginya. Nampaknya terjadi kecelakaan. Tetapi tak seorang pun yang datang membantunya. Dengan susah payah, sambil meringis kesakitan, dia mencoba untuk bangkit berdiri. Dan kemudian, seorang pembawa becak datang menghampirinya lalu menariknya bangun sambil mendekap punggungnya. Sementara yang lain hanya dapat menonton dan berdiam diri. Sebuah sepeda motor tegeletak di samping pemuda itu. Rusak berat.

Mendadak aku teringat pada perumpaman Yesus tentang seorang Samaria yang baik hati. Betapa orang-orang, bahkan yang menganggap dirinya paling baik pun, hanya lewat tetapi tak ambil peduli. Ya, tiba-tiba aku melihat betapa kita semua telah menjadi seorang imam atau seorang Lewi yang hanya lewat saja saat mengetahui suatu bencana terjadi pada orang lain. Mungkin karena kita menganggap bahwa bukan kepentingan kita yang terkena langsung. Atau boleh jadi karena perbuatan untuk menolong itu tidak akan menguntungkan kepentingan kita sendiri dan karena itu kita takut terlibat. Siapa yang tahu? Adakah yang salah dalam diri kita?

Demikian pula, aku merenungkan bencana yang telah terjadi di negeri ini. Betapa setiap kejadian hanya dapat dipermasalahkan. Tanpa pernah diselesaikan. Bahkan tanpa masalah pun tetap dapat dipermasalahkan. Karena rupanya, setiap masalah dapat menjadi obyek bisnis yang menguntungkan. Sebaliknya, masalah yang sungguh-sungguh merupakan masalah malah sering tidak dipermasalahkan. Itu karena tidak membawa keuntungan bagi kepentingan kita. Entah mengapa, kita sering hanya dapat menjadi penonton atau pengamat yang baik dengan saling mengeluarkan pendapat. Tetapi, seperti kata pepatah, orang yang pandai mengoceh biasanya terlalu sibuk untuk bekerja. Maka ibalah hatiku pada para korban yang langsung mengalami bencana itu. Ibalah hatiku karena karena kita semua memberi rasa keprihatinan kita lewat bicara tetapi sama sekali tak berbuat sesuatu. Ya, bukankah kita memang sering menjadi penonton dan komentator yang konyol saja?

"Menjelang akhir zaman, akan tampil pengejek-pengejek yang akan hidup menuruti hawa nafsu kefasikan mereka." Demikianlah tulis Yudas (Yud 1:18). Aku tak tahu apakah kita termasuk pengejek-pengejek yang dimaksudkannya. Aku pun tak tahu apakah kini akhir zaman telah menjelang. Karena Yesus sendiri telah mengatakan bahwa tak seorang pun dapat mengetahui kapan waktu dan saat itu selain Bapa di surga. Tetapi mungkin kinilah saatnya bagi kita untuk bangun dari tidur yang panjang, bangun dari segala ketak-pedulian kita pada penderitaan orang lain sebab ingatlah bahwa "penghakiman akan dimulai pertama-tama dari rumah Allah sendiri" (1Petrus 4:17).

Pembawa becak itu kemudian memanggil dan menghentikan sebuah angkutan kota lalu membawa sang korban, mungkin ke rumah sakit terdekat. Sementara seorang temannya yang lain menarik sepeda motor yang rusak itu ke atas pelataran sebuah toko. Orang-orang tetap berkerumun, tetapi perlahan-lahan lalu lintas kembali lancar. Aku pun lewat tetapi dengan perasaan kecewa terhadap diri ini. Kecewa karena ternyata aku pun salah satu dari sekian banyak yang hanya dapat menjadi penonton. Dan bahkan cuma mampu menulis kisah ini tanpa dapat berbuat sesuatu saat itu. "Ya Tuhan, bangunkanlah hati ini dari kemalasan dan ketidak-peduliannya pada duka derita sesamaku....." Agar Kau tidak menghakimiku. Agar Kau tidak menjatuhkan hukumMu padaku.

A. Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...