17 Januari 2008

AKU HAUS

"Aku haus" seru Yesus saat menghadapi penderitaanNya di atas kayu salib. Tahukah kita bahwa sesungguhnya memang, kita selalu merasa haus. Selama hidup masih berjalan. Dan nafas masih tersisa. Hanya rasa haus setiap insan tidak sama. Tergantung pada diri masing-masing. Ya, kita selalu akan merasa haus. Haus pada kekuasaan. Haus pada materi. Haus pada kesembuhan. Haus pada cinta. Dan yang lebih utama, haus akan perhatian sesama kepada kita. Agar keberadaan kita diakui. Dihargai. Dan diterima.

Haus berarti kita ingin agar kehendak kita dapat terlaksana. Karena itu, kita sering gelisah. Khawatir. Sedih dan gusar. Tetapi rasa haus itu tak mengenal batas. Haus berlanjut terus. Dan terus. Setelah keinginan yang satu terlaksana, keinginan lain pun terbit. Manusia memang jarang bisa puas. Bahkan mungkin tak akan pernah. Sumber kemajuan taraf hidup dan tehnologi yang kita nikmati di masa ini pun berasal dari rasa haus kita untuk terus mengejar pengetahuan baru. Terus dan terus.

"Aku haus" seru Yesus. Maka kita yang saat ini sedang mengalami masa-masa sulit karena kemampuan kita terbatas untuk melaksanakan dan menikmati perlulah bercermin diri. Kita harus tetap maju. Jangan putus asa jika kita mengalami hambatan dan ketidak-berdayaan menghadapi kesulitan yang membentang di depan kita. Rasa haus kita harus diucapkan. Bukan dengan berdiam diri dan duduk pasrah menerima keadaan. Sebab dengan begitu, kita hanya serupa boneka kayu yang tidak manusiawi. Seseorang hidup berdasarkan iman kepada kekuatan dan firman Tuhan, bukan hanya dari roti dan kursi belaka.

"Sudah selesai." Demikianlah kalimat terakhir Yesus sesaat sebelum menyerahkan nyawaNya di atas kayu salib. Seberapa kuatkah kita untuk mengatakan kalimat yang sama? Tidakkah rasa haus yang kita alami akan terus membuat kita mereguk dan mereguk kepentingan kita? Kita sering gagal dan bahkan enggan untuk mengucapkan kalimat itu. "Belum, belum" seru HG Wells dalam sebuah tulisannya. Ya, kita sering lupa bahwa kemampuan kita mereguk dan memuaskan rasa haus itu terbatas. Karena demikianlah, rasa haus itu takkan pernah dapat terpuaskan. "Aku ingin hidup seribu tahun lagi" tulis Chairil Anwar. Kita bahkan menginginkan keabadian. Maka buah terlarang itu pun kita petik. Dari sana pula sumber kegelisahan kita yang lain.

Selesai. Hidup selalu punya batas. Karena itu rasa haus kita kelak harus usai. Karena itu kita harus mengenal batas kemampuan diri saat menghadapi nafsu dan niat kita. Saat kemajuan makin dikejar, saat itu pula kita terbelenggu dalam niat untuk tidak lagi mengenal batas akhir. Kita ingin segala pemikiran dan rasa resah kita dituntaskan. Tetapi dapatkah? Tidak! Kegelisahan kita ibarat seseorang yang merasa haus lalu meminum air laut. Seteguk demi seteguk kita meminumnya, kian haus pula kita dibuatnya.

Aku haus. Sudah selesai. Ah, seberapa banyakkah dari antara kita yang sadar dan mampu mengikuti teladanNya? Ada yang terus menerus merasa haus tanpa mampu untuk berhenti. Ada pula yang pasrah dan putus asa menerima keadaannya tanpa mau berupaya lagi untuk membuat perubahan. Maka berbahagialah mereka yang mau berupaya untuk bekerja dan merubah situasi tanpa melupakan bahwa segala sesuatu harus selesai juga. Dan jika dalam upaya mengucapkan rasa haus tersebut, ternyata kita gagal untuk memuaskan keinginan kita, sadarlah bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Bahkan kematian pun bukanlah akhir dari segalanya. Sebab sesaat setelah kita melintasinya, kita akan bangkit bersama Yesus yang telah menunggu kita. Yesus yang telah menyediakan tempat bagi kita.

Kini, marilah menyadari keterbatasan kita sebagai manusia. Sama seperti manusia Kristus yang dalam penderitaanNya masih berusaha untuk menyatakan upayaNya dengan berkata "Aku haus" sebelum Dia menyelesaikan kalimatNya "Sudah selesai" dan kini telah bangkit dalam kemuliaaan bersama Bapa di surga. Kita pun yang percaya kepadaNya, percaya pula bahwa sebelum waktunya tiba, kita tetap harus berjuang untuk menyatakan kebenaran. Agar bila waktunya telah tiba, kita juga mampu untuk berkata "Selesai sudah" agar rasa haus kita kelak akan dipuaskan oleh Dia yang telah membuktikan firmanNya.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...